Thursday, 1 November 2018

Mengenai Klausul Baku


Mengenai Klausul Baku
Seringkali fasilitas umum seperti di supermarket, tempat parkir, wahana rekreasi keluarga, tempat fitness, pasar dan tempat-tempat umum lainnya selalu menyediakan loker / ruang khusus untuk tempat penitipan barang dimana setiap pengunjung yang hadir dapat menitipkan barang bawaannya dan oleh petugas yang menjaga diberikan kartu/ tiket/karcis penitipan.
Bila kita jeli, dalam karcis/ kartu/ tiket penitipan tersebut terdapat beberapa klausul diantara yang sering dijumpai adalah "bahwa pemilik barang bertanggung jawab sendiri atas setiap kerusakan, kehilangan dan segala risiko atas barang-barang miliknya".
Nahh..apakah klausul tersebut yang merupakan salah satu bentuk pengalihan tanggung jawab pengelola tempat (pelaku usaha) penitipan termasuk dalam klausul baku? Menjawab pertanyaan tersebut menurut sudut pandang penulis selaku Advokat maka klausul tersebut dapat dikategorikan sebagai klausul baku yang bertentangan dengan pasal 18 huruf a UU No 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen maka klausul tersebut yang menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha sehingga berimplikasi untuk batal demi hukum.
Setiap kerusakan, kehilangan yang ada terhadap barang-barang yang dititipkan merupakan tanggung jawab juga dari pelaku usaha dan akibat kerusakan atau kehilangan atas barang2 yang dititipkan tersebut pihak pemilik memiliki hak untuk mengajukan ganti rugi kepada pelaku usaha.
Salam
Aslam Hasan

Wednesday, 31 October 2018

Sekali Lagi Mengenai Pengajuan Gugatan Perbuatan Melawan Hukum

Sekali Lagi Mengenai Pengajuan Gugatan Perbuatan Melawan Hukum


Dalam mengkonsep suatu surat gugatan atas dasar perbuatan melawan hukum dengan mengacu pada pasal 1365 KUHPerdata, pihak penggugat wajib perlu secara jelas dan detail untuk dapat menguraikan dalam surat gugatannya mengenai syarat-syarat yang harus ada / termuat dalam pasal 1365 KUHPerdata tsb yang meliputi:
1. Bentuk perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh tergugat;
2.Bentuk kesalahan yang dilakukan oleh tergugat; serta
3.Hubungan kausal antara perbuatan tergugat dengan kerugian yang dialami oleh penggugat
Konsekuensi bilamana kurang / tidak diuraikannya syarat-syarat diatas maka terdapat kans oleh pihak tergugat untuk mengajukan eksepsi dengan dalih gugatan penggugat adalah kabur (Obscuur libel) sehingga gugatan penggugat harus dinyatakan tidak dapat diterima
Salam
Aslam Hasan

Tuesday, 30 October 2018

Pemeriksaan Perkara Pidana dengan Acara Biasa


Pemeriksaan Perkara Pidana dengan Acara Biasa

1.     Penunjukan hakim atau majelis hakim dilakukan oleh KPN setelah Panitera mencatatnya di dalam buku register perkara seterus¬nya diserahkan kepada Ketua Pengadilan Negeri untuk menetapkan Hakim/ Majelis yang menyidangkan perkara tersebut.

2.     Ketua Pengadilan Negeri dapat mendelegasikan pembagian perkara kepada Wakil Ketua terutama pada Pengadilan Negeri yang jumlah perkaranya banyak.

3.     Pembagian perkara kepada Majelis/ Hakim secara merata dan terhadap perkara yang menarik pehatian masyarakat, Ketua Majelisnya KPN sendiri atau majelis khusus.

4.     Sebelum berkas diajukan ke muka persidangan, Ketua Majelis dan anggotanya mempelajari terlebih dahulu berkas perkara.

5.     Sebelum perkara disidangkan, Majelis terlebih dahulu mempelajari berkas perkara, untuk mengetahui apakah surat dakwaan telah memenuhi-syarat formil dan materil.

6.     Syarat formil: nama, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, tempat tinggal, pekerjaan terdakwa, jenis kelamin, kebangsaan dan agama.

