Monday, 14 March 2016

POINT-POINT KRUSIAL DALAM JAMINAN KESEHATAN ANDA (BPJS) YANG WAJIB DIKETAHUI


Inilah Perpres Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Perpres Tentang Jaminan Kesehatan


Dalam Perpres ini beberapa critical point dalam pasal –pasal perubahan yang perlu menjadi perhatian adalah mengenai:
KEPESERTAAN
  • Peserta bukan PBI (Penerima Bantuan Iuran) merupakan peserta yang tidak tergolong fakir miskin dan orang tidak mampu yang terdiri atas:
a.    Pekerja Penerima Upah dan anggota keluarganya;
b.    Pekerja Bukan Penerima Upah dan anggota keluarganya; dan
c.    bukan pekerja dan anggota keluarganya.
  •  Pekerja Penerima Upah itu terdiri atas: a. Pegawai Negeri Sipil; b. Anggota TNI;   c. Anggota Polri; d. Pejabat Negara; e. Pimpinan dan anggota DPRD; f. Pegawai Pemerintah non Pegawai Negeri; g. Pegawai Swasta; dan h. Pekerja yang tidak termasuk huruf a sampai g yang menerima upah
  • Yang dimaksud pekerja bukan penerima upah adalah: a. Pekerja di luar hubungan kerja atau Pekerja Mandiri; dan b. Pekerja yang tidak termasuk huruf a yang bukan penerima upah
  • Adapun yang dimaksud bukan Pekerja adalah: a. Investor; b. Pemberi Kerja; c. penerima pensiun; d. Veteran; e. Perintis Kemerdekaan; f. Janda, duda, atau anak yatim piatu dari Veteran atau Perintis Kemerdekaan; dan g. Bukan pekerja yang tidak termasuk huruf a sampai f yang mampu membayar iuran
  • Penerima pensiun sebagaimana dimaksud pada terdiri atas: a. Pegawai Negeri Sipil yang berhenti dengan hak pensiun; b. Anggota TNI dan Anggota Polri yang berhenti dengan hak pensiun; c. Pejabat Negara yang berhenti dengan hak pensiun; d. janda, duda, atau anak yatim piatu dari penerima pensiun yang mendapat hak pensiun; e. penerima pensiun selain huruf a, huruf b, dan huruf c;  dan f. janda, duda, atau anak yatim piatu dari penerima pensiun yang mendapat hak pensiun
  • Pekerja termasuk warga negara asing yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan.
  • Pekerja Penerima Upah dan anggota keluarganya meliputi Pekerja Penerima Upah, istri/suami yang sah, anak kandung, anak tiri dari perkawinan yang sah, dan anak angkat yang sah, sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang –pasal 5 ayat (1)
  • Anak kandung, anak tiri dari perkawinan yang sah, dan anak angkat yang sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dengan kriteria:
1.    tidak atau belum pernah menikah atau tidak mempunyai penghasilan sendiri; dan
2.    belum berusia 21 (dua puluh satu) tahun atau belum berusia 25 (dua puluh lima) tahun yang masih melanjutkan pendidikan formal
 
WAJIB DAFTAR
  • Pemberi Kerja wajib mendaftarkan dirinya dan Pekerjanya sebagai Peserta Jaminan Kesehatan kepada BPJS Kesehatan dengan membayar iuran
  • Dalam hal Pekerja belum terdaftar pada BPJS Kesehatan, Pemberi Kerja wajib bertanggung jawab pada saat Pekerjanya membutuhkan pelayanan kesehatan sesuai dengan Manfaat yang diberikan oleh BPJS Kesehatan
  • Setiap Pekerja Bukan Penerima Upah sesuai ketentuan dalam Pasal 6 ayat (3) huruf c wajib mendaftarkan dirinya dan anggota keluarganya secara sendiri-sendiri atau berkelompok sebagai Peserta Jaminan Kesehatan pada BPJS Kesehatan dengan membayar iuran.
  • Setiap orang bukan Pekerja  wajib mendaftarkan dirinya dan anggota keluarganya secara sendirisendiri atau berkelompok sebagai Peserta Jaminan Kesehatan kepada BPJS Kesehatan dengan membayar iuran
IURAN JAMINAN KESEHATAN
Iuran Jaminan Kesehatan bagi Peserta PBI Jaminan Kesehatan dibayar oleh Pemerintah
  • Iuran Jaminan Kesehatan bagi penduduk yang didaftarkan oleh Pemerintah Daerah dibayar oleh Pemerintah Daerah
  • Iuran Jaminan Kesehatan bagi Peserta Pekerja Penerima Upah dibayar oleh Pemberi Kerja dan Pekerja-
  • Iuran Jaminan Kesehatan bagi Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta bukan Pekerja dibayar oleh Peserta atau pihak lain atas nama peserta
 
