Saturday 29 May 2021

Kenaikan Tindak Pidana Perbankan

Kenaikan Tindak Pidana Perbankan


Klik juga mengenai artikel lain dibawah ini

Layanan AHP|ADVOKAT
HUKUM PERBANKAN
  1. Legal due diligence untuk Pembiayaan suatu proyek baik proyek pemerintah maupun swasta, 
  2. Analisa setiap Dokumen Kredit Bank, Kredit Sindikasi,kredit program, 
  3. Penanganan Kasus-kasus pidana perbankan, 
  4. Penyelesaian kredit bermasalah atau macet, 
  5. Eksekusi benda jaminan, 
  6. Kartu kredit (credit card),
  7. Penyelesaian persoalan seputar jasa operasional perbankan, dan lain-lain.
Salam
Tim AHP|ADVOKAT





Syarat Minimum Pengajuan Kepailitan

Syarat Minimum Pengajuan Kepailitan

Dengan berdasar pada pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang ("UU Kepailitan dan PKPU"), disebutkan didalam pasal tersebut;

"Debitur yang mempunyai dua atau lebih Kreditur dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan Putusan Pengadilan baik atas permohonan satu atau lebih Krediturnya";

Dari ketentuan pasal diatas cukup jelas bahwa pengajuan suatu kepailitan harus minimal terdapat 2 kreditor dimana terdapat satu utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih

Salam
Tim AHP|ADVOKAT






Memaknai Kepailitan Kampung Kurma Bersama Rekan Advokat Aslam Fetra Hasan

Memaknai Kepailitan Kampung Kurma Bersama Rekan Advokat Aslam Fetra Hasan



Suatu penawaran dari PT Kampung Kurma Jonggol kepada para investor-investornya mengenai investasi yang berakhir tidak sesuai kesepakatan. Patut dijadikan kewaspadaan bersama dalam berinvestasi dibidang apapun dan perlu melibatkan Advokat dalam setiap langkah bisnis yang diambil supaya aman.

PT Kampung Kurma Jonggol telah diputus pailit dengan segala akibat hukumnya, kali ini rekan Advokat Aslam Fetra Hasan akan mengurai makna kepailitan 

Memaknai Dasar Kepailitan
Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang ("UU Kepailitan dan PKPU"), disebutkan didalam pasal tersebut;
"Debitur yang mempunyai dua atau lebih Kreditur dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan Putusan Pengdilan baik atas permohonan satu atau lebih Krediturnya";
 
Karena itu sesuai dengan Pasal 8 ayat (4) Undang-Undang Kepailitan dan PKPU, menyatakan:
"Permohonan pernyataan pailit harus dikabulkan apabila terdapat fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana bahwa persyaratan untuk dinyatakan pailit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) telah dipenuhi"

Sesuai dengan ketentuan pasal diatas apabila dilapangan sudah tidak disengketakan besaran utang-piutang yang ada serta tidak adalagi  memerlukan pembuktian lebih lanjut dalam artian sudah jelas dan dapat dipastikan jumlah hutangnya yang sudah jatuh tempo dan dapat ditagih  maka semestinya permohonan pailit diterima apalagi didapatkan suatu fakta  Kepailitan PT Kampung Kurma Jonggol karena tidak tercapainya perdamaian (Homologasi)

Salam
Tim AHP|ADVOKAT


Pengembalian Barang Bukti

Pengembalian Barang Bukti

Apabila dalam proses pengadilan sudah dijatuhkan putusan (vonis) maka dengan merujuk pada ketentuan dalam pasal 46 (2) KUHAP.

Apabila perkara sudah diputus, maka benda yang dikenakan penyitaan dikembalikan kepada orang atau kepada mereka yang disebut dalam putusan tersebut, kecuali jika menurut putusan hakim benda itu:

1)dirampas untuk negara, 

2)untuk dimusnahkan atau,

3)untuk dirusakkan sampai tidak dapat dipergunakan lagi atau, 

4)jika benda tersebut masih diperlukan sebagai barang bukti dalam perkara lain.

Salam

Tim AHP|ADVOKAT

Wednesday 26 May 2021

Salinan BAP (Berita Acara Pemeriksaan) Hak Tersangka atau Kuasa Hukum

Salinan BAP (Berita Acara Pemeriksaan) Hak Tersangka atau Kuasa Hukum

Berita acara pemeriksaan (“BAP”) termasuk dalam isi berkas perkara. Pemeriksaan saksi, Ahli, mendapatkan keterangan tersangka termasuk dalam ranah Penyidikan.

