Monday, 24 May 2021

Prosedur Pembukaan Rahasia Bank Khusus Untuk Kepentingan Peradilan Perkara Pidana-Petugas Bank Wajib Tahu-

Prosedur Pembukaan Rahasia Bank Khusus Untuk Kepentingan Peradilan Perkara Pidana-Petugas Bank Wajib Tahu-


Dalam proses perkara pidana, mengenai kerahasiaan Bank dapat diterobos dengan berdasarkan pada ketentuan yang dimuat dalam UU Perbankan Pasal 42 yang menyatakan:

Pasal 42
(1)Untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana, Pimpinan Bank Indonesia dapat memberikan izin kepada polisi, jaksa, atau hakim untuk memperoleh keterangan dari bank mengenai simpanan tersangka atau terdakwa pada bank.

(2) Izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan secara tertulis atas permintaan tertulis dari Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Jaksa Agung, atau Ketua Mahkamah Agung

(3)Permintaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus menyebutkan nama dan jabatan polisi, jaksa, atau hakim, nama tersangka atau terdakwa, alasan diperlukannya keterangan dan hubungan perkara pidana yang bersangkutan dengan keterangan yang diperlukan."

Ketentuan yang dimuat dalam pasal diatas adalah syarat-syarat formil yang harus dipenuhi untuk dapat menerobos kerahasiaan nasabah penyimpan dan simpanannya, masih mengutip pendapat dari Advokat Aslam Fetra Hasan bahwa dalam hal ketentuan persyaratan diatas tidak terpenuhi (tidak ada ijin dari pimpinan bank Indonesia /saat ini Pimpinan OJK maka petugas bank tidak wajib untuk memenuhi permintaan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya

Salam
Tim AHP|ADVOKAT

KERAHASIAN BANK PENDAPAT ADVOKAT ASLAM FETRA HASAN

KERAHASIAN BANK PENDAPAT ADVOKAT ASLAM FETRA HASAN

Dengan mengutip uraian yang disampaikan oleh rekan Advokat Aslam Fetra Hasan Ruang lingkup rahasia bank meliputi keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya,lebih lanjut Pengecualian atas ketentuan rahasia bank meliputi: 

1) untuk kepentingan perpajakan, atas perintah tertulis dari Pimpinan OJK);

2) untuk penyelesaian piutang bank yang sudah diserahkan kepada BUPLN/PUPN, atas izin Pimpinan OJK);

3) untuk kepentingan peradilan perkara pidana, atas izin Pimpinan OJK;

4) dalam sengketa perkara perdata antara bank dengan nasabahnya;

5) dalam rangka tukar menukar informasi antar bank;

6)atas permintaan, persetujuan, atau kuasa dari nasabah penyimpan dana yang dibuat secara tertulis; dan

7) atas permintaan ahli waris yang sah dari nasabah (simpanan) yang telah meninggal dunia.


Salam

TIM AHP |ADVOKAT

Karakteristik Tindak Pidana Perbankan

Karakteristik Tindak Pidana Perbankan

    Sumber Gambar:klik

Tindak pidana perbankan (Tipibank) termuat dalam Undang-Undang Perbankan membedakan sanksi pidana kedalam dua bentuk, yaituk kejahatandan pelanggaran. 

Tipibank dalam bentuk kejahatan terdiri dari tujuh pasal, yaitu Pasal 46, 47, 47A, 48 ayat (1), 49, 50, dan Pasal 50A UU Perbankan 

Pasal 46 
Keterangan Pasal 46 ayat (1) diubah, sehingga Pasal 46 ayat (1) menjadi berbunyi sebagai berikut:
(1) Barang siapa menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan tanpa izin usaha dari Pimpinan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp 20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah)."

Pasal 47
(1) Barang siapa tanpa membawa perintah tertulis atau izin dari Pimpinan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 41A, dan Pasal 42, dengan sengaja memaksa bank atau Pihak Terafiliasi untuk memberikan keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp 200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah).

(2) Anggota Dewan Komisaris, Direksi, pegawai bank atau Pihak Terafiliasi lainnya yang sengaja memberikan keterangan yang wajib dirahasiakan menurut Pasal 40, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp 4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah) dan paling banyak Rp 8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah)."

"Pasal 47A
Anggota Dewan Komisaris, Direksi, atau pegawai bank yang dengan sengaja tidak memberikan keterangan yang wajib dipenuhi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42A dan Pasal 44a, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp. 4.000.000.000.00 (empat miliar rupiah) dan paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah)."

Pasal 48 ayat 1
Anggota Dewan Komisaris, Direksi, atau pegawai bank yang dengan sengaja tidak memberikan keterangan yang wajib dipenuhi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) dan ayat (2) dan Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2), diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp100.000.000,000,00 (seratus miliar rupiah)."