BESARAN IURAN JAMINAN KESEHATAN
  • Iuran Jaminan Kesehatan bagi Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta bukan Pekerja: a. sebesar Rp 30.000,00 (tiga puluh ribu rupiah) per orang per bulan dengan Manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas III.
  • sebesar Rp 51.000,00 (lima puluh satu ribu rupiah) per orang per bulan dengan Manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas II. sebesar Rp 80.000,00 (delapan puluh ribu rupiah) per orang per bulan dengan Manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas I.
 MANFAAT PELAYANAN
  •  Manfaat pelayanan promotif dan preventif meliputi pemberian pelayanan: a. penyuluhan kesehatan perorangan; b. imunisasi rutin; c. keluarga berencana; dan d. skrining kesehatan.
  • Pelayanan kesehatan yang dijamin terdiri atas: a. Pelayanan kesehatan tingkat pertama, meliputi pelayanan kesehatan non spesialistik yang mencakup: 1. administrasi pelayanan; 2. pelayanan promotif dan preventif; 3. pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi medis; 4. tindakan medis non spesialistik, baik operatif maupun non operatif; 5.pelayanan obat dan bahan medis habis pakai; 6. pemeriksaan penunjang diagnostic laboratorium tingkat pratama; dan 7. rawat inap tingkat pertama sesuai dengan indikasi medis.
  • Pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjutan, meliputi pelayanan kesehatan yang mencakup: 1. administrasi pelayanan; 2. pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi medis dasar; 3. pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi spesialistik; 4. tindakan medis spesialistik, baik bedah maupun non bedah sesuai dengan indikasi medis; 5. pelayanan obat dan bahan medis habis pakai; 6. pelayanan penunjang diagnostik lanjutan sesuai dengan indikasi medis; 7. rehabilitasi medis; 8. pelayanan darah; 9. pelayanan kedokteran forensik klinik; 10. pelayanan jenazah pada pasien yang meninggal di Fasilitas Kesehatan; 11. pelayanan keluarga berencana; 12. perawatan inap non intensif; dan 13. perawatan inap di ruang intensif.
  • Peserta yang menginginkan kelas yang lebih tinggi dari haknya dapat mengikuti asuransi kesehatan tambahan.
  • Selisih antara biaya yang dijamin oleh BPJS Kesehatan dengan biaya atas kelas yang lebih tinggi dari haknya dapat dibayar oleh: a. Peserta yang bersangkutan; b. Pemberi Kerja; atau c. asuransi kesehatan tambahan.
 
MANFAAT PELAYANAN TIDAK DIJAMIN
  • pelayanan kesehatan yang dilakukan tanpa melalui prosedur sebagaimana diatur dalam peraturan yang berlaku;
  • pelayanan kesehatan yang dilakukan di Fasilitas Kesehatan yang tidak bekerja sama dengan BPJS Kesehatan, kecuali dalam keadaan darurat;
  • pelayanan kesehatan yang dijamin oleh program jaminan kecelakaan kerja terhadap penyakit atau cedera akibat kecelakaan kerja atau hubungan kerja; pelayanan kesehatan yang dijamin oleh program jaminan kecelakaan lalu lintas yang bersifat wajib sampai nilai yang ditanggung oleh program jaminan kecelakaan lalu lintas;
  • pelayanan kesehatan yang dilakukan di luar negeri;
  • pelayanan kesehatan untuk tujuan estetik;
  • pelayanan untuk mengatasi infertilitas
  • pelayanan meratakan gigi (ortodonsi)
  • gangguan kesehatan/penyakit akibat ketergantungan obat dan/atau alkohol;
  • gangguan kesehatan akibat sengaja menyakiti diri sendiri, atau akibat melakukan hobi yang membahayakan diri sendiri;
  • pengobatan komplementer, alternatif dan tradisional, yang belum dinyatakan efektif berdasarkan penilaian teknologi kesehatan (health technology assessment);
  • pengobatan dan tindakan medis yang dikategorikan sebagai percobaan (eksperimen);
  • alat dan obat kontrasepsi, kosmetik, makanan bayi, dan susu;
  • perbekalan kesehatan rumah tangga;
  • pelayanan kesehatan akibat bencana pada masa tanggap darurat, kejadian luar biasa/wabah;
  • pelayanan kesehatan pada kejadian tak diharapkan yang dapat dicegah [preventable aduerse events); dan
  • pelayanan lainnya yang tidak ada hubungan dengan Manfaat Jaminan Kesehatan yang diberikan.Gangguan kesehatan akibat sengaja menyakiti diri sendiri, atau akibat melakukan hobi yang membahayakan diri sendiri
 
