Sunday, 7 March 2021

Pidana Penjara dan Denda terkait Pasal Pencemaran Nama Baik dalam UU ITE

Pidana Penjara dan Denda terkait Pasal Pencemaran Nama Baik dalam UU ITE



Dengan memperhatikan implementasi serta tafsir atas ketentuan Pasal 27 ayat (3) UU ITE yang dihubungkan dengan ketentuan Pasal 310 dan Pasal 311 KUHP maka ketentuan terhadap pasal-pasal tersebut merupakan dasar hukum untuk menjerat pidana bagi setiap pelaku yang diduga melakukan tindak pidana pencemaran nama baik dan fitnah.

Pasal 27 ayat (3) UU ITE

"Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang bermuatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik"

Pasal 310 ayat (1) KUHP

Barang siapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

Lebih lanjut kita juga dapat merujuk pada Pasal 45 UU ITE

(1) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)

Lebih detail lagi kita juga dapat merujuk pada pasal lain dalam UU ITE yang terkait pencemaran nama baik dan memiliki sanksi pidana dan denda yang lebih berat lagi, yakni pasal 36 UU ITE.

Pasal 36 UU ITE

"Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan perbuatan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 27 sampai Pasal 34 yang mengakibatkan kerugian bagi orang lain"akan dikenakan sanksi pidana penjara maksimum 12 tahun dan/atau denda maksimum 12 milyar rupiah (dinyatakan dalam Pasal 51 ayat 2)

Pasal 51 ayat (2) UU ITE

Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah).

Kami tim AHP| ADVOKAT siap mendampingi dan mengajak semua lapisan masyarakat untuk siap berantas semua pelaku-pelaku yang diduga melakukan pencemaran nama baik dan fitnah 

Mari laporkan aduan ke:

1) https://www.aduankonten.id/

2)Kepolisan setempat

gambar:

https://www.dictio.id/t/apa-yang-dimaksud-dengan-pencemaran-nama-baik/14808

http://kabar-satu.com/metro/sidang-pencemaran-nama-baik-oknum-guru-smk-3-soppeng-memasuki-pemeriksaan-saksi.html


Friday, 5 March 2021

Force Majeure & Akibat Hukumnya Dalam Pelaksanaan Kontrak

Force Majeure & Akibat Hukumnya Dalam Pelaksanaan Kontrak


Force Majeure dalam pelaksanaan suatu kontrak merupakan situasi / kondisi dari seorang debitur atau kreditor (para pihak) yang diluar kemampuannya (kondisi ketidakberdayaan) untuk melaksanakan kewajibannya karena keadaan/peristiwa yang tidak terduga. 

Keadaan/peristiwa tersebut sama sekali tidak dapat dimintakan pertanggungjawabannya kepada debitur atau para pihak sementara kondisi debitur/pihak yang tidak berdaya tersebut tidak  dalam keadaan beritikad buruk. Contoh beberapa peristiwa yang menyebabkan force majeure adalah terjadinya air bah, banjir badang, gempa bumi, meletusnya gunung merapi, mogok massal, kerusuhan, serta munculnya peraturan baru/kebijakan yang melarang pelaksanaan kewajiban dari kontrak.

Pasal 1244 & 1245 KUH Perdata mengartikan force majeure secara umum. Berdasarkan Pasal tersebut di atas, Force Majeure dapat terjadi disebabkan: 
1. karena sebab-sebab yang tidak terduga;
2. karena keadaan memaksa;
3. karena perbuatan tersebut dilarang.

Apabila force majeure terjadi terhadap pelaksanaan suatu kontrak yang mengakibatkan salah satu pihak atau para pihak tidak berdaya untuk melaksanakan prestasinya, maka para pihak dibebaskan melaksanakan kewajibannya masing-masing termasuk sanksi pengenaan ganti rugi  karena tidak dilaksanakannya kewajiban di dalam kontrak bersangkutan. 

Force majeure menurut Pakar Hukum Munir Fuady, dapat dibedakan atas:
  1. Force majeure yang objektif dan
  2. Force majeure yang subjektif, terjadi terhadap subjek dari perikatan itu serta
  3. Force majeure yang absolute, yaitu keadaan dimana prestasi oleh debitur tidak mungkin sama sekali dapat dipenuhi untuk dilaksanakan bagaimanapun keadaannya. 
  4. Force majeure yang relative, disebut juga dengan impracticality –merupakan kondisi dimana pemenuhan prestasi secara normal tidak lagi dapat dilaksanakan, walaupun secara tidak normal pada dasarnya masih bisa dilaksanakan. 
  5. Force Majeure yang permanent,
  6. Force majeure yang temporer adalah suatu force majeure dimana prestasi tidak mungkin dilakukan untuk sementara waktu, tetapi nanti nya masih mungkin dilakukan. 
Sumber :
Pendapat Ahli Hukum Munir Fuady
Pendapat Ahli Hukum Kontrak Komersial Rekan Advokat Aslam Fetra Hasan S.H.,C.LA.,C.P.L.S.,C.C.C.E.,C.C.L.S

Salam
Tim AHP|ADVOKAT

PERDAMAIAN

 Dasar Hukum Perjanjian Perdamaian


Ketentuan mengenai perjanjian Perdamaian diatur didalam Pasal 1851 KUH Perdata yang pada intinya adalah merupakan perjanjian dengan mana kedua belah pihak berdasarkan kesepakatan bersama untukm menyerahkan menjanjikan, atau menahan suatu barang, mengakhiri suatu perkara yang sedang bergantung atau mencegah timbulnya suatu perkara. 

