Monday, 8 March 2021

Opini Advokat Aslam Fetra Hasan SH CLA CPLS CCCE CCLS Tentang Polda Metro Gandeng Kementerian ATR/BPN Brantas Mafia Tanah di Jakarta

Opini Advokat Aslam Fetra Hasan SH CLA CPLS CCCE CCLS Tentang Polda Metro Gandeng Kementerian ATR/BPN Brantas Mafia Tanah di Jakarta

JAKARTA, Berita HUKUM - Polda Metro Jaya dan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) menggelar rapat koordinasi (rakor) penyidikan mafia tanah, di Gedung Ditreskrimum Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Rabu (3/3). Rakor itu bertujuan untuk memperkuat kerjasama dalam upaya menuntaskan berbagai kasus mafia tanah yang terjadi di wilayah Jakarta dan sekitarnya.

"Kami melaksanakan rakor teknis sidik untuk menghadapi kasus-kasus terkait dengan mafia tanah. Tujuannya untuk membangun koordinasi, memperkuat kolaborasi dalam rangka memberantas mafia tanah," kata Kapolda Metro Jaya, Irjen Pol Fadil Imran.

Fadil mengatakan, pihaknya bersama pemerintah menekankan pembelaan kepada pemilik tanah yang sah.

Selanjutnya Tim Satuan Tugas (Satgas) Mafia Tanah yang telah dibentuk akan bekerja berdasarkan target yang ditentukan.

"Hasil rakor ini untuk bisa kita tuntaskan bersama," kata Fadil.

Sebelumnya diketahui, sejumlah tersangka kasus mafia tanah yang menggunakan surat palsu di Jakarta Timur dan Kabupaten Bekasi dibeberkan kepada wartawan di Polda Metro Jaya, Jakarta pada Rabu (5/9/2018) lalu.

Dalam kasus itu, polisi mengungkap tindak kejahatan kasus mafia tanah yang melibatkan pejabat daerah seperti Camat, Sekdes, Kades, Kadus, dan Staf pemerintahan dengan tersangka di Jakarta 8 orang dan Kabupaten Bekasi 11 orang serta menangkap pelaku kasus mafia tanah yang menggunakan surat palsu untuk menggugat Pemprov DKI Jakarta guna mendapatkan ganti rugi tanah Samsat di Jalan D.I Panjaitan, Cipinang,

Direktur Jenderal Penanganan Sengketa dan Konflik Tanah Kementerian Agraria Tata Ruang Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Raden Bagus Agus Widjayanto mengatakan, pihaknya telah bekerjasama dengan polisi memberantas kasus mafia tanah sejak 2018.

"Sejak MoU ditandatangani dari 2018 ada 180 kasus yang kita tangani, ada yang sudah maju ke pengadilan, berkas lengkap atau P21, dan penetapan tersangka," terang Agus.

Dia berharap rakor ini bisa menuntaskan seluruh kasus mafia tanah yang belakangan kembali terjadi. Kasus mafia tanah yang kerap terjadi adalah pemalsuan data tanah, pemalsuan hak milik dan lain sebagainya.

"Hasilnya menjadi bahan bagi kita untuk tindak lanjut dalam administrasi pertanahan. Maka kita bekerjasama dengan Polri, Polda dan hasilnya menjadi dasar bagi kita untuk melakukan koreksi terhadap sertifikat yang sudah diterbitkan," tukasnya.(an/bh/amp)

Opini dan pendapat dari Pakar Hukum Property Rekan Advokat Aslam Fetra Hasan S.H.,C.L.A.,C.P.L.S.,C.C.C.C.,C.C.L.S bahwa dalam pemberitaan diatas memuat beberapa hal diantaranya mengenai pembelaan terhadap pemilik tanah yang sah maupun penanganan terhadap penerbitan-penerbitan sertifikat yang mal administrasi.

Pendapat kami hanya mengkhususkan pada perlindungan terhadap pemilik tanah yang sah serta tatacara/prosedur penerbitan sertifikat sesuai dengan prosedur administrasi hukum yang ditetapkan.

