Monday 14 December 2020

KLARIFIKASI ATAS FITNAH DAN PENCEMARAN NAMA BAIK TERHADAP SAUDARA ASLAM

KLARIFIKASI ATAS FITNAH DAN PENCEMARAN NAMA BAIK TERHADAP SAUDARA ASLAM


Kami selaku tim AHP|ADVOKAT akan memberikan klarifikasi dan bantahan keras atas fitnah dan pencemaran nama baik terhadap saudara Aslam yang dilakukan oleh oknum salah satu pengelola situs penjual jasa konsultasi Hukum.

Sudah jamak terjadi bilamana suatu negosiasi /penawaran kerjasama bila tidak terjadi kesepakatan maka kerjasama tidak/belum dapat dilanjutkan. 
Suatu penawaran kerjasama yang tidak deal apakah itu suatu penipuan? 

Apakah suatu negosiasi kerjasama yang tidak sepakat apakah itu suatu penawaran kerjasama yang palsu??

Alhamdulillah Allah SWT menyelamatkan kami semua oleh aksi oknum tersebut untuk lanjut bekerjasama dengannya. Belum sepakat bekerjasama saja sudah seperti itu apalagi bila sudah bekerjasama??

Setidaknya masyarakat umum sudah dapat menilai dan tetap waspada terhadap aksi aksi oknum tersebut. 

Terhadap masyarakat umum atau siapapun selaku korban pelaku fitnah dan pencemaran nama baik dapat melaporkan kepada pihak kepolisian dengan mendasarkan laporannya pada Pasal 310 ayat (1) KUHP,Pasal 311 ayat (1 KUHP), Pasal 27 ayat (3) UU ITE, Pasal 45 ayat (1) UU ITE, Pasal 36 UU ITE dan Pasal 51 ayat (2) UU ITE;

Sudah selayaknya bagi setiap pelaku tindak pidana penghinaan,pencemaran nama baik dan fitnah dijerat seberat-beratnya dengan hukuman yang berlapis.

Salam

Sunday 8 November 2020

Perlindungan Bagi Korban Pelaku Tindak Pidana Penghinaan,Pencemaran Nama Baik dan Fitnah

Perlindungan Bagi Korban Pelaku Penghinaan, Penistaan, dan atau Fitnah Orang Lain Menurut Hukum yang Berlaku di Indonesia




Latar Belakang
Dalam kehidupan dan interaksi sosial tidak jarang terjadi ketersinggungan yang membawa suatu penghinaan, pencemaran nama baik dan  fitnah. Ucapan secara lisan yang tidak terkontrol maupun ungkapan kebencian secara tertulis dengan maksud mencemarkan nama baik dan atau fitnah dilakukan secara serampangan tanpa berpikir panjang bahwa tindakannya dapat dijerat ancaman pidana dan denda.

Dasar Hukum Menjerat Pelaku Penghinaan,Pencemaran Nama Baik dan atau Fitnah
Bagi pelaku pencemaran nama baik dan fitnah dapat dilaporkan kepada Pihak Kepolisan dengan merujuk pada beberapa dasar hukum sbb:
Seorang pelaku fitnah dapat dijerat Pasal 311 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”):
“Barangsiapa melakukan kejahatan menista atau menista dengan tulisan, dalam hal ia diizinkan untuk membuktikan tuduhannya itu, jika ia tidak dapat membuktikan dan jika tuduhan itu dilakukannya sedang diketahuinya tidak benar, dihukum karena salah memfitnah dengan hukum penjara selama-lamanya empat tahun
Ketentuan dalam Pasal 311 ayat (1) diatas juga dikaitkan dengan ketentuan pasal sebelumnya yakni pada Pasal 310 ayat (1) KUHP, yang berbunyi sebagai berikut:
“Barangsiapa sengaja merusak kehormatan atau nama baik seseorang dengan jalan menuduh dia melakukan sesuatu perbuatan dengan maksud yang nyata akan tersiarnya tuduhan itu, dihukum karena menista, dengan hukuman penjara selama-lamanya sembilan bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp 4.500,-“

Lebih lanjut secara khusus pelaku fitnah juga dapat dijerat dengan UU ITE sbb:
Ancaman Pidana Pelaku Penghinaan dalam UU ITE.Perbuatan Penghinaan, Menista atau Memfitnah di laman internet,Google, Media Sosial seperti di Facebook, WhatsApp, Instagram, YouTube, Twitter, Line dan sebagainya, ancaman pidananya:

1. Pasal 27 ayat 3 UU ITE yang memiliki korelasi dengan Pasal 310 KUHP dan Pasal 311 KUHP. Pasal 27 ayat 3 UU ITE ini memuat unsur “yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik” 

Keberlakuan dan tafsir Pasal 27 ayat (3) UU ITE tidak dapat dipisahkan dari norma hukum Pasal 310 KUHP dan Pasal 311 KUHP. Salah satu pertimbangan Mahkamah Konstitusi dalam putusan perkara No. 50/PUU-VI/2008 atas judicial review pasal 27 ayat (3) UU ITE terhadap UUD 1945. Mahkamah Konstitusi menyimpulkan bahwa nama baik dan kehormatan seseorang patut dilindungi oleh hukum yang berlaku, sehingga Pasal 27 ayat (3) UU ITE tidak melanggar nilai-nilai demokrasi, hak azasi manusia, dan prinsip-prinsip negara hukum. Pasal 27 ayat (3) UU ITE adalah Konstitusional.

