Monday 23 April 2018

Kejagung Cekal Karen Agustiawan Terkait Dugaan Korupsi Blok BMG


Kejagung Cekal Karen Agustiawan Terkait Dugaan Korupsi Blok BMG



Jakarta, Aktual.com – Kejaksaan Agung menyatakan mantan Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Karen Galaila Agustiawan (KGA) telah dicegah bepergian ke luar negeri sejak dirinya menjadi saksi dugaan korupsi investasi perusahaan tersebut di Blok Basker Manta Gummy (BMG) Australia tahun 2009 yang merugikan keuangan negara Rp568 miliar.

Saat ini, Karen sudah ditetapkan sebagai tersangka sesuai Surat Perintah Penetapan Tersangka Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: Tap-13/F.2/Fd.1/03/2018 tanggal 22 Maret 2018.

“KGA sudah dicegah sejak masih sebagai saksi,” kata Direktur Penyidikan (Dirdik) pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM Pidsus), Warih Sadono, Kamis (5/4) malam.

Demikian pula dengan dua tersangka lainnya kasus tersebut, sudah dicegah bepergian ke luar negeri, yakni, Chief Legal Councel and Compliance PT Pertamina (Persero), Genades Panjaitan (GP), sebagai tersangka berdasarkan Surat Perintah Penetapan Tersangka Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: Tap-14/F.2/Fd.1/03/2018 tanggal 22 Maret 2018, kata kapuspenkum.

Serta mantan Direktur Keuangan PT Pertamina (Persero) Frederik Siahaan (FS) berdasarkan Surat Perintah Penetapan Tersangka Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: Tap-15/F.2/Fd.1/03/2018 tanggal 22 Maret 2018

Seperti diketahui, Karen Agustiawan sudah diperiksa penyidik JAM Pidsus sebanyak tiga kali pada 29 Maret 2017 dan 2 Oktober 2017, serta 8 Februari 2018.

Kejaksaan pekan depan akan memeriksa Karen Agustiawan bersama dua rekannya di PT Pertamina (Persero) sebagai tersangka

Kasus itu berawal pada 2009 PT Pertamina (Persero) telah melakukan kegiatan akuisisi (Investasi Non-Rutin) berupa pembelian sebagian asset (Interest Participating/ IP) milik ROC Oil Company Ltd di lapangan Basker Manta Gummy (BMG) Australia berdasarkan “Agreement for Sale and Purchase-BMG Project” tanggal 27 Mei 2009.

Dalam pelaksanaannya ditemui adanya dugaan penyimpangan dalam pengusulan Investasi yang tidak sesuai dengan Pedoman Investasi dalam pengambilan keputusan investasi tanpa adanya “Feasibility Study” (Kajian Kelayakan) berupa kajian secara lengkap (akhir) atau “Final Due Dilligence” dan tanpa adanya persetujuan dari Dewan Komisaris, yang mengakibatkan peruntukan dan penggunaan dana sejumlah 31.492.851 dolar AS serta biaya-biaya yang timbul lainnya (cash call) sejumlah 26.808.244 dolar AS tidak memberikan manfaat ataupun keuntungan kepada PT. Pertamina (Persero) dalam rangka penambahan cadangan dan produksi minyak Nasional yang mengakibatkan adanya Kerugian Keuangan Negara cq. PT. Pertamina (Persero) sebesar 31.492.851 dolar AS dan 26.808.244 dolar Australia atau setara dengan Rp568.066.000.000 sebagaimana perhitungan Akuntan Publik.[ant]

(Andy Abdul Hamid)

Penjelasan mengenai Saksi  terkait pemberitaan diatas dalam konteks hukum acara
Perihal saksi
Dengan merujuk kepada KUHAP maka:

Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri

Keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dari pengetahuannya itu

Kecuali ditentukan lain dalam KUHAP, maka tidak dapat didengar katerangannya dan dapat mengundurkan diri sebagai saksi:

a. keluarga sedarah atau semanda dalam garis lurus ke atas atau ke bawah sampai derajat ketiga dari terdakwa atau yang bersama-sama sebagai terdakwa;

 b. saudara dari terdakwa atau yang bersama-sama sebagai terdakwa, saudara ibu atau saudara bapak, juga mereka yang mempunyai hubungan karena parkawinan dan anak-anak saudara terdakwa sampai derajat ketiga;

 c. suami atau isteri terdakwa maupun sudah bercerai atau yang bersama-sama sebagai terdakwa.

