Sunday, 8 November 2020

Perlindungan Bagi Korban Pelaku Tindak Pidana Penghinaan,Pencemaran Nama Baik dan Fitnah

Perlindungan Bagi Korban Pelaku Penghinaan, Penistaan, dan atau Fitnah Orang Lain Menurut Hukum yang Berlaku di Indonesia




Latar Belakang
Dalam kehidupan dan interaksi sosial tidak jarang terjadi ketersinggungan yang membawa suatu penghinaan, pencemaran nama baik dan  fitnah. Ucapan secara lisan yang tidak terkontrol maupun ungkapan kebencian secara tertulis dengan maksud mencemarkan nama baik dan atau fitnah dilakukan secara serampangan tanpa berpikir panjang bahwa tindakannya dapat dijerat ancaman pidana dan denda.

Dasar Hukum Menjerat Pelaku Penghinaan,Pencemaran Nama Baik dan atau Fitnah
Bagi pelaku pencemaran nama baik dan fitnah dapat dilaporkan kepada Pihak Kepolisan dengan merujuk pada beberapa dasar hukum sbb:
Seorang pelaku fitnah dapat dijerat Pasal 311 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”):
“Barangsiapa melakukan kejahatan menista atau menista dengan tulisan, dalam hal ia diizinkan untuk membuktikan tuduhannya itu, jika ia tidak dapat membuktikan dan jika tuduhan itu dilakukannya sedang diketahuinya tidak benar, dihukum karena salah memfitnah dengan hukum penjara selama-lamanya empat tahun
Ketentuan dalam Pasal 311 ayat (1) diatas juga dikaitkan dengan ketentuan pasal sebelumnya yakni pada Pasal 310 ayat (1) KUHP, yang berbunyi sebagai berikut:
“Barangsiapa sengaja merusak kehormatan atau nama baik seseorang dengan jalan menuduh dia melakukan sesuatu perbuatan dengan maksud yang nyata akan tersiarnya tuduhan itu, dihukum karena menista, dengan hukuman penjara selama-lamanya sembilan bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp 4.500,-“

Lebih lanjut secara khusus pelaku fitnah juga dapat dijerat dengan UU ITE sbb:
Ancaman Pidana Pelaku Penghinaan dalam UU ITE.Perbuatan Penghinaan, Menista atau Memfitnah di laman internet,Google, Media Sosial seperti di Facebook, WhatsApp, Instagram, YouTube, Twitter, Line dan sebagainya, ancaman pidananya:

1. Pasal 27 ayat 3 UU ITE yang memiliki korelasi dengan Pasal 310 KUHP dan Pasal 311 KUHP. Pasal 27 ayat 3 UU ITE ini memuat unsur “yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik” 

Keberlakuan dan tafsir Pasal 27 ayat (3) UU ITE tidak dapat dipisahkan dari norma hukum Pasal 310 KUHP dan Pasal 311 KUHP. Salah satu pertimbangan Mahkamah Konstitusi dalam putusan perkara No. 50/PUU-VI/2008 atas judicial review pasal 27 ayat (3) UU ITE terhadap UUD 1945. Mahkamah Konstitusi menyimpulkan bahwa nama baik dan kehormatan seseorang patut dilindungi oleh hukum yang berlaku, sehingga Pasal 27 ayat (3) UU ITE tidak melanggar nilai-nilai demokrasi, hak azasi manusia, dan prinsip-prinsip negara hukum. Pasal 27 ayat (3) UU ITE adalah Konstitusional.

2. Pasal 45 ayat 1 UU ITE  Menyatakan sebagai berikut: ayat 1 “Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/ atau denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)”,

3. Pasal 36 UU ITE dikaitkan dengan Ketentuan Pasal 51 ayat (2)
"Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan perbuatan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 27 sampai Pasal 34 yang mengakibatkan kerugian bagi orang lain"

4. Pasal 51 ayat (2) UU ITE. Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana damasked dalam Pasal 36 dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah). 

Kesimpulan
1. Para korban pelaku tindak pidana pencemaran nama baik,penghinaan maupun fitnah dapat melaporkan kepada pihak kepolisian dengan mendasarkan laporannya pada Pasal 310 ayat (1) KUHP,Pasal 311 ayat (1 KUHP), Pasal 27 ayat (3) UU ITE, Pasal 45 ayat (1) UU ITE, Pasal 36 UU ITE dan Pasal 51 ayat (2) UU ITE;

2. Sudah selayaknya bagi setiap pelaku tindak pidana penghinaan,pencemaran nama baik dan fitnah dijerat seberat-beratnya dengan hukuman yang berlapis.

