Wednesday, 14 July 2021

HIBAH

Hibah

Merujuk pada ketentuan Pasal 1666 ayat 1 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, hibah adalah suatu persetujuan dimana si penghibah, pada waktu hidupnya dengan cuma-cuma dan tidak dapat ditarik kembali, menyerahkan suatu benda guna keperluan si penerima hibah.

Dengan merujuk pada ketentuan tersebut maka Unsur-unsur dalam hibah antara lain:

  1. Perjanjian hibah adalah perjanjian pemberian suatu barang dengan cuma-cuma dan tanpa syarat apapun.
  2. Hibah tidak dapat ditarik kembali, artinya ketika pemberi hibah menghibahkan benda yang menjadi hak miliknya, maka pemberian hibah ini tidak dapat ditarik atau dikembalikan. 
  3. Pemberian hibah dilakukan semasa pemberi hibah masih hidup, jadi proses hibah harus terjadi saat pemilik harta hibah masih hidup.

Salam

AHP|ADVOKAT

Tuesday, 29 June 2021

Pendapat Rekan Advokat Aslam Fetra Hasan Mengenai Konsekuensi Hukum Jika Developer Wanprestasi

Konsekuensi Hukum Jika Developer Wanprestasi Pendapat Rekan Advokat Aslam Fetra Hasan S.H.,C.L.A.,C.P.L.S.,C.C.C.E,C.C.L.S

Bentuk Wanprestasi yang dilakukan oleh pihak developer dapat berupa:

  1. tidak melakukan apa yang telah disanggupi untuk dilakukan;m
  2. melaksanakan apa yang telah dijanjikan tetapi tidak sebagaimana yang dijanjikan;
  3. melakukan apa yang telah dijanjikan tetapi terlambat;
  4. melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.

Dalam hal demikian maka pihak konsumen dapat untuk melaksanakan haknya diantaranya:

1)Meminta pihak developer untuk memenuhi perjanjian yang telah disepakati.

2)Meminta Pembayaran ganti rugi.

Dasar hukum pembayaran ganti rugi adalah mengacu Pasal 1243 KUH Perdata yang berbunyi:

Penggantian biaya, kerugian dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan mulai diwajibkan, bila debitur, walaupun telah dinyatakan lalai, tetap lalai untuk memenuhi perikatan itu, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dilakukannya hanya dapat diberikan atau dilakukannya dalam waktu yang melampaui waktu yang telah ditentukan.

3)Pembatalan Perjanjian

Dasar hukum untuk pembatalan perjanjian tercantum pada Pasal 1266 KUH Perdata

Salam

AHP|ADVOKAT

Monday, 28 June 2021

Pengurusan Tanah Belum Bersertifikat Secara Mandiri

Pengurusan Tanah Belum Bersertifikat Secara Mandiri.

Kegiatan pembuatan sertifikat untuk tanah yang belum ada sertifikatnya pertama kali terbagi dalam dua jenis yaitu pendaftaran yang diprakarsai oleh pemerintah (sistematis), dan diprakarsai oleh pemilik secara mandiri (sporadis).

Untuk jenis pendaftaran yang dilakukan mandiri (sporadis) langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:

  1. Mengurus surat rekomendasi yang dibuat oleh Lurah/Camat tentang tanah yang akan didaftarkan;
  2. Melengkapi surat keterangan tidak sengketa dari RT/RW/Lurah;
  3. Melengkapi Surat permohonan dari pemilik tanah untuk melakukan proses sertifikat (bisa didapatkan dari Kantor Pertanahan Setempat);
  4. Membuat surat kuasa jika pengurusan diberikan kepada pihak lain (misalnya PPAT);
  5. Melengkapi Identitas pemilik tanah yang dilegalisir oleh notaris dan/atau kuasanya. Berupa fotokopi KTP, Kartu Keluarga, Surat keterangan waris, dan akta kelahiran (jika pemohon adalah ahli waris);
  6. Membawa Bukti atas tanah yang dimohonkan;
  7. Membuat Surat pernyataan telah membuat tanda batas;
  8. Fotokopi Surat Tanda Terima Sementara (STTS) dan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) tahun berjalan.