7.     Syarat-syarat materiil:

1.      Waktu dan tempat tindak pidana dilakukan (tempus delicti dan locus delicti);

2.      Perbuatan yang didakwakan harus jelas di¬rumuskan unsur-unsurnya;

3.      Hal-hal yang menyertai perbuatan-perbuatan pidana itu yang dapat menimbulkan masalah yang memberatkan dan meringankan.

8.     Mengenai butir a dan b merupakan syarat mutlak, apabila syarat-syarat tersebut tidak ter¬penuhi dapat mengakibatkan batalnya surat dakwaan (pasal 143 ayat 3 KUHAP).

9.     Dalam hal Pengadilan berpendapat bahwa perkara menjadi kewenangan pengadilan lain maka berkas perkara dikembalikan dengan penetapan dan dalam tempo 2 X 24 jam, dikirim kepada Jaksa Penuntut Umum dengan perintah agar diajukan ke Pengadilan yang berwenang (pasal 148 KUHAP).

10. Jaksa Penuntut Umum selambat-lambatnya dalam waktu 7 (tujuh) hari dapat mengajukan perlawanan terhadap penetapan tersebut dan dalam waktu 7 (tujuh) hari Pengadilan Negeri wajib mengirimkan perlawanan tersebut ke Pengadilan Tinggi (pasal 149 ayat 1 butir d KUHAP).

11. Pemeriksaan dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip persidangan diantaranya pemeriksaan terbuka untuk umum, hadirnya terdakwa dalam persidangan dan pemeriksaan secara langsung dengan lisan.

12. Terdakwa yang tidak hadir pada sidang karena surat panggilan belum siap, persidangan ditunda pada hari dan tanggal berikutnya.

13.  Ketidakhadiran terdakwa pada sidang tanpa alasan yang sah, sikap yang diambil:

1.      sidang ditunda pada hari dan tanggal berikutnya;

2.      memerintahkan Penuntut Umum untuk memanggil terdakwa;

3.      jika panggilan kedua, terdakwa tidak hadir lagi tanpa alasan yang sah, memerintahkan Penuntut Umum memanggil terdakwa sekali lagi;

4.      jika terdakwa tidak hadir lagi, maka memerintahkan Penuntut Umum untuk menghadirkan terdakwa pada sidang berikutnya secara paksa.

14.  Keberatan diperiksa dan diputus sesuai dengan ketentuan KUHAP.

15. Perkara yang terdakwanya ditahan dan diajukan permohonan penangguhan/ pengalihan penahanan, maka dalam hal dikabulkan atau tidaknya permohonan tersebut harus atas musyawarah Majelis Hakim.

16. Dalam hal permohonan penangguhan/ pengalihan penahanan dikabulkan, penetapan ditandatangani oleh Ketua Majelis dan Hakim Anggota.

17. Penahanan terhadap terdakwa dilakukan berdasar alasan sesuai Pasal 21 ayat (1) dan ayat (4) KUHAP, dalam waktu sesuai Pasal 26, Pasal 27, Pasal 28 dan Pasal 29 KUHAP.

18.  Penahanan dilakukan dengan mengeluarkan surat perintah penahanan yang berbentuk penetapan.

19.  Penangguhan penahanan dilakukan sesuai Pasal 31 KUHAP.

20.  Dikeluarkannya terdakwa dari tahanan dilakukan sesuai Pasal 26 ayat (3) dan Pasal 190 huruf b.

21. Hakim yang berhalangan mengikuti sidang, maka KPN menunjuk Hakim lain sebagai penggantinya.

22. Kewajiban Panitera Pengganti yang mendampingi Majelis Hakim untuk mencatat seluruh kejadian dalam persidangan.

23. Berita Acara Persidangan mencatat segala kejadian disidang yang berhubungan dengan pemeriksaan perkara, memuat hal penting tentang keterangan saksi dan keterangan terdakwa, dan catatan khusus yang dianggap sangat penting.

24. Berita Acara Persidangan ditandatangani Ketua Majelis dan Panitera Pengganti, sebelum sidang berikutnya dilaksanakan.

25. Berita Acara Persidangan dibuat dengan rapih, tidak kotor, dan tidak menggunakan tip-ex jika terdapat kesalahan tulisan.