 


Selain itu saksi juga mempunyai kewajiban sebagai berikut:
1.  Sebelum memberi keterangan, saksi wajib mengucapkan sumpah atau janji menurut cara agamanya masing-masing, bahwa ia akan memberikan keterangan yang sebenarnya dan tidak lain daripada yang sebenarnya (Pasal 160 ayat (3) KUHAP);

2.   Saksi wajib untuk tetap  hadir di sidang setelah memberikan keterangannya (Pasal 167 KUHAP);

3.   Para saksi dilarang untuk bercakap-cakap (Pasal 167 ayat (3) KUHAP).

 Sedangkan hak dari saksi antara lain:

1.  Dipanggil sebagai saksi oleh penyidik dengan surat panggilan yang sah serta berhak diberitahukan alasan pemanggilan tersebut (Pasal 112 ayat (1) KUHAP);

2.  Berhak untuk dilakukan pemeriksaan di tempat kediamannya jika memang saksi dapat memberikan alasan yang patut dan wajar bahwa ia tidak dapat datang kepada penyidik (Pasal 113 KUHAP);

3.  Berhak untuk memberikan keterangan tanpa tekanan dari siapapun atau dalam bentuk apapun (Pasal 117 ayat (1) KUHAP);

4.   Saksi berhak menolak menandatangani berita acara yang memuat keterangannya dengan memberikan alasan yang kuat (Pasal 118 KUHAP);

5.    Berhak untuk tidak diajukan pertanyaan yang menjerat kepada saksi (Pasal 166 KUHAP);

6.    Berhak atas juru bahasa jika saksi tidak paham bahasa Indonesia (Pasal 177 ayat (1) KUHAP);

7.    Berhak atas seorang penerjemah jika saksi tersebut bisu dan/atau tuli serta tidak dapat menulis (Pasal 178 ayat (1) KUHAP).

Salam
 
AFH 

 

Sunday 22 April 2018

Penentuan Pengadilan Kasus PT Kawasan Berikat Nusantara di Debat


Penentuan Pengadilan Kasus PT Kawasan Berikat Nusantara di Debat

Rabu, 18 April 2018 / 20:50 WIB

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kuasa hukum PT Kawasan Berikat Nusantara Ria Manalu menilai gugatannya kepada PT Karya Cutra Nusantara sudah tepat didaftarkan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, bukan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN)

Hal tersebut diungkapkannya, lantaran yang objek gugatan yang diajukan bukanlah semata soal izin konsesi yang diberikan Kementerian Perhubungan kepada Karya Citra.

"Yang jadi pokok sebenarnya bukan soal izin konsesinya, tapi soal proses pemberian izinnya," katanya kepada KONTAN di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Selasa (16/4).

Sekadar informasi, Kawasan Berikat menggugat Karya Citra lantaran menandatangani izin konsesi sebagai penyelenggara pelabuhan umum di wilayah konsesi yang diklaim milik Kawasan Berikat.

Tak hanya soal urusan menyerebot lahan. Karya Citra sendiri merupakan perusahaan yang dibentuk Kawasan Berikat dengan PT Karya Teknik Utama sebagai pengelola pelabuhan khusus di Pelabuhan Marunda. Sementara komposisi kepemilikan sahamnya adalah Kawasan Berikat miliki 15% saham, sedangkan Karya Teknik memilikk 85% saham.

Ria menjelaskan, sebagai salah satu pemilik Karya Citra, kliennya tak pernah memberikan persetujuan kepada Karya Citra menjadi pengelola pelabuhan umum.

"Makanya titik beratnya adalah proses pemberian izinnya, karena KBN tak pernah memberikan persetujuan atas izin konsesi tersebut," sambung Ria.

Sementara itu, kuasa hukum Karya Citra Yevgenie Lie Yusurun bersikukuh bahwa gugatan yang dilayangkan seharusnya diadili oleh PTUN.

Alasanya, melalui UU 30/2014 tentang Administrasi Pemerintahan diatur bahwa kewenangan untuk menguji keabsahan konsensi berada di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

"Apalagi sesuai UU Administrasi Pemerintahan konsensi adalah keputusan pemerintah yang diadili di PTUN," jata Yevgeni kepada KONTAN di Gadjah Mada Mall, Selasa (17/4).