Pasal 49
Anggota Dewan Komisaris, Direksi, atau pegawai bank yang dengan sengaja:

a. membuat atau menyebabkan adanya pencatatan palsu dalampembukuan atau dalam proses laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank;

b. menghilangkan atau tidak memasukkan atau menyebabkan tidak dilakukannya pencatatan dalam pembukuan atau dalamlaporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha,laporan transaksi atau rekening suatu bank;

c. mengubah, mengaburkan, menyembunyikan, menghapus, atau
menghilangkan adanya suatu pencatatan dalam pembukuan atau dalam laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank, atau dengan sengaja mengubah, mengaburkan, menghilangkan, menyembunyikan atau merusak catatan pembukuan tersebut, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah).


(2) Anggota Dewan Komisaris, Direksi, atau pegawai bank yang dengan sengaja:
a. meminta atau menerima, mengizinkan atau menyetujui untuk menerima suatu imbalan, komisi, uang tambahan, pelayanan, uang atau barang berharga, untuk keuntungan pribadinya atau untuk keuntungan keluarganya, dalam rangka mendapatkan atau berusaha mendapatkan bagi orang lain dalam memperoleh uang muka, bank garansi, atau fasilitas kredit dari bank, atau dalam rangka pembelian atau pendiskontoan oleh bank atas surat-surat wesel, surat promes, cek, dan kertas dagang atau bukti kewajiban lainnya, ataupun dalam rangka memberikan persetujuan bagi orang lain untuk melaksanakanpenarikan dana yang melebihi batas kreditnya pada bank;

b. tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan bank terhadap ketentuan dalam Undang-undang ini dan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku bagi bank, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun dan paling lama 8 (delapan) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah)."

Pasal 50
Pihak Terafiliasi yang dengan sengaja tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan bank terhadap ketentuan dalam Undang-undang ini dan peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku bagi bank, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurang 3 (tiga) tahun dan paling lama 8 (delapan) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).

Pasal 50a
Pemegang saham yang dengan sengaja menyuruh Dewan Komisaris, Direksi, atau pegawai bank untuk melakukan atau tidak melakukan tindakan yang mengakibatkan bank tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan bank terhadap ketentuan dalam Undang-undang ini dan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku bagi bank,diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 7 (tujuh) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah)."

Tipibank dengan kualifikasi pelanggaran dengan sanksi  pidana yang lebih ringan daripada tindak pidana yang dikualifikasika kejahatan, terdiri dari satu pasal, yaitu Pasal 48 ayat (2).

Pasal 48 (2)
Anggota Dewan Komisaris, Direksi, atau pegawai bank yang dengan lalai memberikan keterangan yang wajib dipenuhi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) dan ayat (2) dan Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2), diancam dengan pidana kurungan sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun dan paling lama 2 (dua) tahun dan atau denda sekurang-kurangnya Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah)."

Salam
AHP|ADVOKAT

Tindak Pidana Perbankan

TINDAK PIDANA PERBANKAN

Tindak pidana perbankan menyasar dana masyarakat yang disimpan di bank secara melawan hukum, oleh karenanya tindak pidana perbankan merugikan kepentingan berbagai pihak, baik bank itu sendiri maupun nasabah penyimpan dana.

Tindak pidana perbankan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 sampai dengan Pasal 50A Undang-Undang Perbankan atau Pasal 59 sampai dengan Pasal 66 Undang-Undang Perbankan Syariah dengan Ruang lingkup tipibank adalah:

a. Tindak pidana berkaitan dengan perizinan;

b. Tindak pidana berkaitan dengan rahasia bank;

c. Tindak pidana berkaitan dengan pengawasan bank;

d. Tindak pidana berkaitan dengan kegiatan usaha bank;

e.Tindak pidana berkaitan dengan pihak terafiliasi;

f. Tindak pidana berkaitan dengan pemegang saham;

g. Tindak pidana berkaitan dengan ketaatan terhadap ketentuan.

Salam

Tim AHP|ADVOKAT

Sunday, 23 May 2021

Mengenal Jasa Hukum dan Layanan Hukum

AHP| ADVOKAT

  Link Sumber gambar


Ruang Lingkup Jasa Hukum:

HUKUM PERDAGANGAN:
  • Pendirian Badan-badan Usaha, seperti: UD, CV, Firma, PT, Koperasi, Yayasan dll., 
  • Pengurusan Legalitas Perijinan Usaha, 
  • Pembuatan kontrak-kontrak dagang, 
  • Analisa/Review kontrak-kontrak dagang, 
  • Proses Pelanggaran kontrak dagang (breach of contract), 
  • Mempertahankan kontrak dagang, 
  • Mengajukan gugatan sengketa dagang, 
  • Drafting dan Penggunaan Surat Berharga, dan lain-lain.