2. Pasal 45 ayat 1 UU ITE  Menyatakan sebagai berikut: ayat 1 “Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/ atau denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)”,

3. Pasal 36 UU ITE dikaitkan dengan Ketentuan Pasal 51 ayat (2)
"Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan perbuatan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 27 sampai Pasal 34 yang mengakibatkan kerugian bagi orang lain"

4. Pasal 51 ayat (2) UU ITE. Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana damasked dalam Pasal 36 dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah). 

Kesimpulan
1. Para korban pelaku tindak pidana pencemaran nama baik,penghinaan maupun fitnah dapat melaporkan kepada pihak kepolisian dengan mendasarkan laporannya pada Pasal 310 ayat (1) KUHP,Pasal 311 ayat (1 KUHP), Pasal 27 ayat (3) UU ITE, Pasal 45 ayat (1) UU ITE, Pasal 36 UU ITE dan Pasal 51 ayat (2) UU ITE;

2. Sudah selayaknya bagi setiap pelaku tindak pidana penghinaan,pencemaran nama baik dan fitnah dijerat seberat-beratnya dengan hukuman yang berlapis.

Salam

Sumber:
UU ITE
KUHP



PERBUATAN MELAWAN HUKUM

PERBUATAN MELAWAN HUKUM



Perbuatan Melawan Hukum diatur dalam Pasal 1365 KUHPerdata sebagai berikut: 

“Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk mengganti kerugian tersebut”; 

Ganti rugi sesuai dengan Pasal 1365 KUH Perdata, apabila unsur-unsur di bawah ini terpenuhi yakni: 

(a) adanya perbuatan yang bersifat melanggar hukum, yang menurut yurisprudensi tetap adalah: 

(i) perbuatan yang bertentangan dengan kewajiban hukum si pembuat; atau 

(ii) perbuatan yang melanggar hak subyektif orang lain; atau  

(iii) perbuatan yang melanggar kaidah tata susila; atau 

(iv)perbuatan yang bertentangan dengan asas kepatutan, ketelitian serta sikap hati-hati yang seharusnya dimiliki seseorang dalam pergaulan dengan sesama warga masyarakat atau terhadap harta benda orang lain; 

(b) adanya kerugian yang disebabkan oleh perbuatan melawan hukum; 

(c) adanya kesalahan pada si pembuat; dan 

(d)adanya hubungan kausal antara perbuatan dengan kerugian; 

Salam
Sumber gambar:

Thursday 25 June 2020

ASAS PEMISAHAN HORISONTAL

ASAS PEMISAHAN HORISONTAL

Hukum Property di Indonesia menganut Asas pemisahan horisontal, dalam Asas ini berarti antara tanah dan bangunan yang berada diatasnya bukan merupakan satu kesatuan / terpisah. Dengan adanya pemisahan ini masing-masing bagian dari Property tersebut mempunyai pembagian hak atasnya.

Dalam prakteknya banyak ditemui tanah dengan status Hak Milik dan bangunan yang berdiri diatasnya memiliki status HGB ataupun hak pakai, beberapa didaerah perkotaan juga masih banyak ditemui tanah dengan status Hak pakai namun yang berdiri bangunan diatasnya memiliki sertifikat berupa HGB. 

Salam
AHP|ADVOKAT 

Sumber gambar:

https://mirdinatajaka.blogspot.com/2017/05/asas-perlekatan-dan-asas-pemisahan.html?m=1


Saturday 20 June 2020

KEWENANGAN PENGALIHAN ASET MILIK PERUSAHAAN

KEWENANGAN PENGALIHAN ASET MILIK PERUSAHAAN

Terhadap semua aset-aset milik perusahaan yang mau dijual /dialihkan maka Direksi memiliki kewenangan untuk melakukannya. Kewenangan yang dimiliki oleh Direksi ini sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya namun tetap diperhatikan ketentuan didalam anggaran dasar perseroan yang bersangkutan. 

Adapun untuk penjualan/pengalihan aset milik perseroan yang nilainya melebihi 50% dari total kekayaan perseroan maka tetap Direksi memiliki kewenangan untuk melakukannya namun diperlukan adanya persetujuan dari Komisaris dan atau RUPS dan sesuai dengan anggaran dasar. 

Sejalan dengan ketentuan didalam UU PT yang menyatakan Kewenangan Direksi untuk mewakili Perseroan adalah tidak terbatas dan tidak bersyarat, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang PT, anggaran dasar, atau keputusan RUPS.

Salam
AHP |ADVOKAT 

Thursday 18 June 2020

Jual Beli Property Yang Bermasalah

Jual Beli Property Yang Bermasalah


Bagaimana jadinya bila property yang baru saja dibeli kemudian disengketakan oleh pemilik dari pemilik sebelumnya?? Adakah perlindungan hukum yang bisa diberikan? 

Masalah transaksi tanah dan property bagi seorang pembeli yang merupakan pihak ketiga yang beritikad baik, wajib dilindungi oleh hukum, karena tidak tahu-menahu akan sengketa internal antara pihak penjual dengan pemilik tanah sebelumnya.

