Tuesday, 18 May 2021

PEMERIKSAAN PERSEROAN TERBATAS

PEMERIKSAAN PERSEROAN TERBATAS

Pemeriksaan terhadap perseroan terbatas dapat dilakukan dalam hal ada dugaan perbuatan melawan hukum yang merugikan pemegang saham ataup pihak ketiga; atau anggota Direksi atau Dewan Komisaris diduga melakukan perbuatan melawan hukum yang merugikan Perseroan atau pemegang saham atau pihak ketiga.

Masih merujuk kepada ketentuan didalam UU PT No 40 Tahun 2007, bahwa Pemeriksaan dilakukan dengan mengajukan permohonan secara tertulis beserta alasannya ke pengadilan negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan Perseroan, lebih lanjut bahwa Permohonan pemeriksaan ini sifatnya limitatif hanya terbatas dapat diajukan oleh:

a. 1 (satu) pemegang saham atau lebih yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara;

b. pihak lain yang berdasarkan peraturan perundang-undangan, anggaran dasar Perseroan atau perjanjian dengan Perseroan diberi wewenang untuk mengajukan permohonan pemeriksaan; atau

c. Kejaksaan untuk kepentingan umum.

Salam

Konsultasikan Permasalahan Hukum Anda Bersama AHP|ADVOKAT untuk memenuhi kebutuhan pemeriksaan perseroan terbatas maupun berkonsultasi dengan tim AHP |ADVOKAT. 

AHP|ADVOKAT telah beroperasi sejak Januari 2013. AHP|ADVOKAT sendiri merupakan konsultan hukum berpengalaman yang diisi oleh tenaga ahli di bidangnya.

Untuk berkonsultasi Anda bisa mengunjungi kantornya yang ada di GD Masindo.Jl. Mampang Prapatan Raya No.73A Jakarta Selatan. Anda juga bisa menghubungi nomor Whatsapp 081905057198. AHP|ADVOKAT telah menangani kebutuhan legal berbagai jenis perusahaan dan perorangan.

Tanggung Jawab Komisaris Dalam Kepailitan Perseroan

Tanggung Jawab Komisaris Dalam Kepailitan Perseroan


Bahwa dalam kepengurusan suatu perseroan terbatas, Komisaris mempunyai kewajiban dan tanggung jawab untuk memberikan nasehat dan pengawasan terhadap Direksi atas pengurusannya dalam menjalankan perusahaan supaya sesuai dengan maksud dan tujuan perusahaan.

Apabila dalam berjalannya waktu, kewajiban perusahaan tidak dapat lagi dipenuhi dari aset perusahaan sehingga perusahaan berada dalam kondisi rugi dan pailit maka Komisaris bertanggung jawab secara pribadi dan tanggung renteng dengan Direksi karena kesalahan atau kelalaiannya dalam melakukan pengawasan atas pengurusan yang dilaksanakan oleh Direksi terhadap semua kewajiban yang belum dilunasi namun Komisaris tidak dapat dimintai pertanggungjawaban atas kepailitan Perseroan apabila dapat membuktikan:

a. kepailitan tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya;

b. telah melakukan tugas pengawasan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan;

c. tidak mempunyai kepentingan pribadi, baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan oleh Direksi yang mengakibatkan kepailitan; dan

d. telah memberikan nasihat kepada Direksi untuk mencegah terjadinya kepailitan.

Salam

Tim AHP|ADVOKAT

Gambar

Pemberhentian Direksi Sebuah PT

Pemberhentian Direksi Sebuah PT


Pemberhentian Direksi sebuah PT tidak dapat dilakukan secara serta merta namun harus dilakukan dengan prosedur yang jelas dan sudah diatur baik dalam UU PT UU No 40 Tahun 2007 dan anggaran dasar perseroan. Menurut pendapat Rekan Advokat Aslam Fetra Hasan bahwa Pemberhentian Direksi sebuah PT menurut UU PT diatur didalam Pasal 105 Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang menyatakan:

(1)Anggota Direksi dapat diberhentikan sewaktu-waktu berdasarkan keputusan RUPS dengan menyebutkan alasannya.