KETIDAKPUASAN PELAYANAN
  • Dalam hal Peserta tidak puas terhadap pelayanan Jaminan Kesehatan yang diberikan oleh Fasilitas Kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan, Peserta dapat menyampaikan pengaduan kepada Fasilitas Kesehatan dam/atau BPJS Kesehatan.
  • Dalam hal Peserta dan/atau Fasilitas Kesehatan tidak mendapatkan pelayanan yang baik dari BPJS Kesehatan, dapat menyampaikan pengaduan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, dan/atau Menteri.
 
PENYELESAIAN SENGKETA
  • Sengketa antara: a. Peserta dengan Fasilitas Kesehatan; b. Peserta dengan BPJS Kesehatan; c. BPJS Kesehatan dengan Fasilitas Kesehatan; atau d. BPJS Kesehatan dengan asosiasi Fasilitas Kesehatan, diselesaikan dengan cara musyawarah oleh para pihak yang bersengketa
  • Penyelesaian sengketa secara musyawarah melibatkan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, dan/atau Badan Pengawas Rumah Sakit.
  • Dalam hal sengketa tidak dapat diselesaikan secara musyawarah, sengketa diselesaikan dengan cara mediasi atau melalui pengadilan.
 
 
Salam
Adv. Aslam Hasan S.H.,C.L.A
Advokat & Legal Auditor
HP: 081905057198
Email: a.f.hasanlawoffice@gmail.com
 
 
 

MENCERMATI UNDANG-UNDANG KOPERASI NO 17 TAHUN 2012


MENCERMATI UNDANG-UNDANG KOPERASI

UNDANG-UNDANG  NO 17 tahun 2012

 

Pijakan, mengingat:

Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, dan Pasal 33 ayat (1) dan ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945

 

Didalam Undang-undang koperasi terbaru yakni UU NO.17 Tahun 2012 terdiri dari 17 Bab dan 126 pasal,

Disahkan Di Jakarta, Pada Tanggal 29 Oktober 2012 dan Diundangkan Di Jakarta,

Pada Tanggal 30 Oktober 2012

 

Disini kami mencoba meringkas pokok-pokok pikiran didalam UNDANG-UNDANG  NO 17 tahun 2012

 

BAB I

KETENTUAN UMUM

 

BAB II

LANDASAN, ASAS, DAN TUJUAN

 

BAB III

NILAI DAN PRINSIP

 

BAB IV

PENDIRIAN, ANGGARAN DASAR, PERUBAHAN ANGGARAN DASAR, DAN PENGUMUMAN

 

BAB V

KEANGGOTAAN

 

BAB VI

PERANGKAT ORGANISASI

 

BAB VII

MODAL

 

BAB VIII

SELISIH HASIL USAHA DAN DANA CADANGAN

 

BAB IX

JENIS, TINGKATAN, DAN USAHA

 

BAB X

KOPERASI SIMPAN PINJAM

 

BAB XI

PENGAWASAN DAN PEMERIKSAAN

 

BAB XII

PENGGABUNGAN DAN PELEBURAN

 

BAB XIII

PEMBUBARAN, PENYELESAIAN, DAN HAPUSNYA STATUS BADAN HUKUM

 

BAB XIV

PEMBERDAYAAN

 

BAB XV

SANKSI ADMINISTRATIF

 

BAB XVI

KETENTUAN PERALIHAN

 

BAB XVII

KETENTUAN PENUTUP

 

RINGKASAN UNDANG-UNDANG  NO 17 tahun 2012

-        Koperasi berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.(ps.2)

-        Koperasi berdasar atas asas kekeluargaan (ps.3)

-         Koperasi bertujuan meningkatkan kesejahteraan Anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya, sekaligus sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari tatanan perekonomian nasional yang demokratis dan berkeadilan (ps. 4)