Ketidaktahuan dari pihak pembeli yang beritikad baik tersebut bukan menjadi alasan baginya untuk melegalkan kepemilikan terhadap objek property /tanah yang dibelinya, oleh karenanya hukum memberi ruang kepada pembeli yang beritikad baik untuk menuntut kepada pihak penjual agar mengembalikan harga pembelian (Pasal 1495 KUH Perdata).

Salam
AHP|ADVOKAT 
Narasumber:
Ahli Hukum Property Sdr.Advokat Aslam Fetra Hasan,S.H.,C.L.A

Sumber gambar

Friday 5 June 2020

AHP |ADVOKAT

AHP |ADVOKAT



Salam
AHP |ADVOKAT 

Wewenang Setiap Direksi Dalam Mewakili Perseroan. 

Wewenang Setiap Direksi Dalam Mewakili Perseroan. 

Seorang Direksi sesuai dengan fungsi, tugas dan tanggung jawabnya mempunyai wewenang bertindak untuk dan atas nama perseroan, dalam hal sebuah PT memiliki lebih dari seorang Direksi maka setiap anggota Direksi memiliki kewenangan untuk bertindak mewakili perseroan tanpa memerlukan adanya surat kuasa dari Direktur Utama atau Direktur lainnya kecuali ditentukan lain oleh anggaran dasar PT tersebut. 

Ketentuan didalam UU PT menyatakan bahwa:

 (1) Direksi mewakili Perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan.

 (2) Dalam hal anggota Direksi terdiri lebih dari 1 (satu) orang, yang berwenang mewakili Perseroan adalah setiap anggota Direksi, kecuali ditentukan lain dalam anggaran dasar.

 (3) Kewenangan Direksi untuk mewakili Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah tidak terbatas dan tidak bersyarat, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang PT ,anggaran dasar, atau keputusan RUPS.

Salam 
AHP |ADVOKAT 

Thursday 4 June 2020

Kantor Baru. Silakan korespondensi dialamatkan ke alamat kantor kami terbaru di Gd. MASINDO. Jl. Mampang Prapatan Raya No.73A Jakarta Selatan 12790

Kantor Baru. Silakan korespondensi dialamatkan ke alamat kantor kami terbaru di Gd. MASINDO. Jl. Mampang Prapatan Raya No.73A Jakarta Selatan 12790


Salam
AHP |ADVOKAT 

Tuesday 2 June 2020

TATACARA PELAKSANAAN RUPS

TATACARA PELAKSANAAN RUPS

RUPS merupakan salah satu organ perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris.

Kewenangan RUPS antara lain mengangkat dan memberhentikan anggota Dewan Komisaris dan Direksi, mengevaluasi kinerja Dewan Komisaris dan Direksi, menyetujui perubahan Anggaran Dasar, menyetujui Laporan Tahunan Perseroan dan mengesahkan laporan keuangan, menunjuk auditor independen Perseroan, memutuskan alokasi keuntungan usaha termasuk pembagian dividen , menetapkan remunerasi dan kompensasi anggota Dewan Komisaris dan Direksi, serta membuat keputusan terkait aksi korporasi atau hal strategis lainnya yang diusulkan oleh Direksi.

RUPS diselenggarakan dengan melakukan pemanggilan terlebih dahulu oleh Direksi sebagaimana dipersyaratkan dalam UU PT

1. Pemanggilan RUPS dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari sebelum tanggal RUPS diadakan, dengan tidak memperhitungkan tanggal pemanggilan dan tanggal RUPS.

2. Pemanggilan RUPS dilakukan dengan Surat Tercatat dan/atau dengan iklan dalam Surat Kabar.

3. Dalam panggilan RUPS dicantumkan tanggal, waktu, tempat, dan mata acara rapat disertai pemberitahuan bahwa bahan yang akan dibicarakan dalam RUPS tersedia di kantor Perseroan sejak tanggal dilakukan pemanggilan RUPS sampai dengan tanggal RUPS diadakan. 

4. Perseroan wajib memberikan salinan bahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada pemegang saham secara cuma-cuma jika diminta. 

5. Dalam hal pemanggilan tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), dan panggilan tidak sesuai dengan ketentuan ayat (3), keputusan RUPS tetap sah jika semua pemegang saham dengan hak suara hadir atau diwakili dalam RUPS dan keputusan tersebut disetujui dengan suara bulat.

Lebih lanjut, supaya RUPS dapat dilangsungkan dan mengambil keputusan yang sah dan mengikat haruslah diperhatikan ketentuan sebagai berikut:

1. RUPS dapat dilangsungkan jika dalam RUPS lebih dari 1/2 (satu perdua) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili, kecuali Undang-Undang dan/atau anggaran dasar menentukan jumlah kuorum yang lebih besar. 

2. Dalam hal kuorum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai, dapat diadakan pemanggilan RUPS kedua. 

3. Dalam pemanggilan RUPS kedua harus disebutkan bahwa RUPS pertama telah dilangsungkan dan tidak mencapai kuorum. 

4. RUPS kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sah dan berhak mengambil keputusan jika dalam RUPS paling sedikit 1/3 (satu pertiga) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili, kecuali anggaran dasar menentukan jumlah kuorum yang lebih besar.