(2) Keputusan untuk memberhentikan anggota Direksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diambil setelah yang bersangkutan diberi kesempatan untuk membela diri dalam RUPS.

(3) Dalam hal keputusan untuk memberhentikan anggota Direksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan keputusan di luar RUPS sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91, anggota Direksi yang bersangkutan diberi tahu terlebih dahulu tentang rencana pemberhentian dan diberikan kesempatan untuk membela diri sebelum diambil keputusan pemberhentian.

(4) Pemberian kesempatan untuk membela diri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak diperlukan dalam hal yang bersangkutan tidak berkeberatan atas pemberhentian tersebut.

(5) Pemberhentian anggota Direksi berlaku sejak:

a. ditutupnya RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1);

b. tanggal keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (3);

c. tanggal lain yang ditetapkan dalam keputusan RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1); atau

d. tanggal lain yang ditetapkan dalam keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)

Kesimpulan

Bahwa anggota Direksi dapat diberhentikan setiap saat oleh RUPS, baik melalui forum RUPS maupun di luar RUPS (sirkuler). Pemberhentian anggota Direksi dimaksud harus mencantumkan alasan pemberhentiannya, serta anggota Direksi yang diberhentikan diberi kesempatan untuk membela diri kecuali yang bersangkutan tidak berkeberatan dengan pemberhentian tersebut

Salam

Tim AHP| ADVOKAT

Konsultasikan Permasalahan Hukum Anda Bersama AHP|ADVOKAT

Untuk memenuhi kebutuhan pemberhentian direksi maupun berkonsultasi dengan tim AHP |ADVOKAT. AHP|ADVOKAT telah beroperasi sejak Januari 2013. AHP|ADVOKAT sendiri merupakan konsultan hukum berpengalaman yang diisi oleh tenaga ahli di bidangnya.

Untuk berkonsultasi Anda bisa mengunjungi kantornya yang ada di GD Masindo.Jl. Mampang Prapatan Raya No.73A Jakarta Selatan. Anda juga bisa menghubungi nomor Whatsapp 081905057198. AHP|ADVOKAT telah menangani kebutuhan legal berbagai jenis perusahaan dan perorangan.

Sumber Gambar



Monday, 17 May 2021

PERLAWANAN ATAS SITA PIDANA TERHADAP OBYEK HAK TANGGUNGAN

PERLAWANAN ATAS SITA PIDANA TERHADAP OBYEK HAK TANGGUNGAN

Terhadap kreditor pemegang jaminan kebendaan atas tanah dan bangunan yang telah dibebani dengan Hak Tanggungan maka kreditor pemegang jaminan kebendaan tersebut memiliki hak preferen atas obyek jaminan dalam hal debitor wanprestasi. Apabila terhadap obyek jaminan yang telah dipasang Hak Tanggungan dilakukan sita pidana untuk kemudian dirampas menjadi milik negara maka selaku kreditor pemegang jaminan dapat melakukan upaya hukum berupa Derden Verzet.