BAP yang merupakan catatan dari hasil pemeriksaan secara lisan atas suatu perkara pidana, baik berisi keterangan saksi maupun keterangan tersangka.

Berdasarkan Pasal 75 ayat 1 KUHAP Berita Acara dibuat untuk setiap tindakan yang berkaitan dengan :

  1. Pemeriksaan tersangka
  2. Penangkapan
  3. Penahanan
  4. Pengeledahan
  5. Pemasukan rumah
  6. Penyitaan benda
  7. Pemeriksaan surat
  8. Pemeriksaan saksi
  9. Pemeriksaan di tempat kejadian
  10. Pelaksanaan penetapan dan putusan pengadilan; dan
  11. Pelaksanaan tindakan lain sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang di dalam KUHAP.

Dalam suatu kasus Tipibank, merujuk pendapat Rekan Advokat Aslam Fetra Hasan bahwa sudah menjadi Hak Tersangka untuk meminta atau tidak turunan/salinan BAP yang telah ditandatanganinya dan sudah menjadi kewajiban bagi pihak penyidik untuk menyerahkan hasil dari BAP tersebut untuk diberikan kepada Tersangka atau Penasihat Hukumnya sendiri untuk kepentingan pembelaannya. 

Adapun dasar hukumnya telah diatur dan ditegaskan dalam Pasal 72 KUHAP, yang berbunyi sebagai berikut: “Atas permintaan Tersangka atau Penasihat Hukumnya pejabat yang bersangkutan memberikan turunan berita acara pemeriksaan untuk kepentingan pembelaannya.”

Salam

AHP|ADVOKAT

Kupas Tuntas Penangkapan Dalam Kasus Tipibank Suatu Kajian Advokat Aslam Fetra Hasan

Kupas Tuntas Penangkapan Dalam Kasus Tipibank Suatu Kajian Advokat Aslam Fetra Hasan


Penangkapan adalah suatu tindakan penyidik berupa pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikan atau penuntutan dan atau peradilan dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.

Lalu, apakah syarat sah nya suatu penangkapan oleh polisi kepada seorang yang ditangkap?

Alasan penangkapan atau syarat penangkapan tersirat dalam Pasal 17 KUHAP:

1) seorang yang diduga keras melakukan tindak pidana;

2)dugaan yang kuat itu didasarkan pada bukti permulaan yang cukup.

Dan merujuk pada peraturan Kapolri Nomor 8 tahun 2009 bahwa penangkapan:

1)Dilarang penangkapan secara sewenang-wenang dan tidak berdasarkan hukum;

2)Tindakan penangkapan hanya dapat dilakukan dalam pelaksanaan tugas kepolisian dengan alasan sebagai berikut:
a. terdapat dugaan kuat bahwa seseorang telah melakukan kejahatan;
b. untuk mencegah seseorang melakukan kejahatan; dan
c. untuk memelihara ketertiban dalam masyarakat.

Dalam melakukan penangkapan setiap petugas wajib untuk:

a)memberitahu/menunjukkan tanda identitasnya sebagai petugas Polri;

b)menunjukkan surat perintah penangkapan kecuali dalam keadaan
tertangkap tangan;

c)memberitahukan alasan penangkapan;

d)menjelaskan tindak pidana yang dipersangkakan termasuk ancaman
hukuman kepada tersangka pada saat penangkapan;

e)menghormati status hukum anak yang melakukan tindak pidana dan
memberitahu orang tua atau wali anak yang ditangkap segera setelah
penangkapan;

f)senantiasa melindungi hak privasi tersangka yang ditangkap; dan

g)memberitahu hak-hak tersangka dan cara menggunakan hak-hak tersebut,
berupa hak untuk diam, mendapatkan bantuan hukum dan/atau didampingi
oleh penasihat hukum, serta hak-hak lainnya sesuai KUHAP.