Salam

AHP|ADVOKAT


Sunday, 20 June 2021

Opini Terhadap Penyitaan Dalam Kasus EDCCASH

Opini Terhadap Penyitaan Dalam Kasus EDCCASH


Tujuan Penyitaan

Dalam proses penyidikan suatu perkara dugaan tindak pidana maka penyitaan terhadap barang bukti dan atau alat bukti sangatlah penting, hal ini dilakukan adalah untuk kepentingan pembuktian, terutama ditujukan sebagai barang bukti di muka sidang peradilan. Kemungkinan besar tanpa adanya alat bukti yang didukung oleh barang-barang bukti,maka perkara terhambat untuk dapat diajukan ke sidang pengadilan. Oleh karena itu, supaya perkara dinyatakan lengkap tidak hanya kecukupan alat bukti yang ada tapi juga perlu didukung dengan barang bukti, penyidik melakukan penyitaan untuk dipergunakan sebagai bukti dalam penyidikan, dalam penuntutan dan pemeriksaan persidangan pengadilan.

Salam
Tim AHP|ADVOKAT








Tuesday, 15 June 2021

Alat Bukti Persangkaan Dalam Pembuktian Hukum Acara Perdata

Alat Bukti Persangkaan Dalam Hukum Acara Perdata.

Persangkaan sebagai alat pembuktian di dalam hukum acara perdata adalah alat bukti yang menempati urutan ke-3 (ketiga) dari ke-5 (kelima) alat bukti yang ada dalam hukum acara perdata. 

Persangkaan di atur dalam HIR Pasal 173, pada RBG Pasal 310 dan pada KUH Perdata yang ditempatkan pada Buku Keempat, Bab Keempat, dan memuat delapan pasal, yakni Pasal 1915-1922;

Pasal 1915
Persangkaan ialah kesimpulan yang oleh undang-undang atau oleh Hakim ditarik dari suatu peristiwa yang diketahui umum ke arah suatu peristiwa yang tidak diketahui umum.

Ada dua persangkaan, yaitu persangkaan yang berdasarkan undang-undang dan persangkaan yang tidak berdasarkan undang-undang.

Pasal 1916
Persangkaan yang berdasarkan undang-undang ialah persangkaan yang dihubungkan dengan perbuatan tertentu atau peristiwa tertentu berdasarkan ketentuan undang-undang.
Persangkaan semacam itu antara lain adalah;

  1. perbuatan yang dinyatakan batal oleh undang-undang, karena perbuatan itu semata-mata berdasarkan dari sifat dan wujudnya, dianggap telah dilakukan untuk menghindari suatu ketentuan undang-undang;

  2. pernyataan undang-undang yang menyimpulkan adanya hak milik atau pembebasan utang dari keadaan tertentu;

  3. kekuatan yang diberikan oleh undang-undang kepada suatu putusan Hakim yang memperoleh kekuatan hukum yang pasti;

  4. kekuatan yang diberikan oleh undang-undang kepada pengakuan atau kepada sumpah salah satu pihak.

  5. Pasal 1917
Kekuatan suatu putusan Hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum yang pasti hanya mengenai pokok perkara yang bersangkutan.
Untuk dapat menggunakan kekuatan itu, soal yang dituntut harus sama; tuntutan harus didasarkan pada alasan yang sama; dan harus diajukan oleh pihak yang sama dan terhadap pihak-pihak yang sama dalam hubungan yang sama pula.

Pasal 1918
Suatu putusan Hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum yang pasti, yang menyatakan hukuman kepada seseorang yang karena suatu kejahatan atau pelanggaran dalam suatu perkara perdata, dapat diterima sebagai suatu bukti tentang perbuatan yang telah dilakukan, kecuali jika dapat dibuktikan sebaliknya.

Pasal 1919
Jika seseorang telah dibebaskan dari tuduhan melakukan kejahatan atau pelanggaran terhadapnya, maka pembebasan tersebut tidak dapat diajukan sebagai perkara perdata ke Pengadilan untuk menangkis tuntutan ganti rugi.

Pasal 1920
Putusan Hakim mengenai kedudukan hukum seseorang, yang dijatuhkan terhadap orang yang menurut undang-undang berwenang untuk membantah tuntutan itu, berlaku terhadap siapa pun.

Pasal 1921
Suatu persangkaan menurut undang-undang, membebaskan orang yang diuntungkan persangkaan itu dan segala pembuktian lebih lanjut.
Terhadap suatu persangkaan menurut undang-undang, tidak boleh diadakan pembuktian, bila berdasarkan persangkaan itu undang-undang menyatakan batalnya perbuatan-perbuatan tertentu atau menolak diajukannya suatu gugatan ke muka Pengadilan, kecuali bila undang-undang memperbolehkan pembuktian sebaliknya, tanpa mengurangi ketentuan-ketentuan mengenai sumpah di hadapan Hakim.