Merujuk pada Prosedur Berperkara Perlawanan, PROSEDUR DERDEN VERZET

  1. Diajukan oleh pihak ketiga guna membela dan mempertahankan hak kepentingannya di pengadilan, bukan sebagai kewajiban.
  2. Pelawan bukan subjek yang terlibat langsung sebagai pihak dalam putusan yang dilawan.
  3. Pada derden verzet Pelawan harus menarik seluruh pihak yang terlibat dalam putusan yang di lawan, dan hal ini merupakan syarat mutlak yang tidak boleh diabaikan, bila diabaikan mengandung cacat formal berupa error in persona yang dapat mengakibatkan putusan di N.O. ( niet ont vankelijkverklaard ).
  4. Tenggang waktu derden verzet dapat dikatakan luas tetapi juga dapat dikatakan sempit, karena tidak dibatasi oleh jumlah hari, minggu, bulan, dan bahkan tahun. yang membatasinya adalah eksekusi putusan. Kalau eksekusi itu cepat, maka cepat pula habisnya tenggang waktu untuk mengajukan derden verzet, apabila lambat maka lambat pula berakhirnya tenggang waktu untuk mengajukan derden verzet.
  5. Derden Verzet didaftar sebagai perkara baru dengan membayar biaya perkara baru, terpisah dari nomor perkara yang di lawan.
  6. Karena Derden Verzet itu sebagai perkara baru, maka yang menjadi bahan pemeriksaan adalah perlawanan Pelawan, bila Terlawan membantah dalil Pelawan, maka Pelawan berkewajiban membuktikan dalilnya.

Salam

AHP|ADVOKAT

Sunday, 16 May 2021

Persyaratan Pengajuan PKPU dan Kepailitan

Persyaratan Pengajuan PKPU dan Kepailitan

Dalam utang piutang, kreditor memiliki hak untuk mengajukan PKPU atau Kepailitan terhadap debitor yang wanprestasi namun harus merujuk pada :

  1. Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang yang menyebutkan :“Debitor yang mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan Pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih Kreditornya.” 
  2. Di samping itu di dalam Pasal 8 ayat (4) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 disebutkan :“Permohonan pernyataan pailit harus dikabulkan apabila terdapat fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana bahwa persyaratan untukdinyalakan pailit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) telah dipenuhi.”

Salam

Tim AHP|ADVOKAT

Perlindungan Pihak Ketiga Atas Obyek Sengketa Yang Diletakkan Sita Jaminan

Perlindungan Pihak Ketiga Atas Obyek Sengketa Yang Diletakkan Sita Jaminan



Terhadap pemegang obyek Hak Tanggungan dan atau Jaminan Fidusia maka apabila terhadap obyek jaminan tersebut diletakkan sita jaminan maka upaya hukum yang dapat dilakukan adalah dengan mengajukan upaya perlawanan. 

Upaya perlawanan ini merupakan hak yang juga diakomodir didalam Buku Pedoman Pelaksanaan Tugas Dan Administrasi Pengadilan Dalam Empat Lingkungan Peradilan Buku II Edisi 2007 sebagaimana diterbitkan Mahkamah Agung R.I. 2009, pada halaman 101, dinyatakan:
Perlawanan Pihak Ketiga terhadap sita eksekusi atau sita jaminan tidak hanya dapat diajukan atas dasar hak milik, tetapi juga dapat didasarkan pada hak-hak lainnya seperti hak pakai, hak guna bangunan, hak guna usaha, hak tanggungan, hak sewa dan 
lain-lain.”

Lebih lanjut, dengan merujuk pada pendapat Rekan Advokat Aslam Fetra Hasan bahwa "obyek jaminan Hak Tanggungan dan Jaminan Fidusia tidak dapat dikenakan sita jaminan karena terhadap obyek jaminan tersebut telah dibebani dengan Hak Tanggungan dan Jaminan Fidusia guna pelunasan utang 
Kreditor pemegang jaminan kebendaan".

Ketentuan dalam Pasal 1 Ayat 1 UU No. 4 Tahun 1996:
Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, yang selanjutnya disebut Hak Tanggungan, adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud adalah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960
tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu
terhadap kreditur-kreditur lain.”

Selanjutnya dengan merujuk pada UU Jaminan Fidusia Pasal 27 Undang-Undang No. 42 Tahun 1999:
(1) Penerima Fidusia memiliki hak yang didahulukan terhadap kreditur lainnya.
(2) Hak yang didahulukan sebagaimana dimaksud dalam Ayat 1 adalah hak penerima Fidusia untuk mengambil pelunasan piutangnya atas hasil eksekusi benda yang menjadi objek jaminan Fidusia.

