Penentuan Pengadilan Kasus PT Kawasan Berikat Nusantara
di Debat
Rabu, 18 April 2018 / 20:50 WIB
KONTAN.CO.ID - JAKARTA.
Kuasa hukum PT Kawasan Berikat Nusantara Ria Manalu menilai gugatannya kepada
PT Karya Cutra Nusantara sudah tepat didaftarkan di Pengadilan Negeri Jakarta
Utara, bukan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN)
Hal tersebut diungkapkannya, lantaran yang objek gugatan
yang diajukan bukanlah semata soal izin konsesi yang diberikan Kementerian
Perhubungan kepada Karya Citra.
"Yang jadi pokok sebenarnya bukan soal izin
konsesinya, tapi soal proses pemberian izinnya," katanya kepada KONTAN di
Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Selasa (16/4).
Sekadar informasi, Kawasan Berikat menggugat Karya Citra
lantaran menandatangani izin konsesi sebagai penyelenggara pelabuhan umum di
wilayah konsesi yang diklaim milik Kawasan Berikat.
Tak hanya soal urusan menyerebot lahan. Karya Citra
sendiri merupakan perusahaan yang dibentuk Kawasan Berikat dengan PT Karya Teknik
Utama sebagai pengelola pelabuhan khusus di Pelabuhan Marunda. Sementara
komposisi kepemilikan sahamnya adalah Kawasan Berikat miliki 15% saham,
sedangkan Karya Teknik memilikk 85% saham.
Ria menjelaskan, sebagai salah satu pemilik Karya Citra,
kliennya tak pernah memberikan persetujuan kepada Karya Citra menjadi pengelola
pelabuhan umum.
"Makanya titik beratnya adalah proses pemberian
izinnya, karena KBN tak pernah memberikan persetujuan atas izin konsesi
tersebut," sambung Ria.
Sementara itu, kuasa hukum Karya Citra Yevgenie Lie
Yusurun bersikukuh bahwa gugatan yang dilayangkan seharusnya diadili oleh PTUN.
Alasanya, melalui UU 30/2014 tentang Administrasi
Pemerintahan diatur bahwa kewenangan untuk menguji keabsahan konsensi berada di
Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
"Apalagi sesuai UU Administrasi Pemerintahan
konsensi adalah keputusan pemerintah yang diadili di PTUN," jata Yevgeni
kepada KONTAN di Gadjah Mada Mall, Selasa (17/4).
Gugatan Kawasan Berikat sendiri didaftarkan di Pengadilan
Negeri Jakarta Utara dengan nomor perkara dengan nomor perkara
70/Pdt.G/2018/PN.Jkt.Utr pada 1 Februari 2018.
Selain menggugat Karya Citra (tergugat 1), Kawasan
Berikat juga turut menggugat Kementerian Perhubungan, dalam hal ini Direktorat
Jenderal Perhubungan Laut, dalam hal ini Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas
Pelabuhan kelas V Marunda (tergugat 2), dan PT Karya Teknik Utama (tergugat 3).
Dalam petitumnya, Kawasan Berikat menuntut agar Karya
Citra tak melakukan Pembangunan dan Pemanfaatan maupun kegiatan atau aktifitas
apapun di wilayah konsesi tersebut.
Pun, Kawasan Berikat menuntut Kemenhub dan Karya Citra
membayar uang paksa alias dwangsom senilai seperseribu dari total kerugian
materilnya atau senilai Rp 154 juta perhari untuk keterlambatan dalam
melaksanakan putusan ini.
Pokok-pokok bahasan utama / kajian dalam
pemberitaan ini
1.
Gugatan
pemegang saham
2.
Kewenangan
suatu perseroan untuk bertindak tanpa
persetujuan pemegang saham
3.
Obyek
Gugatan TUN
Perihal Gugatan Pemegang Saham / Derivative Action
Dalam permaslahan ini kita dapat
merujuk pada kajian di web sbb:
Berdasarkan Law Dictionary (Gifis, Steven H.;1984:
129), yang dimaksud dengan Gugatan derivatif adalah suatu gugatan berdasarkan
hak utama (primary right) dari perseroan, tetapi dilaksanakan pemegang
saham untuk dan atas nama pereroan. Gugatan ini dapat diajukan oleh pemegang
saham dalam hal terjadi kerugian serta kegagalan dalam perseroan yang dilakukan
oleh anggota Direksi.
Berkaitan dengan definisi tersebut, doktrin hukum dari
Munir Fuady dalam bukunya yang berjudul “Doktrin-Doktrin Modern dalam
Corporate Law dan Eksistensinya dalam Hukum Indonesia” dapat dilihat bahwa
unsur dari gugatan derivatif adalah sebagai berikut:
- Adanya suatu gugatan.
- Gugatan tersebut diajukan ke pengadilan
- Gugatan diajukan oleh pemegang saham perseroan yang bersangkutan
- Pemegang saham mengajukan gugatan untuk dan atas nama perseroan.