5. Dalam hal kuorum RUPS kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak tercapai, Perseroan dapat memohon kepada ketua pengadilan negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan Perseroan atas permohonan Perseroan agar ditetapkan kuorum untuk RUPS ketiga. 

6. Pemanggilan RUPS ketiga harus menyebutkan bahwa RUPS kedua telah dilangsungkan dan tidak mencapai kuorum dan RUPS ketiga akan dilangsungkan dengan kuorum yang telah ditetapkan oleh ketua pengadilan negeri. 

7. Penetapan ketua pengadlan negeri mengenai kuorum RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (5) bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum tetap.

8. Pemanggilan RUPS kedua dan ketiga dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum RUPS kedua atau ketiga dilangsungkan. 

9. RUPS kedua dan ketiga dilangsungkan dalam jangka waktupaling cepat 10 (sepuluh) hari dan paling lambat 21 (dua puluh satu) hari setelah RUPS yang mendahuluinya dilangsungkan.

Selanjutnya, Keputusan RUPS diambil berdasarkan musyawarah untuk mufakat. Dalam hal keputusan berdasarkan musyawarah untuk mufakat tidak tercapai, keputusan adalah sah jika disetujui lebih dari 1/2 (satu per dua) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan kecuali Undang-Undang dan/atau anggaran dasar menentukan bahwa keputusan adalah sah jika disetujui oleh jumlah suara setuju yang lebih besar.”

Sumber:
Undang-Undang Perseroan Terbatas No 40 Tahun 2007

Salam
AHP |ADVOKAT 

Sinergi AHP|ADVOKAT dengan Jajaran Direksi MNC GUNA USAHA

Sinergi AHP|ADVOKAT dengan Jajaran Direksi MNC GUNA USAHA


Salam

AHP|ADVOKAT 

Monday 1 June 2020

Sinergi AHP|ADVOKAT dengan Jajaran Pengurus DPP PMKM PRIMA INDONESIA

Sinergi AHP|ADVOKAT dengan Jajaran Pengurus DPP PMKM PRIMA INDONESIA


Salam
AHP|ADVOKAT 

Sunday 31 May 2020

Tatacara Pengalihan Saham PT

Tatacara Pengalihan Saham PT

Pengalihan/pemindahan hak atas suatu saham dalam perseroan terbatas hanya dapat dilakukan dengan akta pemindahan hak, baik akta notariil maupun akta di bawah tangan disamping itu juga dengan memperhatikan ketentuan mengenai tata cara pengalihan saham yang diatur dalam anggaran dasar Perseroan. 

Tata Cara pengalihan saham yang diatur dalam anggaran dasar perseroan dapat diatur persyaratannya yakni mengenai pemindahan hak atas saham, yaitu:

a. keharusan menawarkan terlebih dahulu kepada pemegang saham dengan klasifikasi tertentu atau pemegang saham lainnya;

b. keharusan mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari Organ Perseroan; dan/atau

c. keharusan mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dalam hal anggaran dasar mengharuskan pemegang saham penjual menawarkan terlebih dahulu sahamnya kepada pemegang saham klasifikasi tertentu atau pemegang saham lain, dan dalam jangka waktu 30 hari terhitung sejak tanggal penawaran dilakukan ternyata pemegang saham tersebut tidak membeli, maka pemegang saham penjual dapat menawarkan dan menjual sahamnya kepada pihak ketiga;

Dalam hal anggaran dasar perseroan mengatur keharusan untuk mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari organ perseroan, maka harus diperhatikan ketentuan Pasal 59 UU PT sebagai berikut:
(1)Pemberian persetujuan pemindahan hak atas saham yang memerlukan persetujuan Organ Perseroan atau penolakannya harus diberikan secara tertulis dalam jangka waktu paling lama 90 (sembilan puluh) hari terhitung sejak tanggal Organ Perseroan menerima permintaan persetujuan pemindahan hak tersebut.

(2) Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah lewat dan Organ Perseroan tidak memberikan pernyataan tertulis, Organ Perseroan dianggap menyetujui pemindahan hak atas saham tersebut.

(3) Dalam hal pemindahan hak atas saham disetujui oleh Organ Perseroan, pemindahan hak harus dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 dan dilakukan dalam jangka waktu paling lama 90 (sembilan puluh) hari terhitung sejak tanggal persetujuan diberikan.

Salam
AHP|ADVOKAT 

Friday 29 May 2020

Cara Eksekusi Obyek Jaminan Fidusia dan Hak Tanggungan diluar Lelang

Cara Eksekusi Obyek Jaminan Fidusia dan Hak Tanggungan diluar Lelang

Pelaksanaan eksekusi atas obyek benda yang dibebani dengan jaminan fidusia dan hak tanggungan dapat dilakukan diluar mekanisme lelang, pelaksanaan eksekusi ini dengan cara penjualan dibawah tangan yang dilakukan oleh pihak debitor maupun kreditor.

Untuk eksekusi melalui mekanisme ini pihak debitor atau kreditor bersama-sama mencari pembeli yang berminat atas obyek jaminan tersebut. Dalam hal kesepakatan jual-beli terjadi maka hasil penjualan digunakan untuk melunasi sisa outstanding yang ada dan bilamana ada kelebihan maka akan dikembalikan kepada pihak debitor.