Gugatan Kawasan Berikat sendiri didaftarkan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara dengan nomor perkara dengan nomor perkara 70/Pdt.G/2018/PN.Jkt.Utr pada 1 Februari 2018.

Selain menggugat Karya Citra (tergugat 1), Kawasan Berikat juga turut menggugat Kementerian Perhubungan, dalam hal ini Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, dalam hal ini Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan kelas V Marunda (tergugat 2), dan PT Karya Teknik Utama (tergugat 3).
Dalam petitumnya, Kawasan Berikat menuntut agar Karya Citra tak melakukan Pembangunan dan Pemanfaatan maupun kegiatan atau aktifitas apapun di wilayah konsesi tersebut.
Pun, Kawasan Berikat menuntut Kemenhub dan Karya Citra membayar uang paksa alias dwangsom senilai seperseribu dari total kerugian materilnya atau senilai Rp 154 juta perhari untuk keterlambatan dalam melaksanakan putusan ini.
 Pokok-pokok bahasan utama / kajian dalam pemberitaan ini
1.    Gugatan pemegang saham
2.      Kewenangan suatu  perseroan untuk bertindak tanpa persetujuan pemegang saham
3.      Obyek Gugatan TUN
Perihal Gugatan Pemegang Saham / Derivative Action
Dalam permaslahan ini kita dapat merujuk pada kajian di web sbb:
Berdasarkan Law Dictionary (Gifis, Steven H.;1984: 129), yang dimaksud dengan Gugatan derivatif adalah suatu gugatan berdasarkan hak utama (primary right) dari perseroan, tetapi dilaksanakan pemegang saham untuk dan atas nama pereroan. Gugatan ini dapat diajukan oleh pemegang saham dalam hal terjadi kerugian serta kegagalan dalam perseroan yang dilakukan oleh anggota Direksi.
Berkaitan dengan definisi tersebut, doktrin hukum dari Munir Fuady dalam bukunya yang berjudul “Doktrin-Doktrin Modern dalam Corporate Law dan Eksistensinya dalam Hukum Indonesia” dapat dilihat bahwa unsur dari gugatan derivatif adalah sebagai berikut:
  1. Adanya suatu gugatan.
  2. Gugatan tersebut diajukan ke pengadilan
  3. Gugatan diajukan oleh pemegang saham perseroan yang bersangkutan
  4. Pemegang saham mengajukan gugatan untuk dan atas nama perseroan.
  5. Pihak yang digugat selain perseroan, biasanya direksi perseroan
  6. Penyebab dilakukannya gugatan karena adanya kegagalan dalam perseroan atau kejadian yang merugikan perseroan yang bersangkutan
  7. Oleh karena diajukan untuk dan atas nama perseroan, maka segala hasil gugatan menjadi milik perseroan walaupun pihak yang mengajukan gugatan adalah pemegang saham.

 Gugatan derivatif juga di atur dalam Pasal 97 ayat (6) Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (“UUPT”), yang menyebutkan bahwa atas nama Perseroan, pemegang saham yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara dapat mengajukan gugatan melalui pengadilan negeri terhadap anggota Direksi yang karena kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan kerugian pada Perseroan.

Berkaitan dengan ketentuan tersebut, penjelasan pasal ini menyebutkan bahwa dalam hal tindakan Direksi merugikan Perseroan, pemegang saham dapat mewakili Perseroan untuk melakukan tuntutan atau gugatan terhadap Direksi melalui pengadilan.

