Aturan Hukum mengenai Hibah Atas Tanah : Bagian 1
Dasar Hukum
- Pasal 26 UU No 5 Tahun 1960
- Pasal 37 Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997
- Pasal 112 Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997
- Pasal 1666-1693 KUH Perdata
Dengan merujuk kepada ketentuan dalam Pasal 26 UU No 5 Tahun 1960, Hibah merupakan salah satu alas hak untuk memindahkan kepemilikan hak milik. Lebih lanjut pengaturannya sebagaimana dimuat dalam Pasal 37 Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 jo pasal Pasal 112 Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997.
Pasal 37 Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997: Peralihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun melalui jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hak melalui lelang hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 112 Peraturan Menteri
Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 sbb:
Dalam hal pewarisan disertai
dengan hibah wasiat, maka:
a. jika hak atas tanah atau
Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang dihibahkan sudah tertentu, maka
pendaftaran peralihan haknya dilakukan atas permohonan penerima hibah dengan
melampirkan:
1) sertipikat hak atas tanah
atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun atas nama pewaris, atau apabila hak atas
tanah yang dihibahkan belum terdaftar, bukti pemilikan tanah atas nama pemberi
hibah sebagaimana dimaksud Pasal 24 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997;
2) surat kematian pemberi
hibah wasiat dari Kepala Desa/Lurah tempat tinggal pemberi hibah wasiat
tersebut waktu meninggal dunia, rumah sakit, petugas kesehatan, atau intansi
lain yang berwenang;
3) a) Putusan Pengadilan atau
Penetapan Hakim/Ketua Pengadilan mengenai pembagian harta waris yang memuat
penunjukan hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang
bersangkutan sebagai telah dihibah wasiatkan kepada pemohon, atau
b) Akta PPAT mengenai hibah
yang dilakukan oleh Pelaksana Wasiat atas nama pemberi hibah wasiat sebagai
pelaksanaan dari wasiat yang dikuasakan pelaksanaannya kepada Pelaksana Wasiat
tersebut,
atau
c) akta pembagian waris
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 111 ayat (2) yang memuat penunjukan hak atas
tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang bersangkutan sebagai telah
dihibah wasiatkan kepada pemohon,
4) surat kuasa tertulis dari
penerima hibah apabila yang mengajukan permohonan pendaftaran peralihan hak
bukan penerima hibah;
5) bukti identitas penerima
hibah;
6) bukti pelunasan pembayaran
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor
21 Tahun 1997, dalam hal bea tersebut terutang;
7) bukti pelunasan pembayaran PPh sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 dan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1996, dalam hal pajak tersebut terutang.
b. jika hak atas tanah atau Hak Milik Atas
Satuan Rumah Susun yang dihibahkan belum tertentu, maka pendaftaran peralihan
haknya dilakukan kepada para ahli waris dan penerima hibah wasiat sebagai harta
bersama
Selanjutnya dengan merujuk kepada
ketentuan dalam KUHP Perdata pasal 1666-1693 KUH Perdata seperangkat aturan
mengenai Hibah dan tatacaranya juga diatur secara rinci.Beraap pasal yang menjadi
sorotan bersama.
Pasal 1666 KUH Perdata:
Penghibahan adalah suatu
persetujuan dengan mana seorang penghibah menyerahkan suatu barang secara
cuma-cuma, tanpa dapat menariknya kembali, untuk kepentingan seseorang yang
menerima penyerahan barang itu. Undang-undang hanya mengakui penghibahan- penghibahan
antara orang-orang yang masih hidup
Penjelasan:
Pasal 1666 KUH Perdata menjelaskan tentang penghibahan
sebagai berikut:
1.Definisi Penghibahan: Penghibahan merupakn perjanjian
di mana seorang penghibah menyerahkan barang kepada penerima hibah secara
cuma-cuma, tanpa mengharapkan imbalan atau pembayaran.
2. Tanpa Dapat Menarik Kembali: bahwa penghibah tidak
dapat menarik kembali barang yang telah dihibahkan setelah penyerahan
dilakukan.
3. Kepentingan Penerima: Penghibahan dilakukan untuk
kepentingan penerima hibah
4. Penghibahan Antara Orang Hidup: Pasal ini juga menegaskan bahwa undang-undang hanya mengakui penghibahan yang dilakukan antara orang-orang yang masih hidup.
Secara keseluruhan, Pasal 1666 KUH Perdata memberikan
kerangka hukum mengenai definisi penghibahan, menekankan sifat sukarela,
ketidakmampuan untuk menarik kembali, dan batasan bahwa penghibahan hanya
berlaku antara orang yang masih hidup.
Salam
Tim AHP Advokat