(2) Setelah melakukan penangkapan, setiap petugas wajib untuk membuat berita acara penangkapan yang berisi:
a. nama dan identitas petugas yang melakukan penangkapan;

b. nama identitas yang ditangkap;

c. tempat, tanggal dan waktu penangkapan;

d. alasan penangkapan dan/atau pasal yang dipersangkakan;

e. tempat penahanan sementara selama dalam masa penangkapan; dan

f. keadaan kesehatan orang yang ditangkap

Salam
Tim AHP|ADVOKAT

Tuesday 25 May 2021

Kasus Tindak Pidana Perbankan di BPR MAMS Bekasi Terungkap

Berita Tindak Pidana Perbankan:

Kasus Tindak Pidana Perbankan di BPR MAMS Bekasi Terungkap

Yanuar Riezqi Yovanda

Selasa, 21 Agustus 2018 - 15:36 WIB

JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkap kasus Tindak Pidana Perbankan yang dilakukan Komisaris BPR Multi Artha Mas Sejahtera berinisial H dengan nilai Rp6,28 miliar yang digunakan untuk kepentingan pribadi.

Kepala Departemen Penyidikan Sektor Jasa Keuangan Rokhmad Sunanto menjelaskan, pengungkapan kasus ini berawal dari temuan dalam proses pengawasan yang dilakukan OJK terhadap kegiatan BPR MAMS yang kemudian ditindaklanjuti oleh Satuan Kerja Penyidikan Sektor Jasa Keuangan OJK.

Modus operandi yang dilakukan H sebagai Komisaris PT BPR MAMS adalah dengan pencatatan palsu dalam pembukuan atau dalam proses laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank.

"Dengan sengaja menyebabkan tidak dilakukannya pencatatan dalam pembukuan atau dalam laporan maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening PT BPR Multi Artha Mas Sejahtera Bekasi," ujarnya di Jakarta, Selasa (21/8/2018).

Sejumlah tindakan penyidikan yang telah dilakukan OJK terkait kasus ini antara lain: memeriksa 6 orang saksi termasuk pegawai PT BPR MAMS Bekasi, 1 orang ahli dari Institut Keuangan Perbankan dan Informatika Asia (Perbanas) di Jakarta; memeriksa 1 orang tersangka.

Kemudian menyita barang bukti berupa dokumen kredit dan kelengkapannya dengan penetapan penyitaan dari Pengadilan Negeri Bekasi, menyerahkan Berkas Perkara kepada Jaksa Penuntut Umum, menyerahkan tersangka dan barang bukti kepada Jaksa Penuntut Umum.

PT Bank Perkreditan Rakyat Multi Artha Mas Sejahtera, yang beralamat di Revo Town (Bekasi Square Shopping Center) Nomor 78, Pekayon Jaya, Kota Bekasi telah dicabut izin usahanya oleh OJK sejak 2 tahun lalu, yakni sejak tanggal 26 Agustus 2016.


Ulasan Berita

Bahwa dalam pemberitaan diatas, Kasus Tindak Pidana Perbankan di BPR MAMS Bekasi yang terungkap didasarkan pada adanya tindak pidana perbankan sebagaimana dimuat dalam pasal 49 (a)

Pasal 49

Anggota Dewan Komisaris, Direksi, atau pegawai bank yang dengan sengaja:

a. membuat atau menyebabkan adanya pencatatan palsu dalam pembukuan atau dalam proses laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank;

Adapun unsur-unsur termuat dalam pasal 49 (a) ini sebagaimana informasi dari OJK adalah sbb:

-Membuat, diartikan sebagai menciptakan, menjadikan, atau menghasilkan, melakukan, mengerjakan pencatatan atas suatu transaksi yang tidak pernah terjadi (tidak ada underlying transaction).

-Menyebabkan,

diartikan sebagai menyuruh pihak lain untuk melakukan pencatatan palsu,mempengaruhi, memberikan instruksi, memberikan data palsu, sehingga mengakibatkan adanya pencatatan palsu.

-Pencatatan Palsu,

adalah proses atau cara mencatat,perbuatan mencatat transaksi yang tidak sah atau tidak benar atau fiktif.

-Pembukuan, laporan, dokumen, laporan kegiatan usaha, laporan transaksi, atau rekening suatu bank,

a) Pembukuan: pencatatan dalam jurnal,sub-ledger, dan ledger;

b) Laporan: laporan yang dibuat oleh bank baik laporan keuangan maupun laporan non keuangan untuk keperluan intern atau ekstern, antara lain Neraca, Laporan Laba Rugi,rekening administratif (off balance-sheet), laporan Direktur Kepatuhan,laporan Batas Maksimum Pemberian kredit(BMPK), laporan PDN; 

-Dokumen: bukti pembukuan (misalnya voucher, kuitansi, deal slip); data pendukung pembukuan termasuk surat-surat (akta, perjanjian, bilyet)dan lainnya yang dapat dipersamakan dengan hal tersebut;

-Laporan Kegiatan Usaha: Laporan Tahunan, Neraca dan Laporan Rugi/Laba, Laporan Publikasi; Laporan mengenai segala kegiatan usaha yang dilakukan.

