| 
   
PHK 
Garuda Indonesia Tak Punya Dasar Hukum PHK Pramugari karena Berat Badan 2019-06-06 04:03:19  | 
 
| 
   | 
 
| 
   
JAKARTA, Berita HUKUM
  - Pramugari dari maskapai penerbangan Garuda Indonesia, Bonitha Sary (51)
  yang telah bekerja dan mengabdi sebagai Pramugari selama 28 tahun mengaku
  sangat kecewa dan menyesalkan sikap dari managemen PT Garuda Indonesia
  (Persero) Tbk merupakan perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang
  melakukan PHK sepihak terhadap dirinya. 
Melalui siaran
  persnya pada, Rabu (5/6), Bonitha mengaku Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang
  diterimanya itu tidak memilik kekuatan dasar hukum. "Mereka gugat saya
  ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) karena mereka tidak mempunyai alasan
  yang kuat untuk memutus hubungan kerja dengan saya," kata Bonitha. 
Bonitha menceritakan
  awalnya pada 14 November 2018, ia digugat pihak PT Garuda Indonesia melalui
  kuasa hukum perusahaan itu, Kemalsjah Siregar di Pengadilan Hubungan
  Industrial pada Pengadilan Negeri (PN) Serang Klas IA, Bateng. Sampai saat
  ini, kasus tersebut masih diproses di PN Serang, Banten. 
Kemalsjah dalam surat
  gugatannya, mengatakan, pihaknya mengajukan gugatan kepada Bonitha (Bhonita
  yang ditulis Kemalsjah) untuk memperoleh dasar hukum yang kuat untuk memutus
  hububungan kerja dengan Bonitha. 
Pihaknya melakukan
  PHK atas Bonitha karena Bonitha kelebihan berat badan sekitar 4 kg dari batas
  maksimal yang ditentukan pihak Garuda Indonesia sebagaimana diatur dalam
  Pasal 2 Surat Keputusan EVP Business Support & Corporate Affairs
  tertanggal 30 Agustus 2005, bahwa batas maksimum toleransi penyimpangan persyaratan
  berat badan Awak Kabin Wanita yang berusia 31-50 tahun dan memiliki tinggi
  badan 160 cm adalah 56,32 kg. Bonitha memiliki tinggi badan 160 cm namun
  berat badannya 60 kg. 
Kemalsjah dalam
  permohonannya kepada majelis hakim, meminta majelis hakim agar permintaannya
  melakukan PHK atas Bonitha dikabulkan. "Menyatakan, hubungan kerja
  antara penggugat (PT Garuda Indonesia) dengan tergugat (Bonitha) putus sejak
  tanggal majelis hakim memutuskan perkara ini," tulis Kemalsjah. 
Tidak Punya Dasar
  Hukum 
Bonitha dalam
  eksepsinya (jawaban atas gugatan Kemalsjah) mengatakan, alasan dan dasar
  hukum penggugat melakukan PHK atas dirinya karena kelebihan berat badan
  bukanlah termasuk pelanggaran kerja yang dapat dilakukan PHK oleh penggugat
  (Garuda Indonesia). 
PHK sebeum mencapai usia pensiun normal, kata Bonitha, adalah hak pekerja (pegawai), sebagaimana diatur dalam Pasal 58 Perjanjian Kerja Bersama (PKB) perusahaan hanya bersifat mengusulkan. "Sehingga keputusan sepenuhnya ada di tangan pekerja atau pegawai," jelas Bonitha. Bonitha mengatakan, pihak PT Garuda Indonesia melakukan PHK terhadap dirinya seharusnya memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan yang ada, antara lain: 
Pertama, Pasal 87
  ayat (1) UU Nomor 9 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara menyatakan,
  "Karyawan BUMN merupakan pekerja BUMN yang pengangkatan, pemberhentian,
  kedudukan, hak dan kewajiban ditetapkan berdasarkan perjanjian kerja bersama
  sesuai peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan". 
Kedua, Pasal 6 ayat
  (1) huruf bm Hak dan Kewajiban Perusahaan PKB 2014-2016 PT Garuda Indonesia
  (Persero) Tbk, disebutkan, "Mengangkat dan memberhentikan pegawai
  berdasarkan peraturan perundang-undangan dan PKB". 
Ketiga, Pasal 56 ayat
  (1) jenis PHK PKB 2014 - 2016 PT Garuda Indonesia menyebutkan bawa PHK antara
  pegawai dengan perusahaan dengan alasan : memenuhi persyaratan pensiun
  normal, karena sebelum usia pensiun normal, PHK atas permintaan sendiri, PHK
  karena melakukan pelanggaran disiplin, PHK karena ditahan pihak berwajib, PHK
  karena pegawai meninggal dunia, PHK karena pekerja mangkir selama 10 hari
  berturut-turut, PHK karena pekerja menderita sakit berkepanjangan, dan PHK
  karena tidak tersedianya formasi CDTP. 
Menurut Bonitha, Surat Keputusan EVP Business Support & Corporate Affairs tertanggal 30 Agustus 2005 dan Persyaratan Jabatan Awak Kabin Tahun 1999 dan 2005 yang menjadi dasar bagi penggugat untuk melakukan PHK atas dirinya, sudah tidak berlaku lagi karena sudah ada PKB 2014 - 2016. 
Dalam PKB 2014 - 2016
  diatur bahwa persyaratan dan /atau selama menduduki suatu jabatan meliputi :
  pengetahuan, keterampilan, pengalaman, perilaku dan masa kerja aktif.
  "Dari ketentuan tersebut terlihat jelas dan terang benderang bahwa
