Sunday, 31 May 2020

Tatacara Pengalihan Saham PT

Tatacara Pengalihan Saham PT

Pengalihan/pemindahan hak atas suatu saham dalam perseroan terbatas hanya dapat dilakukan dengan akta pemindahan hak, baik akta notariil maupun akta di bawah tangan disamping itu juga dengan memperhatikan ketentuan mengenai tata cara pengalihan saham yang diatur dalam anggaran dasar Perseroan. 

Tata Cara pengalihan saham yang diatur dalam anggaran dasar perseroan dapat diatur persyaratannya yakni mengenai pemindahan hak atas saham, yaitu:

a. keharusan menawarkan terlebih dahulu kepada pemegang saham dengan klasifikasi tertentu atau pemegang saham lainnya;

b. keharusan mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari Organ Perseroan; dan/atau

c. keharusan mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dalam hal anggaran dasar mengharuskan pemegang saham penjual menawarkan terlebih dahulu sahamnya kepada pemegang saham klasifikasi tertentu atau pemegang saham lain, dan dalam jangka waktu 30 hari terhitung sejak tanggal penawaran dilakukan ternyata pemegang saham tersebut tidak membeli, maka pemegang saham penjual dapat menawarkan dan menjual sahamnya kepada pihak ketiga;

Dalam hal anggaran dasar perseroan mengatur keharusan untuk mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari organ perseroan, maka harus diperhatikan ketentuan Pasal 59 UU PT sebagai berikut:
(1)Pemberian persetujuan pemindahan hak atas saham yang memerlukan persetujuan Organ Perseroan atau penolakannya harus diberikan secara tertulis dalam jangka waktu paling lama 90 (sembilan puluh) hari terhitung sejak tanggal Organ Perseroan menerima permintaan persetujuan pemindahan hak tersebut.

(2) Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah lewat dan Organ Perseroan tidak memberikan pernyataan tertulis, Organ Perseroan dianggap menyetujui pemindahan hak atas saham tersebut.

(3) Dalam hal pemindahan hak atas saham disetujui oleh Organ Perseroan, pemindahan hak harus dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 dan dilakukan dalam jangka waktu paling lama 90 (sembilan puluh) hari terhitung sejak tanggal persetujuan diberikan.

Salam
AHP|ADVOKAT 

Friday, 29 May 2020

Cara Eksekusi Obyek Jaminan Fidusia dan Hak Tanggungan diluar Lelang

Cara Eksekusi Obyek Jaminan Fidusia dan Hak Tanggungan diluar Lelang

Pelaksanaan eksekusi atas obyek benda yang dibebani dengan jaminan fidusia dan hak tanggungan dapat dilakukan diluar mekanisme lelang, pelaksanaan eksekusi ini dengan cara penjualan dibawah tangan yang dilakukan oleh pihak debitor maupun kreditor.

Untuk eksekusi melalui mekanisme ini pihak debitor atau kreditor bersama-sama mencari pembeli yang berminat atas obyek jaminan tersebut. Dalam hal kesepakatan jual-beli terjadi maka hasil penjualan digunakan untuk melunasi sisa outstanding yang ada dan bilamana ada kelebihan maka akan dikembalikan kepada pihak debitor.

Dasar Hukum

Berdasarkan Pasal 29 ayat (1) huruf c Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (“UU Fidusia”), apabila debitor atau pemberi fidusia cidera janji, maka dapat dilakukan eksekusi atas benda yang dijadikan jaminan fidusia dengan cara penjualan di bawah tangan yang dilakukan berdasarkan kesepakatan pemberi dan penerima fidusia jika dengan cara demikian dapat diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan para pihak.

Berdasarkan Pasal 20 ayat (2) Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan Dengan Tanah (“UU Hak Tanggungan”), apabila debitur cidera janji, maka atas kesepakatan pemberi dan pemegang Hak Tanggungan, penjualan obyek Hak Tanggungan dapat dilaksanakan di bawah tangan jika dengan demikian itu akan dapat diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan semua pihak.

Salam
AHP |ADVOKAT 

Sunday, 3 May 2020

Pelindungan Hukum Bagi Pihak Yang Menempati Tanah Negara (berlangsung lama dan terus-menerus) dan Membangun Sebuah Bangunan Rumah Diatasnya;

Pelindungan Hukum Bagi Pihak Yang Menempati Tanah Negara (berlangsung lama dan terus-menerus) dan Membangun Sebuah Bangunan Rumah Diatasnya


Sebenarnya kedudukan/posisi dari seseorang /warga yang menempati tanah negara tidak lebih hanya sebagai penggarap tanah negara.

Seseorang /warga selaku penggarap tanah negara dan mendirikan bangunan diatasnya hanyalah pemilik bangunan yang didirikannya namun bukan sebagai pemilik tanah.