Salam

Sumber:
UU ITE
KUHP



PERBUATAN MELAWAN HUKUM

PERBUATAN MELAWAN HUKUM



Perbuatan Melawan Hukum diatur dalam Pasal 1365 KUHPerdata sebagai berikut: 

“Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk mengganti kerugian tersebut”; 

Ganti rugi sesuai dengan Pasal 1365 KUH Perdata, apabila unsur-unsur di bawah ini terpenuhi yakni: 

(a) adanya perbuatan yang bersifat melanggar hukum, yang menurut yurisprudensi tetap adalah: 

(i) perbuatan yang bertentangan dengan kewajiban hukum si pembuat; atau 

(ii) perbuatan yang melanggar hak subyektif orang lain; atau  

(iii) perbuatan yang melanggar kaidah tata susila; atau 

(iv)perbuatan yang bertentangan dengan asas kepatutan, ketelitian serta sikap hati-hati yang seharusnya dimiliki seseorang dalam pergaulan dengan sesama warga masyarakat atau terhadap harta benda orang lain; 

(b) adanya kerugian yang disebabkan oleh perbuatan melawan hukum; 

(c) adanya kesalahan pada si pembuat; dan 

(d)adanya hubungan kausal antara perbuatan dengan kerugian; 

Salam
Sumber gambar:

Thursday, 25 June 2020

ASAS PEMISAHAN HORISONTAL

ASAS PEMISAHAN HORISONTAL

Hukum Property di Indonesia menganut Asas pemisahan horisontal, dalam Asas ini berarti antara tanah dan bangunan yang berada diatasnya bukan merupakan satu kesatuan / terpisah. Dengan adanya pemisahan ini masing-masing bagian dari Property tersebut mempunyai pembagian hak atasnya.

Dalam prakteknya banyak ditemui tanah dengan status Hak Milik dan bangunan yang berdiri diatasnya memiliki status HGB ataupun hak pakai, beberapa didaerah perkotaan juga masih banyak ditemui tanah dengan status Hak pakai namun yang berdiri bangunan diatasnya memiliki sertifikat berupa HGB. 

Salam
AHP|ADVOKAT 

Sumber gambar:

https://mirdinatajaka.blogspot.com/2017/05/asas-perlekatan-dan-asas-pemisahan.html?m=1


Saturday, 20 June 2020

KEWENANGAN PENGALIHAN ASET MILIK PERUSAHAAN

KEWENANGAN PENGALIHAN ASET MILIK PERUSAHAAN

Terhadap semua aset-aset milik perusahaan yang mau dijual /dialihkan maka Direksi memiliki kewenangan untuk melakukannya. Kewenangan yang dimiliki oleh Direksi ini sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya namun tetap diperhatikan ketentuan didalam anggaran dasar perseroan yang bersangkutan. 

Adapun untuk penjualan/pengalihan aset milik perseroan yang nilainya melebihi 50% dari total kekayaan perseroan maka tetap Direksi memiliki kewenangan untuk melakukannya namun diperlukan adanya persetujuan dari Komisaris dan atau RUPS dan sesuai dengan anggaran dasar. 

Sejalan dengan ketentuan didalam UU PT yang menyatakan Kewenangan Direksi untuk mewakili Perseroan adalah tidak terbatas dan tidak bersyarat, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang PT, anggaran dasar, atau keputusan RUPS.

Salam
AHP |ADVOKAT 

Thursday, 18 June 2020

Jual Beli Property Yang Bermasalah

Jual Beli Property Yang Bermasalah


Bagaimana jadinya bila property yang baru saja dibeli kemudian disengketakan oleh pemilik dari pemilik sebelumnya?? Adakah perlindungan hukum yang bisa diberikan? 

Masalah transaksi tanah dan property bagi seorang pembeli yang merupakan pihak ketiga yang beritikad baik, wajib dilindungi oleh hukum, karena tidak tahu-menahu akan sengketa internal antara pihak penjual dengan pemilik tanah sebelumnya.

Ketidaktahuan dari pihak pembeli yang beritikad baik tersebut bukan menjadi alasan baginya untuk melegalkan kepemilikan terhadap objek property /tanah yang dibelinya, oleh karenanya hukum memberi ruang kepada pembeli yang beritikad baik untuk menuntut kepada pihak penjual agar mengembalikan harga pembelian (Pasal 1495 KUH Perdata).

Salam
AHP|ADVOKAT 
Narasumber:
Ahli Hukum Property Sdr.Advokat Aslam Fetra Hasan,S.H.,C.L.A

Sumber gambar

Friday, 5 June 2020

AHP |ADVOKAT

AHP |ADVOKAT



Salam
AHP |ADVOKAT 

Wewenang Setiap Direksi Dalam Mewakili Perseroan. 

Wewenang Setiap Direksi Dalam Mewakili Perseroan. 

Seorang Direksi sesuai dengan fungsi, tugas dan tanggung jawabnya mempunyai wewenang bertindak untuk dan atas nama perseroan, dalam hal sebuah PT memiliki lebih dari seorang Direksi maka setiap anggota Direksi memiliki kewenangan untuk bertindak mewakili perseroan tanpa memerlukan adanya surat kuasa dari Direktur Utama atau Direktur lainnya kecuali ditentukan lain oleh anggaran dasar PT tersebut. 

Ketentuan didalam UU PT menyatakan bahwa:

 (1) Direksi mewakili Perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan.

 (2) Dalam hal anggota Direksi terdiri lebih dari 1 (satu) orang, yang berwenang mewakili Perseroan adalah setiap anggota Direksi, kecuali ditentukan lain dalam anggaran dasar.

 (3) Kewenangan Direksi untuk mewakili Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah tidak terbatas dan tidak bersyarat, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang PT ,anggaran dasar, atau keputusan RUPS.

Salam 
AHP |ADVOKAT