26. Ketua Majelis Hakim/ Hakim yang ditunjuk bertanggung jawab atas ketepatan batas waktu minutasi.

27. Segera setelah putusan diucapkan Majelis Hakim dan Panitera Pengganti menandatangani putusan.

28. Segera setelah putusan diucapkan pengadilan memberi¬kan petikan putusan kepada terdakwa atau Penasihat Hukumnya dan Penuntut Umum.

Sumber:
1.Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Pidana Umum dan Pidana Khusus, Buku II, Edisi 2007, Mahkamah Agung RI, 2008, halaman 26-28.
2.“Tata Cara Pemeriksaan Administrasi Persidangan” dalam buku Tata Laksana Pengawasan Peradilan, Buku IV, Edisi 2007, Badan Litbang Diklat Kumdil MA RI, 2007, hlm. 136-138. Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor 145/KMA/SK/VIII/2007 tentang Memberlakukan Buku IV Pedoman Pelaksanaan Pengawasan di Lingkungan Badan-Badan Peradilan.
http://pn-bekasikota.go.id/2015-06-06-01-33-01/pemeriksaan-perkara-pidana-acara-biasa.html

 

Monday, 29 October 2018

Gugatan Pembatalan Obyek Lelang Terhadap Pembeli Lelang Yang Sah!!


Gugatan Pembatalan Obyek Lelang Terhadap Pembeli Lelang Yang Sah!!
 
Dalam transaksi lelang apabila sudah tercapai transaksi final dimana obyek lelang sudah terjual maka masih dimungkinkah gugatan pembatalan atas kepemilikan obyek lelang tersebut?
Bahasan seperti ini sudah cukup sering, dimana transaksi sudah berjalan sesuai dengan prosedur hukum dan obyek lelang dibeli dengan cara yang sah maka bila ada yg mengajukan gugatan bisa saja namun hasil akhirnya sudah pasti dapat ditebak, pastinya selaku pembeli yang beritikad baik dan sudah sesuai dengan prosedur hukum yang ada maka dapat mengajukan gugatan rekonvensi!! Ya Ajukan Gugatan Rekonvensi..
Lalu bagaimana solusinya terhadap pihak yang tetap merasa dirugikan atas transaksi lelang tsb?? Satu-satunya upaya hukum yang dapat dilakukan hanya mengajukan gugatan ganti kerugian. Bahwa pihak yang merasa dirugikan atas transaksi yang terjadi dapat mengajukan gugatan ganti kerugian kepada penjual lelang dan bukan mengajukan gugatan pembatalan kepemilikan atas obyek lelang.
Salam
Aslam Hasan

Thursday, 25 October 2018

Tindak Pidana Ringan


Tindak Pidana Ringan

Tindak pidana ringan adalah tindak pidana yang ancaman hukumannya adalah pidana penjara atau kurungan paling lama 3 (tiga) bulan, atau denda

Ketentuan mengenai tindak pidana ringan dapat secara bersama-sama dicermati dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda Dalam KUHP. Dalam Perma tersebut juga ditentukan bahwa Tipiring adalah tindak pidana yang diatur dalam Pasal 364, 373, 379, 384, 407 dan Pasal 482 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”).

Proses Tindak Pidana Ringan sbb:

Tindak Pidana Cepat/Ringan :