Bahwa seorang dianggap sebagai pemilik tanah yang sah apabila dirinya dapat membuktikan kepemilikan atas suatu tanah yang dimilikinya. Alat bukti yang paling kuat atas kepemilikan suatu tanah adalah sertifikat tanah. Dengan merujuk pasal 32 PP No 24 Tahun 1997 Pasal 32 disebutkan

(1) Sertifikat merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat di dalamnya, sepanjang data fisik dan data yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah hak yang bersangkutan. 

(2) Dalam hal atas suatu bidang tanah sudah diterbitkan sertifikat secara sah atas nama orang atau badan hukum yang memperoleh 

tanah tersebut dengan itikad baik dan secara nyata menguasainya, maka pihak lain yang merasa mempunyai hak atas tanah itu tidak 

dapat lagi menuntut pelaksanaan hak tersebut apabila dalam waktu 5 (lima) tahun sejak diterbitkannya sertifikat itu tidak mengajukan keberatan secara tertulis kepada pemegang sertifikat dan Kepala Kantor Pertanahan yang bersangkutan ataupun tidak mengajukan gugatan ke Pengadilan mengenai penguasaan tanah atau penerbitan sertifikat tersebut.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sertifkat merupakan alat bukti kepemilikan yang kuat serta apabila dalam jangka waktu 5 tahun sejak penerbitan sertifikat tersebut tidak ada bantahan/gugatan dsb maka daluarsa hak gugat pihak lain yang merasa memiliki hak atas tanah tesebut. Sebagai catatan bahwa daluarsa hak untuk menggugat ini sepanjang dapat dibuktikan bahwa kepemilikah sertifkat dilakukan berdasarkan tata administrasi yang benar serta itikad baik

Salam

Tim AHP|ADVOKAT

Narasumber:

Pakar Hukum Property Rekan Advokat Aslam Fetra Hasan S.H.,C.L.A.,C.P.L.S.,C.C.C.E.,C.C.L.S 

Gambar dan berita:

http://m.beritahukum.com/detail_berita.php?judul=Polda+Metro+Gandeng+Kementerian+ATR%2FBPN+Brantas+Mafia+Tanah+di+Jakarta&subjudul=Kasus%20Tanah

https://www.belitungtimurkab.go.id/?p=8336


Sunday, 7 March 2021

Pidana Penjara dan Denda terkait Pasal Pencemaran Nama Baik dalam UU ITE

Pidana Penjara dan Denda terkait Pasal Pencemaran Nama Baik dalam UU ITE



Dengan memperhatikan implementasi serta tafsir atas ketentuan Pasal 27 ayat (3) UU ITE yang dihubungkan dengan ketentuan Pasal 310 dan Pasal 311 KUHP maka ketentuan terhadap pasal-pasal tersebut merupakan dasar hukum untuk menjerat pidana bagi setiap pelaku yang diduga melakukan tindak pidana pencemaran nama baik dan fitnah.

Pasal 27 ayat (3) UU ITE

"Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang bermuatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik"

Pasal 310 ayat (1) KUHP

Barang siapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

Lebih lanjut kita juga dapat merujuk pada Pasal 45 UU ITE

(1) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)

Lebih detail lagi kita juga dapat merujuk pada pasal lain dalam UU ITE yang terkait pencemaran nama baik dan memiliki sanksi pidana dan denda yang lebih berat lagi, yakni pasal 36 UU ITE.

Pasal 36 UU ITE

"Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan perbuatan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 27 sampai Pasal 34 yang mengakibatkan kerugian bagi orang lain"akan dikenakan sanksi pidana penjara maksimum 12 tahun dan/atau denda maksimum 12 milyar rupiah (dinyatakan dalam Pasal 51 ayat 2)

Pasal 51 ayat (2) UU ITE

Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah).