- Pihak yang digugat selain perseroan, biasanya direksi perseroan
- Penyebab dilakukannya gugatan karena adanya kegagalan dalam perseroan atau kejadian yang merugikan perseroan yang bersangkutan
- Oleh karena diajukan untuk dan atas nama perseroan, maka segala hasil gugatan menjadi milik perseroan walaupun pihak yang mengajukan gugatan adalah pemegang saham.
Berkaitan dengan ketentuan tersebut, penjelasan pasal ini
menyebutkan bahwa dalam hal tindakan Direksi merugikan Perseroan, pemegang
saham dapat mewakili Perseroan untuk melakukan tuntutan atau gugatan terhadap
Direksi melalui pengadilan.
Dalam hal pemegang saham yang bertindak sebagai
penggugat, ia tidak mewakili dirinya sendiri melainkan untuk dan atas nama
perseroan. Sehingga berdasarkan doktrin hukum dari Munir Fuady (Doktrin-Doktrin
Modern dalam Corporate Law dan Eksistensinya dalam Hukum Indonesia; 2002: 76),
ada beberapa karakteristik khusus dalam suatu gugatan derivatif, yaitu:
- Sebelum dilakukan gugatan, sejauh mungkin dimintakan yang berwenang (direksi) untuk melakukan gugatan untuk dan atas nama perseroan sesuai ketentuan dalam anggaran dasarnya.
- Pihak pemegang saham lain dapat dimintakan juga partisipasinya dalam gugatan derivatif ini, mengingat gugatan tersebut juga untuk kepentingannya.
- Selain itu diperhatikan juga kepentingan pemegang saham yang lain, pihak pekerja, dan kreditor.
- Tindakan penolakan gugatan derivatif berdasarkan alasan ne bis in idem tidak boleh merugikan kepentingan pihak stake holder yang lain
- Harus dibatasi bahkan dilarang penerimaan manfaat oleh pemegang saham yang ikut terlibat dalam tindakan merugikan perseroan, yakni manfaat dari ganti rugi yang diberikan terhadap gugatan derivatif tersebut
- Seluruh manfaat yang diperoleh dari gugatan derivatif menjadi milik perseroan
- Sebagai konsekuensinya, maka seluruh biaya yang diperlukan dalam gugatan derivatif harus ditanggung oleh pihak perseroan.
Rujukannya ke:
1.
Pasal 97 ayat 3 - ayat 5 UU Perseroan Terbatas2. Pasal 102 ayat 4 UU Perseroan Terbatas
Dalam hal ini yang bertindak untuk
dan atas nama perseroan didalam melakukan suatu perbuatan hukum kepada pihak
ketiga adalah Direksi. Direksi memilki kewenangan –kewenangan yang diatur
didalam Anggaran Dasarnya.Didalam pelaksanaan tugasnya sehari-hari direksi
diawasi oleh Komisaris yang pada akhirnya akan dipertanggungjawabkan pada
pemegang saham.
Tugas dan kewenangan Direksi dalam
menjalankan usaha sehari-hari dibatasi oleh UU Perseroan Terbatas dan Anggaran
Dasar dari Perseroan Terbatas
Dalam Pasal 97 ayat 3 - ayat 5 UU Perseroan
Terbatas dinyatakan bahwa Direksi yang melakukan kesalahan atau kelalaian
sehingga mengakibatkan perseroan merugi harus bertanggungjawab penuh secara
pribadi dan tanggung renteng, kecuali Direksi tersebut dapat membuktikan bahwa
kerugian tersebut bukan karena kesalahan/kelalaiannya, menjalankan pengurusan
perseroan dengan itikad baik dan kehati-hatian, tidak mempunyai benturan
kepentingan (conflict of interest) dan telah mengambil tindakan untuk
mencegah kerugian berlanjut.
Pasal 102 ayat 4 UU
Perseroan Terbatas telah memberikan suatu kepastian
yaitu bahwa suatu perbuatan hukum yang dilakukan Direksi untuk dan atas nama
perseroan (dengan itikad baik dan kehati-hatian serta tanpa benturan
kepentingan), yang dilaksanakan tanpa persetujuan RUPS (dan Dewan Komisaris), adalah
tetap mengikat perseroan tersebut, sepanjang pihak ketiga dalam perbuatan hukum
tersebut beritikad baik
Orang atau badan hukum perdata yang merasa kepentingannya
dirugikan oleh suatu Keputusan Tata Usaha Negara dapat mengajukan gugatan
tertulis kepada pengadilan yang berwenang yang berisi tuntutan agar Keputusan
Tata Usaha Negara yang disengketakan itu dinyatakan batal atau tidak sah,
dengan atau tanpa disertai tuntutan ganti rugi dan/atau direhabilitasi.
Alasan-alasan yang dapat digunakan
dalam gugatan adalah
- Keputusan
Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku;
- Keputusan
Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan dengan asas-asas umum
pemerintahan yang baik.
Salam
AFH