  1. Pengadilan menentukan hari tertentu dalam 7 (tujuh) hari untuk mengadili perkara dengan acara pemeriksaan tindak pidana ringan.
  2. Hari tersebut diberitahukan Pengadilan kepada Penyidik supaya dapat mengetahui dan mempersiapkan pelimpahan berkas perkara tindak pidana ringan.
  3. Pelimpahan perkara tindak pidana ringan, dilakukan Penyidik tanpa melalui aparat Penuntut Umum.
  4. Penyidik mengambil alih wewenang aparat Penuntut Umum.
  5. Dalam tempo 3 (tiga) hari Penyidik menghadapkan segala sesuatu yang diperlukan ke sidang, terhitung sejak Berita Acara Pemeriksaan selesai dibuat Penyidik.
  6. Jika terdakwa tidak hadir, Hakim dapat menyerahkan putusan tanpa hadirnya terdakwa;
  7. Setelah Pengadilan menerima perkara dengan Acara Pemeriksaan Tindak Pidana Ringan, Hakim yang bertugas memerintahkan Panitera untuk mencatat dalam buku register.
  8. Pemeriksaan perkara dengan Hakim tunggal.
  9. Pemeriksaan perkara tidak dibuat BAP, karena Berita Acara Pemeriksaan yang dibuat oleh penyidik sekaligus dianggap dan dijadikan BAP Pengadilan.
  10. BAP Pengadilan dibuat, jika ternyata hasil pemeriksaan sidang Pengadilan terdapat hal-hal yang tidak sesuai dengan Berita Acara Pemeriksaan yang dibuat  Penyidik.
  11. Putusan dalam pemeriksaan perkara tindak pidana ringan tidak dibuat secara khusus dan tidak dicatat/ disatukan dalam BAP. Putusannya cutup berupa bentuk catatan yang berisi amar-putusan yang disiapkan / dikirim oleh Penyidik.
  12. Catatan tersebut ditanda tangani oleh Hakim.
  13. Catatan tersebut juga dicatat dalam buku register.

Pencatatan dalam buku register ditandatangani oleh Hakim dan Panitera sidang.

Hakim dalam memutus perkara tindak pidana ringan tetap berdasarkan adanya minimum 2 alat bukti yang sah disertai adanya keyakinan hakim oleh karenanya  bahwa dapat hanya berdasarkan keterangan Terdakwa dan saksi (minimum 2 alat bukti) disertai dengan keterangan-keterangan lain, atau barang-barang bukti yang ada dan terbukti dipersidangan sehingga secara sah dan meyakinkan bahwa terdakwa telah terbukti bersalah melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya, maka ia dapat dijatuhi pidana;

 
Salam
AFH

Sumber:

Wednesday, 24 October 2018

INDAHNYA PERDAMAIAN DALAM PERSELISIHAN PHK


INDAHNYA PERDAMAIAN DALAM PERSELISIHAN PHK

Kali ini penulis selaku Advokat sedikit membantu dalam penyelesaian perselisihan PHK yang ujung-ujungnya berakhir damai, beberapa hal yang patut untuk disyukuri bahwa setiap perselisihan yang berakhir damai maka penyelesaiannya berdasarkan musyawarah dan mufakat serta kompensasi yang diberikan memuaskan dan yang paling utama adalah diantara para pihak yang berselisih tetap sepakat menjaga hubungan baik dan menjaga Rahasia Perusahaan (ini poin kritis yang paling utama)

Ya Indahnya perdamaian..

Salam
AFH
 

Aslam Hasan

Sekilas Mengenai Status Pekerja Harian Lepas


Sekilas Mengenai Status Pekerja Harian Lepas,

Pekerja harian lepas merupakan status pekerja  untuk jenis pekerjaan-pekerjaan tertentu yang berubah-ubah dalam hal waktu dan volume pekerjaan serta upah didasarkan pada kehadiran. Dalam hal ini dapat dipahami bahwa pekerja harian lepas merupakan status bagi pekerja yang bekerja secara harian dalam suatu periode waktu tertentu dimana pembayaran upahnya diberikan berdasarkan kehadiran. Oleh karena jenis pekerjaannya dilakukan hanya dalam periode tertentu saja maka jumlah hari kerjanya juga tidak melebih dari 21 hari dalam 1 bulan,

Kewajiban bagi pengusaha yang mempekerjakan pekerja dengan status harian lepas harus tetap memperhatikan aturan-aturan yang ada dan berlaku bagi pekerja dengan status PKWT dimana  pihak pengusaha wajib membuat perjanjian kerja harian lepas secara tertulis dengan para pekerja/buruh dalam bahasa Indonesia dan huruf latin serta mencatatkan Daftar pekerja/buruh tersebut kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak mempekerjakan pekerja/buruh tersebut. Perlu diingat bahwa yang dicatatkan adalah daftar pekerja/buruh. Segala bentuk tindakan yang tidak memenuhi ketentuan yang ada dibidang ketenagakerjaan berkenaan dengan perjanjian kerja, waktu kerja dan ketentuan-ketentuan umum dari pekerja harian lepas maka status dari pekerja harian lepas berubah menjadi PKWTT sejak adanya hubungan kerja.

Salam
AFH