  persyaratan kompetensi jabatan di PT Garuda Indonesia, Tbk tidak mengatur
  tentang berat badan," tegas Bonitha. 
Bonitha menegaskan,
  pihak penggugat mem-PHK dirinya diduga kuat lebih karena ia aktif sebagai
  pengurus Ikadan Awak Kabin Garuda Indonesia (Ikagi) sejak 2004 - 2015, dimana
  pada periode 2012 - 2015 Bonitha menjabat sebagai Ketua Umum Ikagi. Selama
  menjadi pengurus dan sampai saat ini Bonitha sangat berani dan kritis atas
  semua penyimpangan yang dirakan seluruh awak kabin Garuda Indonesia 
Berdasarkan uraian
  itu, tegas Bonitha bahwa, penggugat melakukan PHK atas dirinya sama sekali
  tidak mempunyai dasar hukum sebagaimana diatur PKB dan undang-undang.
  "Karena itulah mereka mengajukan gugatan ke pengadilan, supaya mempunyai
  dasar hukum. Semoga hakim mempunyai hati nurani, dengan demikian gugatan mereka
  ditolak," pinta Bonitha. 
Banyak Keanehan 
Pemberi kerja
  (pengusaha) menggugat pekerja sebagai dasar untuk melakukan PHK, merupakan
  sesuatu tidak lazim atau aneh. Yang sering terjadi, antara lain, pertama,
  pemberi kerja melakukan PHK karena pekerja ingkar janji (wanprestasi)
  sebagaimana diatur dalam perjanjian kerja bersama (PKB). 
Kedua, pekerja
  melanggar peraturan perusahaan, seperti melakukan tindak pidana, tidak
  disiplin dan sebagainya. 
Menurut Bonitha,
  banyak sekali keanehan yang ia alami dalam menghadapi gugatan PT Garuda
  Indonesia sebagai tempat mendapatkan makan sejak tahun 1990. 
Pada 15 Maret 2019 ia
  menerima surat panggilan sidang di PN Serang, melalui surat beralamat Jalan
  Kubis II No 10a Kebayoran Baru Jakarta Selatan. 
Pada tanggal 18 Maret
  2019 ia datang ke PN Serang dengan tujuan meminta materi gugatan, tetapi
  pihak pengadilan tidak memberi karena informasi pelayanan satu pintu, sidang
  sudah berjalan enam kali dengan panggilan atas dirinya delapan kali. 
Sidang pertama yang
  mulai ia ikuti tanggal 27 Maret dan ia meminta materi gugatan ke majelis
  hakim. Dalam gugatan alamatnya ditulis salah yaitu di Jalan Grinting II Nomor
  20 aa. 
Bonitha mengatakan,
  ia tidak pernah menghadiri mediasi di Dinas Tenaga Kerja Kota Tangerang
  sebagai salah satu syarat gugatan diterima, karena Garuda memberikan alamat
  yang salah yaitu di Jalan Gerinting II. 
Padahal sewaktu
  pertemuan dirinya Bipartit dirinya dengan pihak Garuda mengirimkan surat
  melalui pos di alamat Jl Kubis II No 10a. 
"Tetapi kenapa
  saat mediasi dan mengajukan gugatan Garuda mengajukan di alamat Jalan
  Gerinting?. Pertanyaan kemudian, tiba-tiba PN Serang mengirim surat ke Jalan
  Kubis II No 10a dimana saya tinggal, kuasa hukum Garuda tahu dari mana? Saya
  menduga kuat pihak Garuda licik agar sidang tanpa kehadiran saya (verstek).
  Mereka tahu mereka lemah secara hukum. Semoga majelis hakim jujur dan punya
  hati nurani," ungkap Bonitha. 
Oleh karena itu, kata Bonitha, anjuran mediator dari Dinas Kota Tangerang cacat hukum karena tidak dihadiri Bonitha bukan karena Bonitha tidak mau hadir, tetapi alamat yang mediator kirim salah. "Dan mediator dari Dinas Kota Tangerang tidak membaca risalah bipartit karena dalam risalah bipartit ada alamat saya," kata dia. 
Menurut Bonitha,
  pihak PN Serang tidak berwewenang memeriksa dan mengadili perkaranya karena
  perjanjian pendidikan dan perjajian wajib kerja, maupun perjanjian tetap
  pegawai beralamat di wilayah hukum PN Jakarta Pusat. "Kalau Garuda mau
  jujur, semua perjanjian kerja buat pramugari penyelesaian di PN Pusat, saya
  banyak SK teman-teman tetapi tidak bisa jadikan bukti karena mereka takut,
  audit saja semua SK pramugari," cetus dia. 
Selain itu, dalam
  gugatan dan di mediator Kota Tangerang data diri Bonitha ditulis salah,
  seperti nama Bhonitha Sary, alamat Jl, Gerinting II No 20, masa kerja sejak
  24 Juni 1994, upah Rp 6.600.000,-. 
Padahal yang benar
  adalah Bonitha Sary, alamat Jalan Kubis II Nomor 10, Kelurahan Gandaria Utara
  Kebayoran Baru, Jakarta Selatan (Jaksel), masa kerja sejak 12 April 1990 (
  dibuktikan dari Sk, dan id card), upah Rp 7.021.000.(bh/mos) 
 | 
 
· Pengunduran diri secara tertulis atas kemauan sendiri karena berakhirnya hubungan kerja
· Pengunduran diri karena mencapai usia pensiun.
· Pekerja melakukan kesalahan berat
· Pekerja ditahan pihak yang berwajib.
· Perusahaan/perusahaan mengalami kerugian
· Pekerja mangkir terus menerus
· Pekerja meninggal dunia
· Pekerja melakukan pelanggaran
· Perubahan status, penggabungan, pelemburan atau perubahan kepemilikan
· Pemutusan Hubungan Kerja karena alasan Efisiensi
· PHK sepihak oleh perusahaan
Salam
AFH