-        Koperasi melaksanakan Prinsip Koperasi yang meliputi:

a.    keanggotaan Koperasi bersifat sukarela dan terbuka;

b.   pengawasan oleh Anggota diselenggarakan secara demokratis;

c.    Anggota berpartisipasi aktif dalam kegiatan ekonomi Koperasi;

d.   Koperasi merupakan badan usaha swadaya yang otonom, dan independen;

e.    Koperasi menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan bagi Anggota, Pengawas, Pengurus, dan karyawannya, serta memberikan informasi kepada masyarakat tentang jati diri, kegiatan, dan kemanfaatan Koperasi;

f.    Koperasi melayani anggotanya secara prima dan memperkuat Gerakan Koperasi, dengan bekerja sama melalui jaringan kegiatan pada tingkat lokal, nasional, regional, dan internasional; dan

g.    Koperasi bekerja untuk pembangunan berkelanjutan bagi lingkungan dan masyarakatnya melalui kebijakan yang disepakati oleh Anggota.

-        Koperasi Primer didirikan oleh paling sedikit 20 (dua puluh) orang perseorangan dengan memisahkan sebagian kekayaan pendiri atau Anggota sebagai modal awal Koperasi. Dan Koperasi Sekunder didirikan oleh paling sedikit 3 (tiga) Koperasi Primer.(ps.7 (1) dan (2))

-        Anggota Koperasi merupakan pemilik dan sekaligus pengguna jasa Koperasi., Keanggotaan Koperasi dicatat dalam buku daftar Anggota, Keanggotaan Koperasi bersifat terbuka bagi semua yang bisa dan mampu menggunakan jasa Koperasi dan bersedia menerima tanggung jawab keanggotaan (ps.26)

-        Rapat Anggota merupakan pemegang kekuasaan tertinggi dalam Koperasi (ps.32)

-        Pengawas dipilih dari dan oleh Anggota pada Rapat Anggota.(ps.48)

-        Pengurus dipilih dari orang perseorangan, baik Anggota maupun non-Anggota(ps.55)

-        Modal Koperasi terdiri dari Setoran Pokok dan Sertifikat Modal Koperasi sebagai modal awal (ps 66)

-        Selain modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) modal Koperasi dapat berasal dari:

a.    Hibah;

b.   Modal Penyertaan;

c.    modal pinjaman

-        Koperasi Simpan Pinjam harus memperoleh izin usaha simpan pinjam dari Menteri (ps.88)

-        Pembubaran Koperasi dapat dilakukan berdasarkan (ps. 102):

a.    keputusan Rapat Anggota;

b.   jangka waktu berdirinya telah berakhir; dan/atau

c.    Keputusan Menteri.

d.   Sanksi administratif (ps.120) dapat berupa:

-        teguran tertulis sekurang-kurangnya 2 (dua) kali;

-        larangan untuk menjalankan fungsi sebagai Pengurus atau Pengawas Koperasi;

-        pencabutan izin usaha; dan/atau

-        pembubaran oleh Menteri

 
Salam
Adv. Aslam Hasan S.H.,C.L.A
Advokat & Legal Auditor
HP: 081905057198
Email: a.f.hasanlawoffice@gmail.com

Wednesday, 17 February 2016

PHK DAN KONSEKUENSINYA BAGIAN 2 -Tujuh Penyebab PHK yang Layak Anda Waspadai

Tujuh Penyebab PHK yang Layak Anda Waspadai

Pastikan hak-hak ketenagakerjaan terpenuhi sesuai ketentuan perundang-undangan.

Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) adalah upaya terakhir yang bisa ditempuh jika ada masalah dalam hubungan industrial. Para pihak yang berkepentingan perlu mencegah semaksimal mungkin terjadinya PHK. Kondisi perekonomian acapkali tidak terduga sehingga PHK sulit dihindari.

Menurut Presiden KSPI, Said Iqbal, ada tujuh penyebab PHK yang layak diwaspadai. Penyebab pertama, perusahaan menutup usahanya di Indonesia. Kejadian terbaru menimpa PT Ford Motor Indonesia. Perusahaan otomotif ini sudah memastikan hengkang dari Indonesia dan mem-PHK puluhan karyawannya. Ada pula yang menutup bidang tertentu seperti yang dilakukan PT Panasonic Lighting di Cikarang, Bekasi.