-Laporan Transaksi: rincian transaksi, Laporan mengenai segala transaksi yang dilakukan.

-Rekening: gambaran seluruh aktivitas keuangan individual yang tercatat didalam pembukuan bank, misalnya rekening giro, rekening tabungan, rekening surat berharga, rekening modal, termasuk seluruh rekening yang ada pada bank (rekening individual dan/atau rekening buku besar).

Lebih lanjut, terhadap tindak pidana dalam ketentuan pasal 49 Ini merujuk pada pendapat Advokat Aslam Fetra Hasan yakni bilamana terbukti (harus ada bukti permulaan yang cukup) membuat atau menyebabkan adanya pencatatan palsu sehingga tidak sesuai dengan ketentuan perbankan yang ada maka sesuai dengan sanksi pidana dalam UU Perbankan diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah). 


Salam

TIM AHP|ADVOKAT

Monday 24 May 2021

Prosedur Pembukaan Rahasia Bank Khusus Untuk Kepentingan Peradilan Perkara Pidana-Petugas Bank Wajib Tahu-

Prosedur Pembukaan Rahasia Bank Khusus Untuk Kepentingan Peradilan Perkara Pidana-Petugas Bank Wajib Tahu-


Dalam proses perkara pidana, mengenai kerahasiaan Bank dapat diterobos dengan berdasarkan pada ketentuan yang dimuat dalam UU Perbankan Pasal 42 yang menyatakan:

Pasal 42
(1)Untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana, Pimpinan Bank Indonesia dapat memberikan izin kepada polisi, jaksa, atau hakim untuk memperoleh keterangan dari bank mengenai simpanan tersangka atau terdakwa pada bank.

(2) Izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan secara tertulis atas permintaan tertulis dari Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Jaksa Agung, atau Ketua Mahkamah Agung

(3)Permintaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus menyebutkan nama dan jabatan polisi, jaksa, atau hakim, nama tersangka atau terdakwa, alasan diperlukannya keterangan dan hubungan perkara pidana yang bersangkutan dengan keterangan yang diperlukan."

Ketentuan yang dimuat dalam pasal diatas adalah syarat-syarat formil yang harus dipenuhi untuk dapat menerobos kerahasiaan nasabah penyimpan dan simpanannya, masih mengutip pendapat dari Advokat Aslam Fetra Hasan bahwa dalam hal ketentuan persyaratan diatas tidak terpenuhi (tidak ada ijin dari pimpinan bank Indonesia /saat ini Pimpinan OJK maka petugas bank tidak wajib untuk memenuhi permintaan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya

Salam
Tim AHP|ADVOKAT

KERAHASIAN BANK PENDAPAT ADVOKAT ASLAM FETRA HASAN

KERAHASIAN BANK PENDAPAT ADVOKAT ASLAM FETRA HASAN

Dengan mengutip uraian yang disampaikan oleh rekan Advokat Aslam Fetra Hasan Ruang lingkup rahasia bank meliputi keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya,lebih lanjut Pengecualian atas ketentuan rahasia bank meliputi: 

1) untuk kepentingan perpajakan, atas perintah tertulis dari Pimpinan OJK);

2) untuk penyelesaian piutang bank yang sudah diserahkan kepada BUPLN/PUPN, atas izin Pimpinan OJK);

3) untuk kepentingan peradilan perkara pidana, atas izin Pimpinan OJK;

4) dalam sengketa perkara perdata antara bank dengan nasabahnya;

5) dalam rangka tukar menukar informasi antar bank;

6)atas permintaan, persetujuan, atau kuasa dari nasabah penyimpan dana yang dibuat secara tertulis; dan

7) atas permintaan ahli waris yang sah dari nasabah (simpanan) yang telah meninggal dunia.