Meskipun hanya sebagai penggarap tanah maka tetap perlu memperoleh perlindungan hukum, oleh karenanya bilamana ada pihak-pihak lain yang menguasai tanah tersebut diatas dengan ikut membangun dan mendirikan perkantoran di atas tanah garapan milik warga maka tindakan tersebut merupakan suatu tindakan melawan hukum. 

Mengambil alih tanah negara yang telah ditempati oleh warga secara turun menurun dan terus-menerus, harus diajukan kepada BPN menurut prosedur dalam peraturan perundang-undangan. Konsekuensi bila hal ini tidak diindahkan maka sudah sepatutnya untuk segera menyerahkan tanah tersebut kepada warga dalam keadaan bersih dan kosong;
Salam

AHP |ADVOKAT

AHP|ADVOKAT  memiliki keahlian dan pengalaman dalam bidang transaksi property baik jual beli dan sewa-menyewa lahan komersial dan property maupun penyelesaian sengketa property, di Pengadilan Tata Usaha Negara  (PTUN), Pengadilan Negeri (PN) dan penyelidikan kepolisian terkait penipuan dan perusakan property disamping itu Kami juga menyediakan pandangan hukum / (property insight) bagi para klien retainer kami yang beroperasi di bidang tanah dan property. Kami juga menyiapkan perjanjian jual-beli tanah, rumah, apartemen, pabrik serta  memberikan saran sesuai dengan regulasi tentang tanah dan property, mewakili klien dalam setiap transaksi / negosiasi sengketa property, dan kami  juga menyiapkan rancangan serta dokumentasi hukum terkait penyelesaian masalah transaksi tanah dan property secara umum.
AHP |ADVOKAT 
HP/WA:081905057198

Thursday, 30 April 2020

PENGUSAHA WAJIB TAHU BEDA PKPU & KEPAILITAN

PENGUSAHA WAJIB TAHU BEDA PKPU & KEPAILITAN


Untuk Kepailitan, merujuk pada definisinya, kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas.

Sedangkan , PKPU yakni upaya debitur mengajukan permohonan ke pengadilan untuk menunda kewajiban pembayaran utang dengan maksud untuk mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran sebagian atau seluruh utang kepada kreditur.

Lebih lanjut, berikut terdapat empat perbedaan utama antara kepailitan dan PKPU. 
Pertama, dalam tahapan kepailitan mengenal adanya upaya hukum terhadap putusan majelis hakim Pengadilan Niaga, sedangkan PKPU tidak mengenal adanya upaya hukum apapun.
Dasar Hukum:
Merujuk pada Pasal 11 ayat (1) UU Nomor 37 Tahun 2004 memberi peluang kepada pemohon atau termohon mengajukan kasasi jika merasa tidak puas atas putusan majelis hakim Pengadilan Niaga. Setelah kasasi, pemohon atau termohon masih diberikan kesempatan untuk mengajukan peninjauan kembali atas putusan yang telah berkekuatan hukum tetap.


Kedua, UU Nomor 37 Tahun 2004 mengatur bahwa pengurusan atas harta debitur dalam kepailitan adalah kurator. Sementara dalam proses PKPU yang melakukan pengurusan harta debitor adalah pengurus.

Ketiga, dalam kepailitan, debitor kehilangan haknya untuk menguasai dan mengurus kekayaannya yang termasuk dalam harta pailit (boedel pailit) . Sedangkan dalam PKPU, debitor masih dapat melakukan pengurusan terhadap hartanya selama mendapatkan persetujuan dari pengurus (setiap tindakan oleh pengurus perseroan dalam menjalankan aktifitas usahanya harus diketahui dan mendapatkan persetujuan dari pengurus) 

Keempat, kepailitan tidak mengenal batas waktu tertentu terkait penyelesaian seluruh proses kepailitan setelah putusan Pengadilan Niaga. Sebaliknya, PKPU mengenal batas waktu yakni PKPU dan perpanjangannya tidak boleh melebihi 270 hari setelah putusan PKPU sementara diucapkan.

AHP|ADVOKAT berpengalaman dalam setiap penanganan perkara terkait kepailitan dan PKPU. Percayakan penyelesaian masalah anda kepada tim AHP|ADVOKAT. Segera hubungi:
Hp/WA: 081905057198
Email:a.f.hasanlawoffice@gmail.com

Sunday, 26 April 2020

Reschedule Sebagai Solusi Kredit Macet

Reschedule Sebagai Solusi Kredit Macet

Kredit macet merupakan risiko yang dihadapi saat debitor mengajukan kredit. Salah satu penyebab dari Kredit macet sering kali terjadi karena pengaturan cashflow debitor yang kurang tetap sehingga diakhir jadwal pemenuhan kewajibannya akan kesulitan dalam membayar kredit. 

Ada berbagai macam upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi hal ini, salah satunya yakni dengan mengajukan permohonan reschedule kredit. 