Peyebab kedua umumnya karena rasionalisasi atau restrukturisasi perusahaan. Perusahaan tidak menutup bisnisnya. Langkah yang ditempuh adalah restrukturisasi atau melakukan merger dengan perusahaan lain. Perusahaan yang melakukan rasionalisasi atau restrukturisasi cenderung mengurangi karyawan terutama pada bagian-bagian yang tidak produktif.
 

Pengunduran diri pekerja menjadi sebab ketiga PHK. Dalam konteks ini, pekerja secara sukarela memutuskan hubungan dengan perusahaan. Dalam beberapa putusan pengadilan, pekerja yang tidak masuk beberapa hari berturut-turut tanpa alasan yang jelas bisa dikategorikan mengundurkan diri.

Keempat, PHK atas penetapan atau putusan Pengadilan Hubungan Industrial (PHI). Misalnya, perusahaan tidak mau mempekerjakan lagi pekerja/buruh, mengacu UU Ketenagakerjaan. PHK model ini lebih disebabkan oleh putusan hakim yang mengabulkan keinginan pengusaha.

Kelima, PHK karena pekerja/buruh masuk usia pensiun. Saat ini usia pensiun ditetapkan 56 tahun. Kadang, ada perusahaan yang menawarkan program pensiun dini kepada pekerja seperti yang dilakukan PT Mitsubishi (KRM) yang berlokasi di Pulogadung, Jakarta Timur.

Keenam, PHK akibat kontrak kerja berakhir. Biasanya dialami pekerja yang berstatus kontrak atau outsourcing. PHK karena kontrak kerjanya habis sangat dipengaruhi oleh kapasitas produksi perusahaan, ketika permintaan pasar tinggi maka perusahaan akan menggenjot produksinya. Sehingga membutuhkan pekerja tambahan, tapi ketika permintaan pasar rendah maka produksi turun dan dampaknya menyasar pada kontrak kerja si pekerja apakah diperpanjang atau tidak.

Ketujuh, PHK terjadi karena disharmonis atau perusahaan tidak mau lagi mempekerjakan pekerja. Hubungan tak harmonis banyak penyebabnya, semisal keikutsertaan pekerja dalam aksi mogok, atau karena kualitas kerjanya menurun.

Jika PHK tak bisa dihindari, maka para pihak punya hak dan kewajiban. Said mengimbau agar pekerja memperjuangkan hak-haknya seperti pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak seperti yang diatur dalam UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Besaran yang dituntut minimal sejalan dengan amanat undang-undang. Bahkan dimungkinkan lebih sesuai hasil perundingan  buruh-pengusaha. Dan, jangan lupa manfaat jaminan-jaminan sosial seperti Jaminan Hari Tua (JHT). “Serta berhak mendapat Jaminan Kesehatan yang diselenggarakan BPJS Kesehatan selama enam bulan setelah PHK,” kata Iqbal dalam jumpa pers di Jakarta, Senin (15/2) kemarin.

Ketua Umum Pengurus Pusat Automotif Mesin dan Komponen, Heriyanto, mencatat sejak semester kedua 2015 sampai Januari 2016 terjadi penurunan kapasitas produksi di sektor industri otomotif. Itu berdampak pada penggunaan tenaga kerja baik perekrutan baru atau perpanjangan kontrak kerja. “Akibat penurunan itu banyak pekerja tidak diperpanjang kontraknya,” tukasnya.

Penurunan kapasitas produksi di industri otomotif, kata Heri, terjadi karena permintaan pasar dalam negeri menurun karena daya beli masyarakat lemah. Ia menilai kebijakan pemerintah menerbitkan PP Pengupahan tidak tepat. Ia mengingatkan produk industri otomotif di Indonesia masih mengandalkan pasar domestik ketimbang luar negeri.

Lalu, berapa sebenarnya jumlah karyawan yang di-PHK tahun ini? Iqbal menengarai sudah mencapai 10 ribu orang dalam periode Januari-Maret 2016 saja. Jumlah itu gabungan PHK di industri elektronik, farmasi, garmen, migas dan otomotif. Angka taksiran Iqbal jauh di atas angka yang disebut pemerintah, 1.377 orang. Iqbal percaya daya beli yang kurang penyebab perusahaan kolaps. Penyebab daya beli buruh kurang karena gaji mereka rendah, dan Iqbal percaya ada kaitannya dengan PP No. 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan.