Salam

TIM AHP |ADVOKAT

Karakteristik Tindak Pidana Perbankan

Karakteristik Tindak Pidana Perbankan

    Sumber Gambar:klik

Tindak pidana perbankan (Tipibank) termuat dalam Undang-Undang Perbankan membedakan sanksi pidana kedalam dua bentuk, yaituk kejahatandan pelanggaran. 

Tipibank dalam bentuk kejahatan terdiri dari tujuh pasal, yaitu Pasal 46, 47, 47A, 48 ayat (1), 49, 50, dan Pasal 50A UU Perbankan 

Pasal 46 
Keterangan Pasal 46 ayat (1) diubah, sehingga Pasal 46 ayat (1) menjadi berbunyi sebagai berikut:
(1) Barang siapa menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan tanpa izin usaha dari Pimpinan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp 20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah)."

Pasal 47
(1) Barang siapa tanpa membawa perintah tertulis atau izin dari Pimpinan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 41A, dan Pasal 42, dengan sengaja memaksa bank atau Pihak Terafiliasi untuk memberikan keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp 200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah).

(2) Anggota Dewan Komisaris, Direksi, pegawai bank atau Pihak Terafiliasi lainnya yang sengaja memberikan keterangan yang wajib dirahasiakan menurut Pasal 40, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp 4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah) dan paling banyak Rp 8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah)."

"Pasal 47A
Anggota Dewan Komisaris, Direksi, atau pegawai bank yang dengan sengaja tidak memberikan keterangan yang wajib dipenuhi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42A dan Pasal 44a, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp. 4.000.000.000.00 (empat miliar rupiah) dan paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah)."

Pasal 48 ayat 1
Anggota Dewan Komisaris, Direksi, atau pegawai bank yang dengan sengaja tidak memberikan keterangan yang wajib dipenuhi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) dan ayat (2) dan Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2), diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp100.000.000,000,00 (seratus miliar rupiah)."

Pasal 49
Anggota Dewan Komisaris, Direksi, atau pegawai bank yang dengan sengaja:

a. membuat atau menyebabkan adanya pencatatan palsu dalampembukuan atau dalam proses laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank;

b. menghilangkan atau tidak memasukkan atau menyebabkan tidak dilakukannya pencatatan dalam pembukuan atau dalamlaporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha,laporan transaksi atau rekening suatu bank;

c. mengubah, mengaburkan, menyembunyikan, menghapus, atau
menghilangkan adanya suatu pencatatan dalam pembukuan atau dalam laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank, atau dengan sengaja mengubah, mengaburkan, menghilangkan, menyembunyikan atau merusak catatan pembukuan tersebut, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah).


(2) Anggota Dewan Komisaris, Direksi, atau pegawai bank yang dengan sengaja:
a. meminta atau menerima, mengizinkan atau menyetujui untuk menerima suatu imbalan, komisi, uang tambahan, pelayanan, uang atau barang berharga, untuk keuntungan pribadinya atau untuk keuntungan keluarganya, dalam rangka mendapatkan atau berusaha mendapatkan bagi orang lain dalam memperoleh uang muka, bank garansi, atau fasilitas kredit dari bank, atau dalam rangka pembelian atau pendiskontoan oleh bank atas surat-surat wesel, surat promes, cek, dan kertas dagang atau bukti kewajiban lainnya, ataupun dalam rangka memberikan persetujuan bagi orang lain untuk melaksanakanpenarikan dana yang melebihi batas kreditnya pada bank;

b. tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan bank terhadap ketentuan dalam Undang-undang ini dan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku bagi bank, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun dan paling lama 8 (delapan) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah)."

Pasal 50
Pihak Terafiliasi yang dengan sengaja tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan bank terhadap ketentuan dalam Undang-undang ini dan peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku bagi bank, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurang 3 (tiga) tahun dan paling lama 8 (delapan) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).

Pasal 50a
Pemegang saham yang dengan sengaja menyuruh Dewan Komisaris, Direksi, atau pegawai bank untuk melakukan atau tidak melakukan tindakan yang mengakibatkan bank tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan bank terhadap ketentuan dalam Undang-undang ini dan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku bagi bank,diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 7 (tujuh) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah)."

Tipibank dengan kualifikasi pelanggaran dengan sanksi  pidana yang lebih ringan daripada tindak pidana yang dikualifikasika kejahatan, terdiri dari satu pasal, yaitu Pasal 48 ayat (2).