Reschedule atau penjadwalan kembali kredit adalah pengubahan jadwal pembayaran kredit atau perubahan jangka waktu pemenuhan kewajiban. Reschedule kredit merupakan bagian dari restrukturisasi kredit. 

Dalam reschedule kredit, Jangka waktu kredit yang Anda punya bisa diperpanjang menurut kebijakan bank. Dengan perpanjangan jangka waktu kredit, maka kewajiban angsuran kredit setiap bulannya akan berkurang sehingga debitor diharapkan dapat mengatur kembali cashflownya
AHP|ADVOKAT
Registered Indonesian Advokat
HP/WA:081905057198

Saturday, 25 April 2020

Tinjauan Ringkas Hak Kreditor Pemegang Jaminan Kebendaan Dalam Kepailitan

Tinjauan Ringkas Hak Kreditor Pemegang Jaminan Kebendaan Dalam Kepailitan

Untuk jaminan Fidusia, Hak yang didahulukan dari kreditor penerima fidusia tidak hapus karena adanya kepailitan dan/atau likuidasi debitor pemberi fidusia.

Pemberian hak didahulukan kepada kreditor penerima fidusia merupakan perwujudan dari asas droit depreference yang tertuang dalam Pasal 1134 ayat (2) KUHPer yang berbunyi sebagaiberikut:
“Hak istimewa ialah suatu hak yang oleh undang-undang diberikan kepada seorang berpiutang sehingga tingkatnya lebih tinggi daripada orang yang berpiutang lainnya, semata-mata berdasarkan sifat piutangnya. Gadai dan hipotik (sekarang ini diperluas hingga setiap obyek jaminan kebendaan diantaranya Jaminan Fidusia dan Hak Tanggungan) adalah lebih tinggi daripada hak istimewa, kecuali dalam hal-hal di mana oleh Undang-Undang ditentukan sebaliknya. 

Dalam hal debitor pemberi fidusia dinyatakan pailit oleh putusan pengadilan niaga maka kreditor pemegang jaminan fidusia berkedudukan sebagai kreditor separatis, yaitu kreditor yang dipisahkan dari kreditor lainnya oleh sebab adanya jaminan kebendaan yang menjamin piutangnya. Lebih lanjut hak kreditor penerima fidusia dalam kepailitan diatur dalam Pasal 55 ayat (1) UU Kepailitan yang menyatakan sebagai berikut:
“Dengan tetap memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56, Pasal 57, dan Pasal 58, setiap kreditor pemegang gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek, atau hak agunan atas kebendaan lainnya, dapat mengeksekusi haknya seolah-olah tidak terjadi kepailitan.”

AHP|ADVOKAT
Registered Indonesian Advokat

Wednesday, 22 April 2020

Kompetensi Pengadilan Niaga VS Pengadilan Negeri:Salah Mengajukan Gugatan Akibatnya Gugatan Ditolak!! 

Kompetensi Pengadilan Niaga VS Pengadilan Negeri:Salah Mengajukan Gugatan Akibatnya Gugatan Ditolak!! 

Pengadilan Negeri tidak berwenang untuk mengadili perkara Kepailitan yang berkenaan dengan budel Pailit. 

Untuk pokok perkara gugatan sepanjang mengenai harta yang termasuk dalam budel pailit seharusnya gugatan diajukan ke Pengadilan Niaga.


Sesuai ketentuan Pasal 3 ayat (1) jo. Penjelasan Pasal 3 ayat (1) jo. Pasal 1 angka (7) Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, adalah :
- Pasal 3 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU, yang menyatakan : ‘Putusan atas Permohonan Pernyataan Pailit dan hal-hal lain yang berkaitan dengan dan/atau diatur dalam Undang-Undang ini, diputuskan oleh Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi daerah tempat kedudukan hukum debitor.’
- Pasal 1 angka (7) UU Kepailitan dan PKPU yang menyatakan : ‘Pengadilan adalah Pengadilan Niaga dalam ruang lingkup peradilan umum.’
- Penjelasan Pasal 3 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU, yang menyatakan : “Yang dimaksud dengan ‘hal-hal lain’ adalah antara lain:
- Actio Pauliana;
- Perlawanan Pihak Ketiga; atau
- Perkara dimana Debitor, Kreditor, Kurator atau Pengurus, menjadi salah satu pihak dalam perkara yang berkaitan dengan harta pailit;
- Termasuk gugatan Kurator terhadap Direksi yang menyebabkan Perseroan 
dinyatakan pailit karena kelalaiannya atau kesalahannya.


Kesimpulan :
Dengan mendasarkan pada Pasal 3 ayat (1) jo. Penjelasan Pasal 3 ayat (1) jo. Pasal 1 angka (7) Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, maka pengajuan ‘gugatan hal- hal lain’ utk kompetensi Pengadilan yang berwenang adalah Pengadilan Niaga.

AHP |ADVOKAT