Pembahasan mengenai Praperadilan tetap merujuk pada ketentuan KUHAP dan Putusan Mahkamah Konstitusi.
Merujuk pada ketentuan Pasal 77 KUHAP : “Pengadilan negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini tentang: a) sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan; b) ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.”
Dengan merujuk pada definisi di atas, bahwa yang menjadi objek praperadilan sifatnya limitatif yaitu:
- Sah atau tidaknya penangkapan dan/atau penahanan;
- Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan;
- Permintaan ganti rugi atau rehabilitasi.
Untuk kemudian dengan merujuk pada Putusan
Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/ 2014 tanggal 28 April 2015, objek
praperadilan ditambah menjadi 3 objek yang terdiri dari: 1) sah tidaknya penetapan
tersangka; 2) sah tidaknya penggeledahan; dan3) sah tidaknya penyitaan.
Bahwa didalam pelaksanaan praperadilan tentu harus mendasarkan pada setiap obyek praperadilan, apabila pengajuan praperadilan diluar dari apa yang telah ditetapkan (diluar obyek) misalnya mengajukan pelepasan blokir rekening, menyatakan larangan-larangan untuk tidak bertindak/melakukan perbuatan hukum tertentu dll maka pengajuan praperadilan tersebut berpotensi untuk dapat ditolak.
Salam
Tim AHP ADVOKAT