Kami tim AHP| ADVOKAT siap mendampingi dan mengajak semua lapisan masyarakat untuk siap berantas semua pelaku-pelaku yang diduga melakukan pencemaran nama baik dan fitnah 

Mari laporkan aduan ke:

1) https://www.aduankonten.id/

2)Kepolisan setempat

gambar:

https://www.dictio.id/t/apa-yang-dimaksud-dengan-pencemaran-nama-baik/14808

http://kabar-satu.com/metro/sidang-pencemaran-nama-baik-oknum-guru-smk-3-soppeng-memasuki-pemeriksaan-saksi.html


Friday, 5 March 2021

Force Majeure & Akibat Hukumnya Dalam Pelaksanaan Kontrak

Force Majeure & Akibat Hukumnya Dalam Pelaksanaan Kontrak


Force Majeure dalam pelaksanaan suatu kontrak merupakan situasi / kondisi dari seorang debitur atau kreditor (para pihak) yang diluar kemampuannya (kondisi ketidakberdayaan) untuk melaksanakan kewajibannya karena keadaan/peristiwa yang tidak terduga. 

Keadaan/peristiwa tersebut sama sekali tidak dapat dimintakan pertanggungjawabannya kepada debitur atau para pihak sementara kondisi debitur/pihak yang tidak berdaya tersebut tidak  dalam keadaan beritikad buruk. Contoh beberapa peristiwa yang menyebabkan force majeure adalah terjadinya air bah, banjir badang, gempa bumi, meletusnya gunung merapi, mogok massal, kerusuhan, serta munculnya peraturan baru/kebijakan yang melarang pelaksanaan kewajiban dari kontrak.

Pasal 1244 & 1245 KUH Perdata mengartikan force majeure secara umum. Berdasarkan Pasal tersebut di atas, Force Majeure dapat terjadi disebabkan: 
1. karena sebab-sebab yang tidak terduga;
2. karena keadaan memaksa;
3. karena perbuatan tersebut dilarang.

Apabila force majeure terjadi terhadap pelaksanaan suatu kontrak yang mengakibatkan salah satu pihak atau para pihak tidak berdaya untuk melaksanakan prestasinya, maka para pihak dibebaskan melaksanakan kewajibannya masing-masing termasuk sanksi pengenaan ganti rugi  karena tidak dilaksanakannya kewajiban di dalam kontrak bersangkutan. 

Force majeure menurut Pakar Hukum Munir Fuady, dapat dibedakan atas:
  1. Force majeure yang objektif dan
  2. Force majeure yang subjektif, terjadi terhadap subjek dari perikatan itu serta
  3. Force majeure yang absolute, yaitu keadaan dimana prestasi oleh debitur tidak mungkin sama sekali dapat dipenuhi untuk dilaksanakan bagaimanapun keadaannya. 
  4. Force majeure yang relative, disebut juga dengan impracticality –merupakan kondisi dimana pemenuhan prestasi secara normal tidak lagi dapat dilaksanakan, walaupun secara tidak normal pada dasarnya masih bisa dilaksanakan. 
  5. Force Majeure yang permanent,
  6. Force majeure yang temporer adalah suatu force majeure dimana prestasi tidak mungkin dilakukan untuk sementara waktu, tetapi nanti nya masih mungkin dilakukan. 
Sumber :
Pendapat Ahli Hukum Munir Fuady
Pendapat Ahli Hukum Kontrak Komersial Rekan Advokat Aslam Fetra Hasan S.H.,C.LA.,C.P.L.S.,C.C.C.E.,C.C.L.S

Salam
Tim AHP|ADVOKAT

PERDAMAIAN

 Dasar Hukum Perjanjian Perdamaian


Ketentuan mengenai perjanjian Perdamaian diatur didalam Pasal 1851 KUH Perdata yang pada intinya adalah merupakan perjanjian dengan mana kedua belah pihak berdasarkan kesepakatan bersama untukm menyerahkan menjanjikan, atau menahan suatu barang, mengakhiri suatu perkara yang sedang bergantung atau mencegah timbulnya suatu perkara. 