Perjanjian perdamaian harus dibuat dalam bentuk tertulis bisa secara dibawah tangan atau secara notaril, suatu perdamaian dibuat secara tidak tertulis /lisan adalah tidak kuat didalam pembuktiannya serta hal-hal yang diatur dan dimuat di perjanjian perdamaian adalah hanya terbatas pada apa yang disepakati para pihak dalam perjanjian tersebut baik diatur secara umum atau khusus.

Sumber:

Pakar Hukum Kontrak Komersial Rekan Advokat Aslam Fetra Hasan S.H.,C.L.A.,C.P.L.S.,C.C.C.E.,C.C.LS

Gambar:

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Perjanjian_Perdamaian_Paris_1947

MACAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN

Mengenal Macam Perjanjian Pembiayaan


Perjanjian Pembiayaan merupakan salah satu jenis perjanjian tidak bernama namun sangat populer di masyarakat saat ini. Perjanjian pembiayaan tidak hanya memberikan kemudahan bagi masyarakat untuk mendapatkan modal usaha maupun barang-barang konsumtif lainnya tapi juga mendorong tumbuh semakin berkembangnya keberadaan lembaga pembiayaan non perbankan. 

Dalam praktiknya, perjanjian pembiayaan ini diantaranya : 

a) Perjanjian sewa guna usaha (leasing). Secara garis besar, perjanjian sewa guna usaha lebih menitikberatkan pada pemberian barang modal yang dilakukan secara sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating list) maupun dengan hak opsi untuk dipergunakan oleh leasee (pihak penerima Leasing) selama jangka waktu tertentu dengan pembayaran secara berkala; 

b) Perjanjian anjak piutang (factoring agreement).Perjanjian anjak piutang merupakan perjanjian pembiayaan yang melibatkan 3 pihak dalam bentuk pembelian dan pengalihan serta manajemen piutang atau perjanjian pembelian dan pengurusan tagihan jangka pendek suatu perusahaan dari transaksi perdagangan dalam dan luar negeri; 

Sumber: 
Pakar Hukum Perusahaan 
Rekan Aslam Fetra Hasan.,S.H.,C.L.A.,C.P.L.S.,C.C.C.E.,C.C.L.S

Perjanjian Keagenan ( Transaksi Barang)

Perjanjian Keagenan ( Transaksi Barang)

Inti dalam suatu Perjanjian Keagenan, yakni agen yang merupakan perorangan / perusahaan bertindak atas nama prinsiple untuk kemudian menyalurkan barang kepada konsumen akhir dengan mendapatkan imbalan berupa komisi. Untuk keberadaan dan kepemilikan dari Barang-barang adalah tetap menjadi miliknya si prinsiple.

Sumber:
Pakar Hukum Kontrak Komersial Sdr.Aslam Fetra Hasan S.H.,C.L.A.,C.P.L.S.,C.C.C.E.,C.C.L.S


Thursday, 4 March 2021

Perlawanan Tereksekusi Terhadap Sita Eksekusi Dasar Hukum Oleh Rekan Aslam Fetra Hasan S.H.,C.L.A.,C.P.L.S.,C.C.C.E.,C.C.L.S

Perlawanan Tereksekusi Terhadap Sita Eksekusi :


Berikut pemikiran yang disampaikan Rekan Kami Aslam Fetra Hasan S.H.,C.L.A.,C.P.L.S.,C.C.C.E.,C.C.L.S mengenai perlawanan tereksekusi terhadap Sita Eksekusi pada Tim AHP|ADVOKAT

Perlawanan tereksekusi terhadap tindakan sita eksekusi baik barang bergerak maupun barang tidak bergerak diatur ketentuannya didalam pasal 207 HIR atau pasal 225 RBg. Perlawanan tereksekusi ini pada azasnya tidak menangguhkan eksekusi (Pasal 207 ayat (3) HIR atau 227 RBg). Akan tetapi apabila perlawanan terhadap pelaksanaan sita eksekusi benar dan cukup beralasan maka pelaksanaannya haruslah ditangguhkan.

Salam
Tim AHP| ADVOKAT

Wednesday, 3 March 2021

Pencapaian Sukses Rekan Kami Bapak Aslam Fetra Hasan SH.,CLA,CPLS,CCCE,CCLS

Berikut salah satu pencapaian Sukses dari rekan kami yang saat ini menangani salah satu perusahaan konglomerasi terbesar di Jakarta


https://www.flipbookpdf.net/web/site/1fa7095684fc37412dfcccee4edd6e15fa7f8ff9202103.pdf.html

Salam

TIM AHP|ADVOKAT

Sumber gambar:

Logo Peradi