Dasar Hukum

Berdasarkan Pasal 29 ayat (1) huruf c Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (“UU Fidusia”), apabila debitor atau pemberi fidusia cidera janji, maka dapat dilakukan eksekusi atas benda yang dijadikan jaminan fidusia dengan cara penjualan di bawah tangan yang dilakukan berdasarkan kesepakatan pemberi dan penerima fidusia jika dengan cara demikian dapat diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan para pihak.

Berdasarkan Pasal 20 ayat (2) Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan Dengan Tanah (“UU Hak Tanggungan”), apabila debitur cidera janji, maka atas kesepakatan pemberi dan pemegang Hak Tanggungan, penjualan obyek Hak Tanggungan dapat dilaksanakan di bawah tangan jika dengan demikian itu akan dapat diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan semua pihak.

Salam
AHP |ADVOKAT 

Sunday 3 May 2020

Pelindungan Hukum Bagi Pihak Yang Menempati Tanah Negara (berlangsung lama dan terus-menerus) dan Membangun Sebuah Bangunan Rumah Diatasnya;

Pelindungan Hukum Bagi Pihak Yang Menempati Tanah Negara (berlangsung lama dan terus-menerus) dan Membangun Sebuah Bangunan Rumah Diatasnya


Sebenarnya kedudukan/posisi dari seseorang /warga yang menempati tanah negara tidak lebih hanya sebagai penggarap tanah negara.

Seseorang /warga selaku penggarap tanah negara dan mendirikan bangunan diatasnya hanyalah pemilik bangunan yang didirikannya namun bukan sebagai pemilik tanah.

Meskipun hanya sebagai penggarap tanah maka tetap perlu memperoleh perlindungan hukum, oleh karenanya bilamana ada pihak-pihak lain yang menguasai tanah tersebut diatas dengan ikut membangun dan mendirikan perkantoran di atas tanah garapan milik warga maka tindakan tersebut merupakan suatu tindakan melawan hukum. 

Mengambil alih tanah negara yang telah ditempati oleh warga secara turun menurun dan terus-menerus, harus diajukan kepada BPN menurut prosedur dalam peraturan perundang-undangan. Konsekuensi bila hal ini tidak diindahkan maka sudah sepatutnya untuk segera menyerahkan tanah tersebut kepada warga dalam keadaan bersih dan kosong;
Salam

AHP |ADVOKAT

AHP|ADVOKAT  memiliki keahlian dan pengalaman dalam bidang transaksi property baik jual beli dan sewa-menyewa lahan komersial dan property maupun penyelesaian sengketa property, di Pengadilan Tata Usaha Negara  (PTUN), Pengadilan Negeri (PN) dan penyelidikan kepolisian terkait penipuan dan perusakan property disamping itu Kami juga menyediakan pandangan hukum / (property insight) bagi para klien retainer kami yang beroperasi di bidang tanah dan property. Kami juga menyiapkan perjanjian jual-beli tanah, rumah, apartemen, pabrik serta  memberikan saran sesuai dengan regulasi tentang tanah dan property, mewakili klien dalam setiap transaksi / negosiasi sengketa property, dan kami  juga menyiapkan rancangan serta dokumentasi hukum terkait penyelesaian masalah transaksi tanah dan property secara umum.
AHP |ADVOKAT 
HP/WA:081905057198

Thursday 30 April 2020

PENGUSAHA WAJIB TAHU BEDA PKPU & KEPAILITAN

PENGUSAHA WAJIB TAHU BEDA PKPU & KEPAILITAN


Untuk Kepailitan, merujuk pada definisinya, kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas.

Sedangkan , PKPU yakni upaya debitur mengajukan permohonan ke pengadilan untuk menunda kewajiban pembayaran utang dengan maksud untuk mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran sebagian atau seluruh utang kepada kreditur.

Lebih lanjut, berikut terdapat empat perbedaan utama antara kepailitan dan PKPU. 
Pertama, dalam tahapan kepailitan mengenal adanya upaya hukum terhadap putusan majelis hakim Pengadilan Niaga, sedangkan PKPU tidak mengenal adanya upaya hukum apapun.
Dasar Hukum:
Merujuk pada Pasal 11 ayat (1) UU Nomor 37 Tahun 2004 memberi peluang kepada pemohon atau termohon mengajukan kasasi jika merasa tidak puas atas putusan majelis hakim Pengadilan Niaga. Setelah kasasi, pemohon atau termohon masih diberikan kesempatan untuk mengajukan peninjauan kembali atas putusan yang telah berkekuatan hukum tetap.


Kedua, UU Nomor 37 Tahun 2004 mengatur bahwa pengurusan atas harta debitur dalam kepailitan adalah kurator. Sementara dalam proses PKPU yang melakukan pengurusan harta debitor adalah pengurus.