Pasal 1922
Persangkaan yang tidak berdasarkan undang-undang sendiri diserahkan kepada pertimbangan dan kewaspadaan Hakim, yang dalam hal ini tidak boleh memperhatikan persangkaan-persangkaan yang lain. Persangkaan-persangkaan yang demikian hanya boleh diperhatikan, bila undang-undang mengizinkan pembuktian dengan saksi-saksi, begitu pula bila terhadap suatu perbuatan atau suatu akta diajukan suatu bantahan dengan alasan-alasan adanya itikad buruk atau penipuan.

Sedangkan menurut Ahli Hukum Subekti persangkaan adalah : kesimpulan yang ditarik dari suatu peristiwa yang telah ”terkenal” atau yang dianggap terbukti ke arah suatu peristiwa yang ”tidak terkenal”, dalam artian sebelum terbukti. 

Menurut Pitlo, persangkaan (vermoedem) dalam arti dari fakta-fakta yang diketahui ditarik kesimpulan ke arah yang lebih konkrit kepastiannya (kesimpulan yang ditarik dari fakta-fakta yang diketahui dan ditemukan dalam proses persidangan ke arah yang mendekati kepastian)”

Salam
Tim AHP|ADVOKAT

Monday, 14 June 2021

Alat Bukti Surat Dalam Perkara Perdata

Alat Bukti Surat Dalam Perkara Perdata

Hukum Acara Perdata mengenal 5 macam alat bukti yang sah, yang diatur dalam Pasal 164 Herziene Inlandsch Reglement (“HIR”), yaitu:

  1. Surat;
  2. Saksi;
  3. Persangkaan;
  4. Pengakuan;
  5. Sumpah.

Dalam hukum acara perdata, alat bukti tertulis baik berupa surat maupun dokumen tertulis lainnya merupakan alat bukti yang utama, karena alat bukti secara tertulis dibuat untuk membuktikan suatu keadaan, atau kejadian yang telah terjadi atau perbuatan hukum yang harus dilakukan oleh seseorang nantinya.

Untuk alat bukti tertulis dalam KUHPerdata merujuk pada:

Pasal 1867

"Pembuktian dengan tulisan dilakukan dengan tulisan otentik atau dengan tulisan di bawah tangan"

Kekuatan pembuktian akta otentik memberikan suatu bukti yang sempurna tentang apa yang termuat di dalamnya, sedangkan akta dibawah tangan sesuai dengan ketentuan di pasal 1875 KUHPerdata Suatu tulisan di bawah tangan yang diakui kebenarannya oleh orang yang dihadapkan kepadanya atau secara hukum dianggap telah dibenarkan olehnya, menimbulkan bukti lengkap seperti suatu akta otentik bagi orang-orang yang menandatanganinya, ahli warisnya serta orang-orang yang mendapat hak dari mereka.

Proses pembuktian di pengadilan dilakukan oleh majelis hakim pemeriksa perkara dengan cara menyelidiki apakah suatu hubungan hukum yang menjadi dasar gugatan benar-benar ada atau tidak. Adanya hubungan hukum harus dapat dibuktikan oleh pihak penggugat dalam gugatannya supaya gugatan dapat dikabulkan.

Salam

Tim AHP|ADVOKAT

Memaknai Putusan Verstek

Memaknai Putusan Verstek

Putusan Verstek merupakan putusan majelis hakim yang memeriksa perkara yang dijatuhkan tanpa hadirnya tergugat dimana kehadirannya tanpa alasan yang sah meskipun telah dipanggil secara resmi dan patut. 

Umumnya bentuk amar putusan verstek dalam suatu perkara perbuatan melawan hukum (PMH) dimana posita dan petitumnya meminta pembayaran kerugian secara materiil dan immateriil adalah:

MENGADILI:

  1. Menyatakan Tergugat telah dipanggil dengan patut tetapi tidak hadir;
  2. Mengabulkan gugatan Penggugat  untuk sebagian dengan verstek;
  3. Menyatakan Tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum terhadap  Penggugat;
  4. Menghukum Tergugat untuk melaksanakan kewajibannya membayar secara tunai uang berupa kerugian Materiil kepada Penggugat sejumlah Rp-----------
  5. Menghukum Tergugat untuk melaksanakan kewajibannya  membayar secara tunai uang berupa kerugian Immateriel kepada Penggugat sejumlah Rp------------
  6. Menghukum Tergugat untuk membayar biaya perkara sejumlah Rp------------;
  7. Menolak gugatan Penggugat selain dan selebihnya

Salam
Tim AHP| ADVOKAT