Pasal 48 (2)
Anggota Dewan Komisaris, Direksi, atau pegawai bank yang dengan lalai memberikan keterangan yang wajib dipenuhi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) dan ayat (2) dan Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2), diancam dengan pidana kurungan sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun dan paling lama 2 (dua) tahun dan atau denda sekurang-kurangnya Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah)."

Salam
AHP|ADVOKAT

Tindak Pidana Perbankan

TINDAK PIDANA PERBANKAN

Tindak pidana perbankan menyasar dana masyarakat yang disimpan di bank secara melawan hukum, oleh karenanya tindak pidana perbankan merugikan kepentingan berbagai pihak, baik bank itu sendiri maupun nasabah penyimpan dana.

Tindak pidana perbankan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 sampai dengan Pasal 50A Undang-Undang Perbankan atau Pasal 59 sampai dengan Pasal 66 Undang-Undang Perbankan Syariah dengan Ruang lingkup tipibank adalah:

a. Tindak pidana berkaitan dengan perizinan;

b. Tindak pidana berkaitan dengan rahasia bank;

c. Tindak pidana berkaitan dengan pengawasan bank;

d. Tindak pidana berkaitan dengan kegiatan usaha bank;

e.Tindak pidana berkaitan dengan pihak terafiliasi;

f. Tindak pidana berkaitan dengan pemegang saham;

g. Tindak pidana berkaitan dengan ketaatan terhadap ketentuan.

Salam

Tim AHP|ADVOKAT

Sunday 23 May 2021

Mengenal Jasa Hukum dan Layanan Hukum

AHP| ADVOKAT

  Link Sumber gambar


Ruang Lingkup Jasa Hukum:

HUKUM PERDAGANGAN:
  • Pendirian Badan-badan Usaha, seperti: UD, CV, Firma, PT, Koperasi, Yayasan dll., 
  • Pengurusan Legalitas Perijinan Usaha, 
  • Pembuatan kontrak-kontrak dagang, 
  • Analisa/Review kontrak-kontrak dagang, 
  • Proses Pelanggaran kontrak dagang (breach of contract), 
  • Mempertahankan kontrak dagang, 
  • Mengajukan gugatan sengketa dagang, 
  • Drafting dan Penggunaan Surat Berharga, dan lain-lain.

HUKUM PERBANKAN
  • Legal due diligence untuk Pembiayaan suatu proyek baik proyek pemerintah maupun swasta, 
  • Analisa setiap Dokumen Kredit Bank, Kredit Sindikasi,kredit program, 
  • Penanganan Kasus-kasus pidana perbankan, 
  • Penyelesaian kredit bermasalah atau macet, 
  • Eksekusi benda jaminan, 
  • Kartu kredit (credit card),
  • Penyelesaian persoalan seputar jasa operasional perbankan, dan lain-lain.

HUKUM PERUSAHAAN
  • Pembuatan Draft Anggaran Dasar Perusahaan, 
  • Pendirian Perusahaan seperti UD, Firma, CV, Koperasi dan Perseroan Terbatas, 
  • Pengurusan Legalitas Perijinan dan operasional  Usaha, 
  • Pembuatan Draft Perjanjian dan/atau Dokumen perusahaan lainnya (Legal Drafting), 
  • Pengurusan Legalitas Kontrak/Kerjasama dengan Perusahaan lain, Investasi (Penanaman Modal) pada perusahaan lain, 
  • Legal Audit Dokumen Perusahaan, 
  • Pembubaran suatu perusahaan.

HUKUM PERDATA UMUM
Meliputi perkara-perkara:
  • utang Piutang,
  • Hibah, 
  • Jual Beli, 
  • Sewa Menyewa, 
  • Pinjam Meminjam, 
  • Perbuatan Melawan Hukum, 
  • ingkar janji (wanprestasi), 
  • titip jual, 
  • transaksi leasing, 
  • anjak piutang, 
  • pembiayaan konsumen dan lain-lain.

HUKUM PERTANAHAN
  • Sengketa kepemilikan Tanah, 
  • Sengketa jual beli, 
  • Sewa menyewa tanah, 
  • Kasus penghunian tanah oleh orang tidak berhak, 
  • Kasus penyerobotan tanah, 
  • kasus sertifikat gandaserta kasus-kasus bidang pertanahan lainnya

Tim AHP|ADVOKAT