Ketiga, dalam kepailitan, debitor kehilangan haknya untuk menguasai dan mengurus kekayaannya yang termasuk dalam harta pailit (boedel pailit) . Sedangkan dalam PKPU, debitor masih dapat melakukan pengurusan terhadap hartanya selama mendapatkan persetujuan dari pengurus (setiap tindakan oleh pengurus perseroan dalam menjalankan aktifitas usahanya harus diketahui dan mendapatkan persetujuan dari pengurus) 

Keempat, kepailitan tidak mengenal batas waktu tertentu terkait penyelesaian seluruh proses kepailitan setelah putusan Pengadilan Niaga. Sebaliknya, PKPU mengenal batas waktu yakni PKPU dan perpanjangannya tidak boleh melebihi 270 hari setelah putusan PKPU sementara diucapkan.

AHP|ADVOKAT berpengalaman dalam setiap penanganan perkara terkait kepailitan dan PKPU. Percayakan penyelesaian masalah anda kepada tim AHP|ADVOKAT. Segera hubungi:
Hp/WA: 081905057198
Email:a.f.hasanlawoffice@gmail.com

Sunday 26 April 2020

Reschedule Sebagai Solusi Kredit Macet

Reschedule Sebagai Solusi Kredit Macet

Kredit macet merupakan risiko yang dihadapi saat debitor mengajukan kredit. Salah satu penyebab dari Kredit macet sering kali terjadi karena pengaturan cashflow debitor yang kurang tetap sehingga diakhir jadwal pemenuhan kewajibannya akan kesulitan dalam membayar kredit. 

Ada berbagai macam upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi hal ini, salah satunya yakni dengan mengajukan permohonan reschedule kredit. 

Reschedule atau penjadwalan kembali kredit adalah pengubahan jadwal pembayaran kredit atau perubahan jangka waktu pemenuhan kewajiban. Reschedule kredit merupakan bagian dari restrukturisasi kredit. 

Dalam reschedule kredit, Jangka waktu kredit yang Anda punya bisa diperpanjang menurut kebijakan bank. Dengan perpanjangan jangka waktu kredit, maka kewajiban angsuran kredit setiap bulannya akan berkurang sehingga debitor diharapkan dapat mengatur kembali cashflownya
AHP|ADVOKAT
Registered Indonesian Advokat
HP/WA:081905057198

Saturday 25 April 2020

Tinjauan Ringkas Hak Kreditor Pemegang Jaminan Kebendaan Dalam Kepailitan

Tinjauan Ringkas Hak Kreditor Pemegang Jaminan Kebendaan Dalam Kepailitan

Untuk jaminan Fidusia, Hak yang didahulukan dari kreditor penerima fidusia tidak hapus karena adanya kepailitan dan/atau likuidasi debitor pemberi fidusia.

Pemberian hak didahulukan kepada kreditor penerima fidusia merupakan perwujudan dari asas droit depreference yang tertuang dalam Pasal 1134 ayat (2) KUHPer yang berbunyi sebagaiberikut:
“Hak istimewa ialah suatu hak yang oleh undang-undang diberikan kepada seorang berpiutang sehingga tingkatnya lebih tinggi daripada orang yang berpiutang lainnya, semata-mata berdasarkan sifat piutangnya. Gadai dan hipotik (sekarang ini diperluas hingga setiap obyek jaminan kebendaan diantaranya Jaminan Fidusia dan Hak Tanggungan) adalah lebih tinggi daripada hak istimewa, kecuali dalam hal-hal di mana oleh Undang-Undang ditentukan sebaliknya. 

Dalam hal debitor pemberi fidusia dinyatakan pailit oleh putusan pengadilan niaga maka kreditor pemegang jaminan fidusia berkedudukan sebagai kreditor separatis, yaitu kreditor yang dipisahkan dari kreditor lainnya oleh sebab adanya jaminan kebendaan yang menjamin piutangnya. Lebih lanjut hak kreditor penerima fidusia dalam kepailitan diatur dalam Pasal 55 ayat (1) UU Kepailitan yang menyatakan sebagai berikut:
“Dengan tetap memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56, Pasal 57, dan Pasal 58, setiap kreditor pemegang gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek, atau hak agunan atas kebendaan lainnya, dapat mengeksekusi haknya seolah-olah tidak terjadi kepailitan.”

AHP|ADVOKAT
Registered Indonesian Advokat

Wednesday 22 April 2020

Kompetensi Pengadilan Niaga VS Pengadilan Negeri:Salah Mengajukan Gugatan Akibatnya Gugatan Ditolak!! 

Kompetensi Pengadilan Niaga VS Pengadilan Negeri:Salah Mengajukan Gugatan Akibatnya Gugatan Ditolak!! 

Pengadilan Negeri tidak berwenang untuk mengadili perkara Kepailitan yang berkenaan dengan budel Pailit. 

Untuk pokok perkara gugatan sepanjang mengenai harta yang termasuk dalam budel pailit seharusnya gugatan diajukan ke Pengadilan Niaga.