Dalam hal pemegang saham yang bertindak sebagai penggugat, ia tidak mewakili dirinya sendiri melainkan untuk dan atas nama perseroan. Sehingga berdasarkan doktrin hukum dari Munir Fuady (Doktrin-Doktrin Modern dalam Corporate Law dan Eksistensinya dalam Hukum Indonesia; 2002: 76),  ada beberapa karakteristik khusus dalam suatu gugatan derivatif, yaitu:

  1. Sebelum dilakukan gugatan, sejauh mungkin dimintakan yang berwenang (direksi) untuk melakukan gugatan untuk dan atas nama perseroan sesuai ketentuan dalam anggaran dasarnya.
  2. Pihak pemegang saham lain dapat dimintakan juga partisipasinya dalam gugatan derivatif ini, mengingat gugatan tersebut juga untuk kepentingannya.
  3. Selain itu diperhatikan juga kepentingan pemegang saham yang lain, pihak pekerja, dan kreditor.
  4.  Tindakan penolakan gugatan derivatif berdasarkan alasan ne bis in idem tidak boleh merugikan kepentingan pihak stake holder yang lain
  5. Harus dibatasi bahkan dilarang penerimaan manfaat oleh pemegang saham yang ikut terlibat dalam tindakan merugikan perseroan, yakni manfaat dari ganti rugi yang diberikan terhadap gugatan derivatif tersebut
  6. Seluruh manfaat yang diperoleh dari gugatan derivatif menjadi milik perseroan
  7. Sebagai konsekuensinya, maka seluruh biaya yang diperlukan dalam gugatan derivatif harus ditanggung oleh pihak perseroan.
Kewenangan suatu  perseroan untuk bertindak tanpa persetujuan pemegang saham

Rujukannya ke:
1.      Pasal 97 ayat 3 - ayat 5 UU Perseroan Terbatas
2.      Pasal 102 ayat 4 UU Perseroan Terbatas

Dalam hal ini yang bertindak untuk dan atas nama perseroan didalam melakukan suatu perbuatan hukum kepada pihak ketiga adalah Direksi. Direksi memilki kewenangan –kewenangan yang diatur didalam Anggaran Dasarnya.Didalam pelaksanaan tugasnya sehari-hari direksi diawasi oleh Komisaris yang pada akhirnya akan dipertanggungjawabkan pada pemegang saham.

Tugas dan kewenangan Direksi dalam menjalankan usaha sehari-hari dibatasi oleh UU Perseroan Terbatas dan Anggaran Dasar dari Perseroan Terbatas 

Dalam  Pasal 97 ayat 3 - ayat 5 UU Perseroan Terbatas dinyatakan bahwa Direksi yang melakukan kesalahan atau kelalaian sehingga mengakibatkan perseroan merugi harus bertanggungjawab penuh secara pribadi dan tanggung renteng, kecuali Direksi tersebut dapat membuktikan bahwa kerugian tersebut bukan karena kesalahan/kelalaiannya, menjalankan pengurusan perseroan dengan itikad baik dan kehati-hatian, tidak mempunyai benturan kepentingan (conflict of interest) dan telah mengambil tindakan untuk mencegah kerugian berlanjut.

Pasal 102 ayat 4 UU Perseroan Terbatas telah memberikan suatu kepastian yaitu bahwa suatu perbuatan hukum yang dilakukan Direksi untuk dan atas nama perseroan (dengan itikad baik dan kehati-hatian serta tanpa benturan kepentingan), yang dilaksanakan tanpa persetujuan RUPS (dan Dewan Komisaris), adalah tetap mengikat perseroan tersebut, sepanjang pihak ketiga dalam perbuatan hukum tersebut beritikad baik

 
Gugatan TUN

Orang atau badan hukum perdata yang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu Keputusan Tata Usaha Negara dapat mengajukan gugatan tertulis kepada pengadilan yang berwenang yang berisi tuntutan agar Keputusan Tata Usaha Negara yang disengketakan itu dinyatakan batal atau tidak sah, dengan atau tanpa disertai tuntutan ganti rugi dan/atau direhabilitasi.

Alasan-alasan yang dapat digunakan dalam gugatan adalah

  1. Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
  2. Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik.

Salam
 
AFH

Polisi Sita Aset Milik Bos Abu Tours di Wilayah Depok


Polisi Sita Aset Milik Bos Abu Tours di Wilayah Depok

Makassar, Aktual.com – Penyidik Subdit II Fiskal, Moneter dan Devisa (Fismondev) Ditreskrimsus Polda Sulawesi Selatan kembali kembali melakukan penyitaan aset milik CEO Abu Tours, Hamzah Mamba (35) di wilayah Depok, Jawa Barat.

“Hasil penelusuran, penyidik kembali menemukan data aset milik tersangka dan itu ada di daerah Depok,” ujar Kabid Humas Polda Sulsel Kombes Pol Dicky Sondani di Makassar, Jumat (20/4).