 

sumber


UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
 
Kajian:

Dari pemaparan dalam pemberitaan diatas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwasanya PHK dapat terjadi karena beberapa faktor diantaranya:
1.      Perusahaan menutup usahanya;
2.      Karena rasionalisasi atau restrukturisasi perusahaan;

3.      Pengunduran diri pekerja;

4.      PHK atas penetapan atau putusan Pengadilan Hubungan Industrial (PHI);

5.      PHK karena pekerja/buruh masuk usia pension;

6.      PHK akibat kontrak kerja berakhir;

7.      PHK terjadi karena disharmonis atau perusahaan tidak mau lagi mempekerjakan pekerja.

 
 PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA DAN KONSEKUENSINYA

 Perselisihan dibidang ketenagakerjaan sering mengakibatkan terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja,
Pemutusan hubungan kerja adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh dan pengusaha (UU Ketenagakerjaan Ps.1 (25).

 
Bilamana terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha diwajibkan membayar uang pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima

 Pasal 156

 (1) Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha diwajibkan membayar uang pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima.

  (2) Perhitungan uang pesangon sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) paling sedikit sebagai berikut :
  • masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun, 1 (satu) bulan upah;
  • masa kerja 1 (satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari 2 (dua) tahun, 2 (dua) bulan upah;
  • masa kerja 2 (dua) tahun atau lebih tetapi kurang dari 3 (tiga) tahun, 3 (tiga) bulan upah;
  • masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 4 (empat) tahun, 4 (empat) bulan upah;
  • masa kerja 4 (empat) tahun atau lebih tetapi kurang dari 5 (lima) tahun, 5 (lima) bulan upah;
  • masa kerja 5 (lima) tahun atau lebih, tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 6 (enam) bulan upah;
  • masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 7 (tujuh) tahun, 7 (tujuh) bulan upah.
  • masa kerja 7 (tujuh) tahun atau lebih tetapi kurang dari 8 (delapan) tahun, 8 (delapan) bulan upah
  • masa kerja 8 (delapan) tahun atau lebih, 9 (sembilan) bulan upah.
(3)Perhitungan uang penghargaan masa kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

 ditetapkan sebagai berikut :
  • masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 2 (dua) bulan upah;
  • masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 9 (sembilan) tahun, 3 (tiga) bulan upah;
  • masa kerja 9 (sembilan) tahun atau lebih tetapi kurang dari 12 (dua belas) tahun, 4 (empat) bulan upah;
  • masa kerja 12 (dua belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 15 (lima belas) tahun, 5 (lima) bulan upah;
  • masa kerja 15 (lima belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 18 (delapan belas) tahun, 6 (enam) bulan upah;
  • masa kerja 18 (delapan belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 21 (dua puluh satu) tahun, 7 (tujuh) bulan upah;
  • masa kerja 21 (dua puluh satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari 24 (dua puluh empat) tahun, 8 (delapan) bulan upah;
  • masa kerja 24 (dua puluh empat) tahun atau lebih, 10 (sepuluh ) bulan upah.
(4) Uang penggantian hak yang seharusnya diterima sebagaimana dimaksud dalam ayat

(1) meliputi :
  • cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur;
  • biaya atau ongkos pulang untuk pekerja/buruh dan keluarganya ketempat dimana pekerja/buruh diterima bekerja;
  • penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan ditetapkan 15% (lima belas perseratus) dari uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja bagi yang memenuhi syarat;
  • hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama
(5) Perubahan perhitungan uang pesangon, perhitungan uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
 
Profil Aslam Hasan & Partners Law Office
Ruang lingkup kerja dari Aslam Hasan & Partners Law Office dalam bidang ketenagakerjaan meliputi :

  • Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
  • Sengketa hubungan kerja dengan karyawan
  • Beracara di Pengadilan Hubungan Industrial
  • Pembuatan draft Perjanjian Kerja
  • Review Dokumen Ketenagakerjaan
  • Pelaporan Pidana untuk tindakan fraud

Lebih lanjut, ruang lingkup kerja kami meliputi pembuatan dokumen-dokumen hukum ketenaga kerjaan, seperti :

  • Peraturan Perusahaan (PP),
  • Perjanjian Kerja Bersama (PKB),
  • Surat Peringatan (SP),
  • Surat Pemutusan Hubungan Kerja (PHK),
  • Surat Mutasi karyawan,
  • dan lain sebagainya terkait ketenagakerjaan

Salam

Aslam Fetra Hasan S.H.,C.L.A


HP/WA: 081905057198

Email: a.f.hasanlawoffice@gmail.com

Blog: hukumacara1.blogspot.co.id