Sesuai ketentuan Pasal 3 ayat (1) jo. Penjelasan Pasal 3 ayat (1) jo. Pasal 1 angka (7) Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, adalah :
- Pasal 3 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU, yang menyatakan : ‘Putusan atas Permohonan Pernyataan Pailit dan hal-hal lain yang berkaitan dengan dan/atau diatur dalam Undang-Undang ini, diputuskan oleh Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi daerah tempat kedudukan hukum debitor.’
- Pasal 1 angka (7) UU Kepailitan dan PKPU yang menyatakan : ‘Pengadilan adalah Pengadilan Niaga dalam ruang lingkup peradilan umum.’
- Penjelasan Pasal 3 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU, yang menyatakan : “Yang dimaksud dengan ‘hal-hal lain’ adalah antara lain:
- Actio Pauliana;
- Perlawanan Pihak Ketiga; atau
- Perkara dimana Debitor, Kreditor, Kurator atau Pengurus, menjadi salah satu pihak dalam perkara yang berkaitan dengan harta pailit;
- Termasuk gugatan Kurator terhadap Direksi yang menyebabkan Perseroan 
dinyatakan pailit karena kelalaiannya atau kesalahannya.


Kesimpulan :
Dengan mendasarkan pada Pasal 3 ayat (1) jo. Penjelasan Pasal 3 ayat (1) jo. Pasal 1 angka (7) Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, maka pengajuan ‘gugatan hal- hal lain’ utk kompetensi Pengadilan yang berwenang adalah Pengadilan Niaga.

AHP |ADVOKAT 

Tuesday 21 April 2020

Dapatkah Hubungan Antara Pemberi Kerja dan Pekerja Harmonis Kembali Setelah Selesai Berselisih di Pengadilan Hubungan Industrial?? (Realita Yang Dipaksakan) 

Dapatkah Hubungan Antara Pemberi Kerja dan Pekerja Harmonis Kembali Setelah Selesai Berselisih di Pengadilan Hubungan Industrial?? (Realita Yang Dipaksakan) 


Suatu perselisihan hubungan industrial antara pekerja dengan pemberi kerja dimana pekerja di PHK dan kemudian pihak pekerja mengajukan penyelesaian perselisihan hubungan industrial ke Pengadilan Hubungan Industrial dengan dalih “Pemutusan hubungan kerja batal demi hukum” dengan berdasarkan pada ketentuan Pasal 155 ayat (1) dan 170 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, 

yang konsekuensi hukumnya adalah kembali masuk bekerja seperti sedia kala maka, sudah dapat dipastikan bila permintaan pekerja dikabulkan oleh Pengadilan Hubungan Industrial, hubungan kerja yang ada kedepannya akan tetap menimbulkan konflik ketenagakerjaan yang berkepanjangan yang pada akhirnya akan merugikan para pihak sehingga, jalan keluar yang terbaik dan bermanfaat bagi kedua belah pihak adalah ‘PUTUS’ hubungan kerja antara Pekerja dengan Pemberi Kerja. 

Merujuk pada Penjelasan Umum Alinea III Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, maka penyelesaian yang adil dalam suatu perselisihan PHK adalah, Majelis Hakim pemeriksa perkara menyatakan ‘PUTUS’ hubungan kerja antara Pekerja dengan Pemberi Kerja terhitung sejak putusan diucapkan.

AHP |ADVOKAT
HP:081905057198


Mogok Kerja Yang Masuk Dalam Kategori / Dikualifikasikan Mengundurkan Diri

Mogok Kerja Yang Masuk Dalam Kategori / Dikualifikasikan Mengundurkan Diri

Mogok kerja yang dilakukan secara tidak sah serta pihak pemberi kerja telah memanggil Para pekerja yang mogok sebanyak 2 (dua) kali namun ternyata dalam waktu 7 (tujuh) hari lebih Para pekerja yang mogok tidak bersedia masuk kerja sehingga tindakan pemutusan hubungan kerja oleh pemberi kerja dalam bentuk PHK yang dikualifikasikan sebagai mengundurkan diri adalah sah sebagaimana dimaksud ketentuan Pasal 142 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 jo. Pasal 6 Kepmenakertrans Nomor232/Men/2003

AHP |ADVOKAT
Hp/Wa:081905057198

PHK Yang Dikualifikasi Sebagai Mengundurkan Diri.

PHK Yang Dikualifikasi Sebagai Mengundurkan Diri.

Seorang pekerja yang dikualifikasi mengundurkan diri oleh pemberi kerja  yakni harus terdapat dua syarat minimum yang sifatnya imperatif serta kumulatif untuk dapat diputus hubungan kerjanya (PHK) karena dikualifikasi sebagai “mengundurkan diri”, yakni:
- Pekerja mangkir selama 5 (lima) hari kerja atau lebih berturut-turut tanpa keterangan secara tertulis yang dilengkapi dengan bukti yang sah;
- Pengusaha tidak melarang pekerja bersangkutan untuk masuk bekerja; dan
- Telah dipanggil oleh pengusaha 2 (dua) kali secara patut dan tertulis.

AHP|ADVOKAT
Hp/WA wwe: 081905057198

Friday 31 January 2020

Bagi Pelaku Usaha Yang Mau Mendirikan PT Wajib Memahami Karateristik PT Secara Benar!!



Bagi Pelaku Usaha Yang Mau Mendirikan PT Wajib Memahami Karateristik PT Secara Benar!!

Bagi pelaku usaha yang berminat mendirikan sebuah PT maka wajib memahami karakteristik sebuah PT agar kegiatan usaha yang dibentuknya dapat berjalan secara sah dan aman.