Dengan demikian obyek jaminan yang telah dibebani dengan Hak Tanggungan dan atau Fidusia tidak dapat dibebani dengan sita jaminan dan pemegang jaminan kebendaan dapat mengajukan upaya hukum perlawanan untuk meminta pengangkatan sita jaminan.

Salam
Tim AHP|ADVOKAT

Sumber gambar:
https://pa-pandeglang.go.id/pdlg/index.php?pdlg=detail&berita=1040-sita-jaminan-berhasil-ditetapkan-oleh-tim-pa-pandeglang

Penyelesaian Sengketa Melalui Mediasi

Penyelesaian Sengketa Melalui Mediasi


Bahwa ketentuan didalam Hukum Acara Perdata mendorong para pihak yang bersengketa untuk melakukan proses perdamaian melalui forum Mediasi untuk semua sengketa perdata yang diajukan ke Pengadilan termasuk perkara perlawanan (verzet) maupun perlawanan pihak ketiga (derden verzet) wajib diupayakan penyelesaian melalui mediasi, kecuali ditentukan lain berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung. Sengketa yang dikecualikan dari kewajiban penyelesaian melalui mediasi meliputi:

Sengketa yang diselesaikan melalui prosedur Pengadilan Niaga;

  1. Sengketa yang diselesaikan melalui prosedur Pengadilan Hubungan Industrial;
  2. Keberatan atas putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha;
  3. Keberatan atas putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen;
  4. Permohonan pembatalan putusan arbitrase;
  5. Keberatan atas putusan Komisi Informasi;
  6. Penyelesaian perselisihan partai politik;
  7. Sengketa yang diselesaikan melalui tata cara gugatan sederhana; dan
  8. Sengketa lain yang pemeriksaannya di persidangan ditentukan tenggang waktu penyelesaiannya dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dalam proses mediasi, terdapat 3 (tiga) tahapan yaitu:

1. Tahap pramediasi

Tahap pramediasi adalah tahap awal dimana mediator menyusun sejumlah langkah dan persiapan sebelum mediasi dimulai. Pada tahap ini, mediaor melakukan beberapa langkah strategis, yaitu membangun kepercayaan diri, menghubungi para pihak, menggali dan memberikan informasi awal mediasi, fokus pada masa depan, mengkoordinasikan para pihak yang bersengketa, mewaspadai perbedaan budaya, menentukan tujuan, para pihak, serta waktu dan tempat pertemuan, dan menciptakan situasi kondusif bagi kedua belah pihak.

2. Tahap pelaksanaan mediasi

Tahap pelaksanaan mediasi adalah tahap dimana para pihak yang bersengketa bertemu dan berunding dalam suatu forum. Dalam tahap ini, terdapat beberapa langkah penting, yaitu sambutan dan pendahuluan oleh mediator, presentasi dan pemaparan kondisi-kondisi faktual yang dialami para pihak, mengurutkan dan mengidentifikasi secara tepat permasalahan para pihak, diskusi (negosiasi) masalah-masalah yang disepakati, mencapai alternatif-alternatif penyelesaian, menemukan butir kesepakatan dan merumuskan keputusan, mencatat dan menuturkan kembali keputusan, dan penutup mediasi.

3. Tahap akhir implementasi mediasi

Tahap ini merupakan tahap dimana para pihak menjalankan kesepakatan-kesepakatan yang telah mereka tuangkan bersama dalam suatu perjanjian tertulis. Para pihak menjalankan hasil kesepakatan berdasarkan komitmen yang telah mereka tunjukkan selama dalam proses mediasi. Pelaksanaan (implementasi) mediasi umumnya dijalankan oleh para pihak sendiri, tetapi pada beberapa kasus, pelaksanaannya dibantu oleh pihak lain.

Sumber:

https://pn-karanganyar.go.id/main/index.php/berita/artikel/978-mediasi-di-pengadilan#

Gambar:

https://m.facebook.com/Pengadilan-Negeri-Karanganyar-106476217560470/