HUKUM PERBANKAN
  • Legal due diligence untuk Pembiayaan suatu proyek baik proyek pemerintah maupun swasta, 
  • Analisa setiap Dokumen Kredit Bank, Kredit Sindikasi,kredit program, 
  • Penanganan Kasus-kasus pidana perbankan, 
  • Penyelesaian kredit bermasalah atau macet, 
  • Eksekusi benda jaminan, 
  • Kartu kredit (credit card),
  • Penyelesaian persoalan seputar jasa operasional perbankan, dan lain-lain.

HUKUM PERUSAHAAN
  • Pembuatan Draft Anggaran Dasar Perusahaan, 
  • Pendirian Perusahaan seperti UD, Firma, CV, Koperasi dan Perseroan Terbatas, 
  • Pengurusan Legalitas Perijinan dan operasional  Usaha, 
  • Pembuatan Draft Perjanjian dan/atau Dokumen perusahaan lainnya (Legal Drafting), 
  • Pengurusan Legalitas Kontrak/Kerjasama dengan Perusahaan lain, Investasi (Penanaman Modal) pada perusahaan lain, 
  • Legal Audit Dokumen Perusahaan, 
  • Pembubaran suatu perusahaan.

HUKUM PERDATA UMUM
Meliputi perkara-perkara:
  • utang Piutang,
  • Hibah, 
  • Jual Beli, 
  • Sewa Menyewa, 
  • Pinjam Meminjam, 
  • Perbuatan Melawan Hukum, 
  • ingkar janji (wanprestasi), 
  • titip jual, 
  • transaksi leasing, 
  • anjak piutang, 
  • pembiayaan konsumen dan lain-lain.

HUKUM PERTANAHAN
  • Sengketa kepemilikan Tanah, 
  • Sengketa jual beli, 
  • Sewa menyewa tanah, 
  • Kasus penghunian tanah oleh orang tidak berhak, 
  • Kasus penyerobotan tanah, 
  • kasus sertifikat gandaserta kasus-kasus bidang pertanahan lainnya

Tim AHP|ADVOKAT

Wednesday, 19 May 2021

Tanggung Jawab Pendiri dan Pengurus Perseroan Dalam Hal Perseroan Belum Berbadan Hukum

Tanggung Jawab Pendiri dan Pengurus Perseroan Dalam Hal Perseroan Belum Berbadan Hukum

Pendiri dan pengurus perseroan dengan perseroan yang didirikan merupakan subyek hukum yang terpisah sepanjang perseroan yang didirikan sudah sah berbadan hukum. Apabila perseroan yang didirikan belum sah berbadan hukum dan pendiri dan pengurus perseroan melakukan perbuatan hukum atas nama perseroan dengan pihak ketiga maka pendiri dan pengurus perseroan semuanya bertanggung jawab secara tanggung renteng atas perbuatan hukum tersebut.

Lebih lanjut dalam UU PT dinyatakan bahwa Perbuatan hukum yang dilakukan pendiri untuk kepentingan Perseroan yang belum didirikan, mengikat Perseroan setelah Perseroan menjadi badan hukum apabila RUPS pertama Perseroan secara tegas menyatakan menerima atau mengambil alih semua hak dan kewajiban yang timbul dari perbuatan hukum yang dilakukan oleh calon pendiri atau kuasanya.

Dengan demikian pendiri yang melakukan perbuatan hukum tersebut akan tetap bertanggung jawab secara pribadi atas segala akibat yang timbul sepanjang belum ada penegasan RUPS Perseroan yang secara tegas menyatakan menerima atau mengambil alih semua hak dan kewajiban yang timbul dari perbuatan hukum yang dilakukan

Salam

Tim AHP|ADVOKAT

Tuesday, 18 May 2021

Memahami Tanggung Jawab Pemegang Saham Dalam Perusahaan

Memahami Tanggung Jawab Pemegang Saham Dalam Perusahaan

Dalam mendirikan sebuah perseroan terbatas tentu ada pemisahan yang tegas antara harta kekayaan pemegang saham dengan harta perseroan pun demikian terhadap tanggung jawab pemegang saham terhadap perseroan. Pemegang Saham tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama Perseroan dan tidak bertanggung jawab atas kerugian Perseroan melebihi saham yang dimiliki.

Namun pemisahan dan batasan tanggung jawab pemegang saham terhadap perseroan tidak berlaku sebagaimana yang ditentukan dalam UU PT yakni apabila:

a. persyaratan Perseroan sebagai badan hukum belum atau tidak terpenuhi;

b. pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung dengan itikad buruk memanfaatkan Perseroan untuk kepentingan pribadi;

c. pemegang saham yang bersangkutan terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Perseroan; atau

d. pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung secara melawan hukum menggunakan kekayaan Perseroan, yang mengakibatkan kekayaan Perseroan menjadi tidak cukup untuk melunasi utang Perseroan.

Salam 

TIM AHP|ADVOKAT