Perjanjian perdamaian harus dibuat dalam bentuk tertulis bisa secara dibawah tangan atau secara notaril, suatu perdamaian dibuat secara tidak tertulis /lisan adalah tidak kuat didalam pembuktiannya serta hal-hal yang diatur dan dimuat di perjanjian perdamaian adalah hanya terbatas pada apa yang disepakati para pihak dalam perjanjian tersebut baik diatur secara umum atau khusus.

Sumber:

Pakar Hukum Kontrak Komersial Rekan Advokat Aslam Fetra Hasan S.H.,C.L.A.,C.P.L.S.,C.C.C.E.,C.C.LS

Gambar:

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Perjanjian_Perdamaian_Paris_1947

MACAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN

Mengenal Macam Perjanjian Pembiayaan


Perjanjian Pembiayaan merupakan salah satu jenis perjanjian tidak bernama namun sangat populer di masyarakat saat ini. Perjanjian pembiayaan tidak hanya memberikan kemudahan bagi masyarakat untuk mendapatkan modal usaha maupun barang-barang konsumtif lainnya tapi juga mendorong tumbuh semakin berkembangnya keberadaan lembaga pembiayaan non perbankan. 

Dalam praktiknya, perjanjian pembiayaan ini diantaranya : 

a) Perjanjian sewa guna usaha (leasing). Secara garis besar, perjanjian sewa guna usaha lebih menitikberatkan pada pemberian barang modal yang dilakukan secara sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating list) maupun dengan hak opsi untuk dipergunakan oleh leasee (pihak penerima Leasing) selama jangka waktu tertentu dengan pembayaran secara berkala; 

b) Perjanjian anjak piutang (factoring agreement).Perjanjian anjak piutang merupakan perjanjian pembiayaan yang melibatkan 3 pihak dalam bentuk pembelian dan pengalihan serta manajemen piutang atau perjanjian pembelian dan pengurusan tagihan jangka pendek suatu perusahaan dari transaksi perdagangan dalam dan luar negeri; 

Sumber: 
Pakar Hukum Perusahaan 
Rekan Aslam Fetra Hasan.,S.H.,C.L.A.,C.P.L.S.,C.C.C.E.,C.C.L.S

Perjanjian Keagenan ( Transaksi Barang)

Perjanjian Keagenan ( Transaksi Barang)

Inti dalam suatu Perjanjian Keagenan, yakni agen yang merupakan perorangan / perusahaan bertindak atas nama prinsiple untuk kemudian menyalurkan barang kepada konsumen akhir dengan mendapatkan imbalan berupa komisi. Untuk keberadaan dan kepemilikan dari Barang-barang adalah tetap menjadi miliknya si prinsiple.

Sumber:
Pakar Hukum Kontrak Komersial Sdr.Aslam Fetra Hasan S.H.,C.L.A.,C.P.L.S.,C.C.C.E.,C.C.L.S


Thursday, 4 March 2021

Perlawanan Tereksekusi Terhadap Sita Eksekusi Dasar Hukum Oleh Rekan Aslam Fetra Hasan S.H.,C.L.A.,C.P.L.S.,C.C.C.E.,C.C.L.S

Perlawanan Tereksekusi Terhadap Sita Eksekusi :


Berikut pemikiran yang disampaikan Rekan Kami Aslam Fetra Hasan S.H.,C.L.A.,C.P.L.S.,C.C.C.E.,C.C.L.S mengenai perlawanan tereksekusi terhadap Sita Eksekusi pada Tim AHP|ADVOKAT

Perlawanan tereksekusi terhadap tindakan sita eksekusi baik barang bergerak maupun barang tidak bergerak diatur ketentuannya didalam pasal 207 HIR atau pasal 225 RBg. Perlawanan tereksekusi ini pada azasnya tidak menangguhkan eksekusi (Pasal 207 ayat (3) HIR atau 227 RBg). Akan tetapi apabila perlawanan terhadap pelaksanaan sita eksekusi benar dan cukup beralasan maka pelaksanaannya haruslah ditangguhkan.

Salam
Tim AHP| ADVOKAT