Pemeriksaan Perkara
Pidana dengan Acara Biasa
1. Penunjukan hakim
atau majelis hakim dilakukan oleh KPN setelah Panitera mencatatnya di dalam
buku register perkara seterus¬nya diserahkan kepada Ketua Pengadilan Negeri
untuk menetapkan Hakim/ Majelis yang menyidangkan perkara tersebut.
2. Ketua Pengadilan
Negeri dapat mendelegasikan pembagian perkara kepada Wakil Ketua terutama pada
Pengadilan Negeri yang jumlah perkaranya banyak.
3. Pembagian
perkara kepada Majelis/ Hakim secara merata dan terhadap perkara yang menarik
pehatian masyarakat, Ketua Majelisnya KPN sendiri atau majelis khusus.
4. Sebelum berkas
diajukan ke muka persidangan, Ketua Majelis dan anggotanya mempelajari terlebih
dahulu berkas perkara.
5. Sebelum perkara
disidangkan, Majelis terlebih dahulu mempelajari berkas perkara, untuk
mengetahui apakah surat dakwaan telah memenuhi-syarat formil dan materil.
6. Syarat formil:
nama, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, tempat tinggal, pekerjaan
terdakwa, jenis kelamin, kebangsaan dan agama.
7. Syarat-syarat
materiil:
1.
Waktu dan tempat
tindak pidana dilakukan (tempus delicti dan locus delicti);
2.
Perbuatan yang
didakwakan harus jelas di¬rumuskan unsur-unsurnya;
3.
Hal-hal yang
menyertai perbuatan-perbuatan pidana itu yang dapat menimbulkan masalah yang
memberatkan dan meringankan.
8. Mengenai butir a
dan b merupakan syarat mutlak, apabila syarat-syarat tersebut tidak ter¬penuhi
dapat mengakibatkan batalnya surat dakwaan (pasal 143 ayat 3 KUHAP).
9. Dalam hal
Pengadilan berpendapat bahwa perkara menjadi kewenangan pengadilan lain maka
berkas perkara dikembalikan dengan penetapan dan dalam tempo 2 X 24 jam,
dikirim kepada Jaksa Penuntut Umum dengan perintah agar diajukan ke Pengadilan
yang berwenang (pasal 148 KUHAP).
10. Jaksa Penuntut
Umum selambat-lambatnya dalam waktu 7 (tujuh) hari dapat mengajukan perlawanan
terhadap penetapan tersebut dan dalam waktu 7 (tujuh) hari Pengadilan Negeri
wajib mengirimkan perlawanan tersebut ke Pengadilan Tinggi (pasal 149 ayat 1
butir d KUHAP).
11. Pemeriksaan
dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip persidangan diantaranya pemeriksaan
terbuka untuk umum, hadirnya terdakwa dalam persidangan dan pemeriksaan secara
langsung dengan lisan.
12. Terdakwa yang
tidak hadir pada sidang karena surat panggilan belum siap, persidangan ditunda
pada hari dan tanggal berikutnya.
13.
Ketidakhadiran
terdakwa pada sidang tanpa alasan yang sah, sikap yang diambil:
1.
sidang ditunda
pada hari dan tanggal berikutnya;
2.
memerintahkan
Penuntut Umum untuk memanggil terdakwa;
3.
jika panggilan
kedua, terdakwa tidak hadir lagi tanpa alasan yang sah, memerintahkan Penuntut
Umum memanggil terdakwa sekali lagi;
4.
jika terdakwa
tidak hadir lagi, maka memerintahkan Penuntut Umum untuk menghadirkan terdakwa
pada sidang berikutnya secara paksa.
14.
Keberatan
diperiksa dan diputus sesuai dengan ketentuan KUHAP.
15. Perkara yang
terdakwanya ditahan dan diajukan permohonan penangguhan/ pengalihan penahanan,
maka dalam hal dikabulkan atau tidaknya permohonan tersebut harus atas
musyawarah Majelis Hakim.
16. Dalam hal
permohonan penangguhan/ pengalihan penahanan dikabulkan, penetapan
ditandatangani oleh Ketua Majelis dan Hakim Anggota.
17. Penahanan
terhadap terdakwa dilakukan berdasar alasan sesuai Pasal 21 ayat (1) dan ayat
(4) KUHAP, dalam waktu sesuai Pasal 26, Pasal 27, Pasal 28 dan Pasal 29 KUHAP.
18.
Penahanan
dilakukan dengan mengeluarkan surat perintah penahanan yang berbentuk
penetapan.
19.
Penangguhan
penahanan dilakukan sesuai Pasal 31 KUHAP.
20.
Dikeluarkannya
terdakwa dari tahanan dilakukan sesuai Pasal 26 ayat (3) dan Pasal 190 huruf b.
21. Hakim yang berhalangan
mengikuti sidang, maka KPN menunjuk Hakim lain sebagai penggantinya.
22. Kewajiban
Panitera Pengganti yang mendampingi Majelis Hakim untuk mencatat seluruh
kejadian dalam persidangan.
23. Berita Acara
Persidangan mencatat segala kejadian disidang yang berhubungan dengan
pemeriksaan perkara, memuat hal penting tentang keterangan saksi dan keterangan
terdakwa, dan catatan khusus yang dianggap sangat penting.
24. Berita Acara
Persidangan ditandatangani Ketua Majelis dan Panitera Pengganti, sebelum sidang
berikutnya dilaksanakan.
25. Berita Acara
Persidangan dibuat dengan rapih, tidak kotor, dan tidak menggunakan tip-ex jika
terdapat kesalahan tulisan.
26. Ketua Majelis
Hakim/ Hakim yang ditunjuk bertanggung jawab atas ketepatan batas waktu
minutasi.
27. Segera setelah
putusan diucapkan Majelis Hakim dan Panitera Pengganti menandatangani putusan.
28. Segera setelah
putusan diucapkan pengadilan memberi¬kan petikan putusan kepada terdakwa atau
Penasihat Hukumnya dan Penuntut Umum.
Sumber:
1.Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Pidana Umum dan Pidana Khusus, Buku II, Edisi 2007, Mahkamah Agung RI, 2008, halaman 26-28.
2.“Tata Cara Pemeriksaan Administrasi Persidangan” dalam buku Tata Laksana Pengawasan Peradilan, Buku IV, Edisi 2007, Badan Litbang Diklat Kumdil MA RI, 2007, hlm. 136-138. Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor 145/KMA/SK/VIII/2007 tentang Memberlakukan Buku IV Pedoman Pelaksanaan Pengawasan di Lingkungan Badan-Badan Peradilan.
http://pn-bekasikota.go.id/2015-06-06-01-33-01/pemeriksaan-perkara-pidana-acara-biasa.html1.Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Pidana Umum dan Pidana Khusus, Buku II, Edisi 2007, Mahkamah Agung RI, 2008, halaman 26-28.
2.“Tata Cara Pemeriksaan Administrasi Persidangan” dalam buku Tata Laksana Pengawasan Peradilan, Buku IV, Edisi 2007, Badan Litbang Diklat Kumdil MA RI, 2007, hlm. 136-138. Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor 145/KMA/SK/VIII/2007 tentang Memberlakukan Buku IV Pedoman Pelaksanaan Pengawasan di Lingkungan Badan-Badan Peradilan.