Bentuk dan Jenis/Macam PT
Bentuk PT banyak macam dan jenisnya yang tentunya wajib dipahami oleh para pelaku usaha. Bagi para pelaku usaha yang ingin mengembangkan perusahaannya menjadi PT. Berikut ini sekilas penjelasan terkait macam-macam PT.

1. PT Tertutup
Saham pada Perseroan Terbatas tertutup ini hanya bisa dimiliki oleh orang-orang tertentu saja dan pemegang saham perusahaannya tidak menjual untuk masyarakat secara umum.

2. PT Terbuka
Kebalikan dari PT Tertutup, untuk perusahaan ini sahamnya terbuka dimiliki atau dibeli masyarakat umum.

3. PT Domestik
Perseroan Terbatas ini didirikan dan menjalankan kegiatan usahanya di dalam negeri (lokal) dan mematuhi segala peraturan yang berlaku di Republik Indonesia.

5. PT Asing
Domisli dari Perusahaan ini berada di luar negeri, yang tentunya mematuhi segala peraturan di negara bersangkutan.

Ciri-Ciri Perseroan Terbatas

Tujuan utama dari pendirian sebuah PT adalah untuk mendatangkan keuntungan (profit oriented). Untuk Modal perusahaan terkumpul dari saham-saham.. Perusahaan ini dipimpin oleh minimal seorang Direksi dan mempunyai Komisaris yang berfungsi sebagai penasehat dan pengawas. Kekuasaan tertinggi pada perusahaan ini berada pada Rapat Umum Pemegang Saham atau RUPS.

Karakteristik Perseroan Terbatas

Bagi para pelaku usaha yang ingin mendirikan PT perlu untuk mengenal apa saja karakteristik dari Perseroan Terbatas!

1. Perusahaan didirikan oleh dua orang atau lebih
Ketentuan tersebut tertera pada Pasal 7 Ayat 1 UUPT (Undang-Undang Perseroan Terbatas). Dan setiap pendirinya diwajibkan untuk mengambil bagian saham dalam jumlah tertentu.
Sedangkan Pasal 7 Ayat 7 UUPT menjelaskan kalau ketentuan di atas tidak diberlakukan untuk PT yang keseluruhan sahamnya dikuasai oleh Negara atau BUMN, Lembaga Kliring dan Penjaminan, PT yang mengelola Bursa Efek, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian serta lembaga lain yang sudah diatur pada Undang-Undang mengenai Pasar Modal.

2. PT didirikan dengan dasar perjanjian tertulis yang tertuang pada Akta Notaris
Sebuah PT tidak sah bila didirikan atas dasar lisan semata. Jadi pendiriannya harus melalui Notaris (akta otentik). Pasal 7 Ayat 1 UUPT dengan tegas menjelaskan, kalau perjanjian pembuatan Perseroan Terbatas wajib tertuang di dalam akta otentik, yang dibuat di hadapan Notaris dan akta tersebut tertulis dengan Bahasa Indonesia.

3. Penentuan Modal Dasar, Modal Ditempatkan, Modal Disetor
Modal pada Perseroan Terbatas terdiri atas tiga macam, yakni Modal Dasar, Modal Ditempatkan dan juga Modal Disetor. Modal Dasar merupakan akumulasi keseluruhan nilai nominal dari saham yang diterbitkan oleh Perseroan Terbatas. Modal Ditempatkan merupakan saham atau modal yang sudah diambil oleh pemegang saham atau pendiri perusahaan untuk dilunasi. Sedangkan Modal Disetor merupakan saham yang sudah dilunasi dan sudah dibukukan di dalam kas Perseroan Terbatas.

4.Adanya Pemisahan Harta Kekayaan Perseroan Terbatas
Perseroan Terbatas mempunyai harta kekayaannya sendiri yang dipisahkan dengan kekayaan pengurusnya. Jadi dengan ketentuan tersebut, maka pemegang saham tidak dibebani tanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh PT. Ketentuan tersebut juga berlaku bagi Dewan Komisaris dan Direksi.

5. Tanggung Jawab Terbatas Bagi Dewan Komisaris, Direksi dan Pemegang Saham
Direksi mempunyai kewenangan untuk berperan sebagai pengurus dan mewakili PT didalam dan diluar PT. Berbagai hal mengenai kepengurusan Perseroan Terbatas merupakan wewenang dari anggota Direksi. Dewan Komisaris memiliki wewenang untuk melakukan fungsi menasehati dan pengawasan atas pengurusan yang dilakukan oleh Direksi.

Anggota Direksi tidak bisa dimintai tanggung jawab secara pribadi akibat tindakan yang dilakukannya sebagai anggota Direksi dengan catatan segala tindakannya itu atas dasar demi kepentingan perusahaan / tidak ada benturan kepentingan, beritikad baik dan jujur dalam pengurusan PT dan dapat membuktikan bahwa kerugian yang dialami oleh perseroan bukan karena kelalaian dan kesalahannya. Itulah kenapa Direksi tidak bisa dimintai tanggung jawab secara pribadi, kalau perusahaan mengalami kerugian. Tanggung jawab terbatas tersebut juga diterapkan bagi Dewan Komisaris dan Pemegang Saham.

 Salam
Aslam Hasan
HP/WA: 081905057198
Email: a.f.hasanlawoffice@gmail.com