Berdasarkan data yang diterimanya dari penyidik Direktorat Reserse dan Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Sulsel, aset yang disita itu berupa dua unit rumah mewah perumahan Kartika Residence Nomor 8B dan 7B Kelurahan Cinere, Kecamatan Cinere, Depok, Jawa Barat.

Ia mengatakan, penyitaan yang dilakukan ini adalah lanjutan dari penyitaan sebelumnya yang dilakukan di dua daerah yakni Depok, Jawa Barat dan Jakarta Selatan pada Rabu-Kamis-Sabtu (4-5-7/4).

Dicky mengakui, penyelidikan dan penelusuran sejumlah harta benda milik bos PT Amanah Bersama Ummat (ABU) Tours itu juga melibatkan banyak anggota kepolisian di seluruh daerah di Indonesia.

Untuk cabang Abu Tours sendiri yang kita ketahui itu ada di 15 provinsi dan otomatis asetnya juga berada di 15 provinsi itu. Penelusuran aset ini juga kita lakukan ke daerah lainnya agar memudahkan penyidik,” katanya.

Sebelumnya, Jumat (23/3), penyidik menetapkan Hamzah Mamba sebagai tersangka karena perusahaannya yang bergerak di bidang travel umrah itu tidak mampu memberangkatkan 86.720 jamaahnya ke Arab Saudi.

Mantan Direktur Sabhara Polda Kepulauan Riau (Kepri) itu mengatakan dalam menangani kasus itu pihaknya berkoordinasi intensif dengan Kemenag Sulsel.

Total kerugian para jamaah umrah yang jumlahnya sebanyak 86.720 orang itu diperkirakan lebih dari Rp1,8 triliun sesuai dengan besaran dana yang masuk dari setiap jamaah.

Atas ketidakmampuan dari pihak Abu Tour dalam memberangkatkan jamaah umrah ini, pihaknya menjerat tersangka dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah jo Pasal 372 dan 378 KUHP tentang penipuan dan penggelapan serta Pasal 45 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Adapun ancaman hukuman yang disangkakan kepada tersangka adalah pidana penjara maksimal 20 tahun dan denda Rp10 miliar.

Beberapa topik berkenaan dengan pemberitaan diatas

1.      Perihal penetapan tersangka
2.      Perihal penyitaan
3.      Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah  jo Pasal 372 dan 378 KUHP tentang penipuan dan penggelapan serta Pasal 45 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
 Tersangka
Tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana

Bukti permulaan yakni dimaknai sebagai minimal 2 alat bukti sebagaimana termuat didalam KUH Pidana

Alat bukti yang sah ialah :
a. keterangan saksi;
b. keterangan ahli;
c. surat;
d. petunjuk;
e. keterangan terdakwa

Bahwa untuk menetapkan seseorang menjadi tersangka haruslah didapati bukti permulaan yang cukup yaitu paling sedikit 2 (dua) jenis alat bukti, dan ditentukan melalui gelar pekara. Sehingga harus ada proses terlebih dahulu dalam menetapkan seseorang menjadi tersangka.


Perihal Penyitaan
Penyitaan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih dan atau menyimpan di bawah penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan dan peradilan

Penyitaan hanya dapat dilakukan oleh penyidik dengan surat izin ketua pengadilan negeri setempat.

Dalam keadaan yang sangat perlu dan mendesak bilamana penyidik harus segera bertindak dan tidak mungkin untuk mendapatkan surat izin terlebih dahulu, tanpa mengurangi ketentuan sebagaimana diurai sebelumnya diatas,  penyidik dapat melakukan penyitaan hanya atas benda bergerak dan untuk itu wajib segera melaporkan kepada ketua pengadilan negeri setempat guna memperoleh persetujuannya.

 
Ketentuan pasal 372 KUHP- Mengenai Penggelapan

''Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan diancam karena penggelapan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah''

Ketentuan pasal 378 KUHP- Mengenai Penipuan

''Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang rnaupun menghapuskan piutang diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun''

Pasal 45 TPPU

Dalam melaksanakan kewenangannya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini, terhadap PPATK tidak berlaku ketentuan peraturan perundang-undangan dan kode etik yang mengatur kerahasiaan

salam

AFH