Thursday, 17 March 2016

MENGENAL USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH


USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH

 
SUMBER HUKUM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH

 
DASAR PIJAKAN

Mengingat: Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 27 ayat (2), dan Pasal 33 Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

 
KAJIAN

Undang-undang No. 20 Tahun 2008 tentang usaha mikro, kecil dan menengah terdiri dari 11 Bab dan 44 pasal, disahkan di Jakarta pada tanggal 4 Juli 2008 dan diundangkan di Jakarta pada 4 Juli 2008

 
BAB I

KETENTUAN UMUM

BAB II

ASAS DAN TUJUAN

BAB III

PRINSIP DAN TUJUAN PEMBERDAYAAN

BAB IV

KRITERIA

BAB V

PENUMBUHAN IKLIM USAHA

BAB VI

PENGEMBANGAN USAHA

 BAB VII

PEMBIAYAAN DAN PENJAMINAN

 BAB VIII

KEMITRAAN

 BAB IX

KOORDINASI DAN PENGENDALIAN PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH

 BAB X

SANKSI ADMINISTRATIF DAN KETENTUAN PIDANA

 BAB XI

KETENTUAN PENUTUP

 
RINGKASAN

Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro yakni sebagai berikut:

Kriteria Usaha Mikro adalah sebagai berikut:

  • memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
  • memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).

Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar

 
Kriteria Usaha Kecil adalah sebagai berikut:

  • memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
  • memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah

Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang- Undang UMKM ini

 
Kriteria Usaha Menengah adalah sebagai berikut:

  • memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
  • memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah).

Pemerintah dan Pemerintah Daerah menyediakan pembiayaan bagi Usaha Mikro dan Kecil. Dalam rangka meningkatkan sumber pembiayaan Usaha Mikro dan Usaha Kecil, Pemerintah melakukan upaya:
  • pengembangan sumber pembiayaan dari kredit perbankan dan lembaga keuangan bukan bank;
  • pengembangan lembaga modal ventura;
  • pelembagaan terhadap transaksi anjak piutang
  • peningkatan kerjasama antara Usaha Mikro dan Usaha Kecil melalui koperasi simpan pinjam dan koperasi jasa keuangan konvensional dan syariah; dan pengembangan sumber pembiayaan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pemerintah, Pemerintah Daerah, Dunia Usaha dan masyarakat memfasilitasi, mendukung, dan menstimulasi kegiatan kemitraan, yang saling membutuhkan, mempercayai,memperkuat, dan menguntungkan Kemitraan dilaksanakan dengan pola:

  • inti-plasma;
  • subkontrak;
  • waralaba;
  • perdagangan umum;
  • distribusi dan keagenan; dan
  • bentuk-bentuk kemitraan lain, seperti: bagi hasil, kerjasama operasional, usaha
  • patungan (joint venture), dan penyumberluaran (outsourcing).

Sanksi Administratif
  • Usaha Besar yang melanggar ketentuan Pasal 35 ayat (1) dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan izin usaha dan/atau denda paling banyak Rp10.000.000.000,00(sepuluh milyar rupiah) oleh instansi yang berwenang.
  • Usaha Menengah yang melanggar ketentuan Pasal 35 ayat (2) dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan izin usaha dan/atau denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah) oleh instansi yang berwenang.

Ketentuan Pidana

Setiap orang yang menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan mengaku atau memakai nama Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah sehingga mendapatkan kemudahan untuk memperoleh dana, tempat usaha, bidang dan kegiatan usaha, atau pengadaan barang dan jasa untuk pemerintah yang diperuntukkan bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah).

Sumber
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH

Salam
Adv. Aslam Hasan S.H.,C.L.A
Advokat & Legal Auditor
HP: 081905057198
Email: a.f.hasanlawoffice@gmail.com




 

Tuesday, 15 March 2016

MENGENAL BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL (BPJS)


MENGENAL BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL (BPJS)

DASAR HUKUM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL

RINGKASAN:

Undang-Undang No. 24 Tahun 2011 terdiri dari: 18 Bab dan 71 Pasal, disahkan di Jakarta pada tanggal 25 November 2011 dan diundangkan di Jakarta pada tanggal 25 November 2011

 
DASAR PERTIMBANGAN:

Mengingat

  • Pasal 20, Pasal 21, Pasal 23A, Pasal 28H ayat (1), ayat (2) dan ayat (3), dan Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
  • Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4456)

BAB I

KETENTUAN UMUM

BAB II

PEMBENTUKAN DAN RUANG LINGKUP

BAB III

STATUS DAN TEMPAT KEDUDUKAN

BAB IV

FUNGSI, TUGAS, WEWENANG, HAK, DAN KEWAJIBAN

BAB V

PENDAFTARAN PESERTA DAN PEMBAYARAN IURAN

BAB VI

ORGAN BPJS

BAB VII

PERSYARATAN, TATA CARA PEMILIHAN DAN PENETAPAN, DAN PEMBERHENTIAN ANGGOTA DEWAN PENGAWAS DAN ANGGOTA DIREKSI

BAB VIII

PERTANGGUNGJAWABAN

BAB IX

PENGAWASAN

BAB X

ASET

BAB XI

PEMBUBARAN BPJS

BAB XII

PENYELESAIAN SENGKETA

BAB XIII

HUBUNGAN DENGAN LEMBAGA LAIN

BAB XIV

LARANGAN

BAB XV

KETENTUAN PIDANA

BAB XVI

KETENTUAN LAIN-LAIN

BAB XVII

KETENTUAN PERALIHAN

BAB XVIII

KETENTUAN PENUTUP

Ringkasan-ringkasan :

  • Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang selanjutnya disingkat BPJS adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial, pembentukan BPJS terdiri dari BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.
  • BPJS Kesehatan menyelenggarakan program jaminan kesehatan.
  • BPJS Ketenagakerjaan menyelenggarakan program:a. jaminan kecelakaan kerja; b. jaminan hari tua; c. jaminan pensiun; dan d. jaminan kematian.
  • Tugas dari BPJS yakni a. melakukan dan/atau menerima pendaftaran Peserta; b. memungut dan mengumpulkan Iuran dari Peserta dan Pemberi Kerja; c. menerima Bantuan Iuran dari Pemerintah; d. mengelola Dana Jaminan Sosial untuk kepentinga Peserta; e.mengumpulkan dan mengelola data Peserta program Jaminan Sosial; f. membayarkan Manfaat dan/atau membiayai pelayanan kesehatan sesuai dengan ketentuan program Jaminan Sosial; dan g. memberikan informasi mengenai penyelenggaraan program Jaminan Sosial kepada Peserta dan masyarakat.
  • BPJS berwenang untuk: a. menagih pembayaran Iuran; b. menempatkan Dana Jaminan Sosial untuk investasi jangka pendek dan jangka panjang dengan mempertimbangkan aspek likuiditas, solvabilitas, kehati-hatian, keamanan dana, dan hasil yang memadai; c. melakukan pengawasan dan pemeriksaan atas kepatuhan Peserta dan Pemberi Kerja dalam memenuhi kewajibannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan jaminan social nasional; d. membuat kesepakatan dengan fasilitas kesehatan mengenai besar pembayaran fasilitas kesehatan yang mengacu pada standar tarif yang ditetapkan oleh Pemerintah; e. membuat atau menghentikan kontrak kerja dengan fasilitas kesehatan; f. mengenakan sanksi administratif kepada Peserta atau Pemberi Kerja yang tidak memenuhi kewajibannya; g. melaporkan Pemberi Kerja kepada instansi yang berwenang mengenai ketidakpatuhannya dalam membayar Iuran atau dalam memenuhi kewajiban lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan; dan h. melakukan kerja sama dengan pihak lain dalam rangka penyelenggaraan program Jaminan Sosial.
  • Setiap orang, selain Pemberi Kerja, Pekerja, dan penerima Bantuan Iuran, yang memenuhi persyaratan kepesertaan dalam program Jaminan Sosial wajib mendaftarkan dirinya dan anggota keluarganya sebagai Peserta kepada BPJS, sesuai dengan program Jaminan Sosial yang diikuti.
  • Organ BPJS terdiri dari Dewan Pengawas dan Direksi.
  • BPJS wajib menyampaikan pertanggungjawaban atas pelaksanaan tugasnya dalam bentuk laporan pengelolaan program dan laporan keuangan tahunan yang telah diaudit oleh akuntan public kepada Presiden dengan tembusan kepada DJSN paling lambat tanggal 30 Juni tahun berikutnya.
  • Direksi bertanggung jawab secara tanggung renteng atas kerugian finansial yang ditimbulkan atas kesalahan pengelolaan Dana Jaminan Sosial.
  • BPJS wajib membentuk unit pengendali mutu pelayanan dan penanganan pengaduan Peserta dan wajib menangani setiap pengaduan paling lama 5 (lima) hari kerja.
  • Pihak yang merasa dirugikan yang pengaduannya belum dapat diselesaikan penyelesaiannya maka diselesaikan melalui mekanisme mediasi dnegan bantuan mediator.
  • Penyelesaian sengketa melalui mekanisme mediasi, setelah ada kesepakatan kedua belah pihak secara tertulis, bersifat final dan mengikat.
  • Dalam hal pengaduan tidak dapat diselesaikan oleh unit pengendali mutu pelayanan dan penanganan pengaduan Peserta melalui mekanisme mediasi maka penyelesaiannya dapat diajukan ke pengadilan negeri di wilayah tempat tinggal pemohon.
  • Penetapan sanksi administrasoi bagi Anggota Dewan Pengawas atau Direksi berupa : peringatan tertulis, pemberhentian sementara dan atau pemberhentian tetap.
  • Anggota Dewan Pengawas atau anggota Direksi yang melanggar larangan ketentuan dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
  • Pemberi Kerja yang melanggar ketentuan sebagaimana dimuat dalam Undang-undang ini dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
SUMBER:
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL

Salam
Adv. Aslam Hasan S.H.,C.L.A
Advokat & Legal Auditor
HP: 081905057198
Email: a.f.hasanlawoffice@gmail.com
 

MENGENAL ORGAN KOPERASI


ORGAN KOPERASI

Organ Koperasi terdiri dari: Rapat Anggota, Pengawas dan Pengurus.
Uraian detail dari masing-masing Organ Koperasi kami jabarkan kembali dengan mengacu pada  UU No.17 Tahun 2012 Tentang Koperasi.
RAPAT ANGGOTA
Rapat anggota merupakan organ Koperasi yang pertama dan sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dalam Koperasi diselenggarakan oleh pengurus yang dihadiri oleh Anggota, Pengawas dan Pengurus. Setiap keputusan dalam Rapat Anggota ini didasarkan oleh musyawarah mufakat apabila tidak tercapai maka keputusan diambil dengan suara terbanyak. Adapun kewenangan Rapat Anggota yakni:
  1. menetapkan kebijakan umum Koperasi;
  2. mengubah Anggaran Dasar;
  3. memilih, mengangkat, dan memberhentikan Pengawas dan Pengurus;
  4. menetapkan rencana kerja, rencana anggaran pendapatan dan belanja Koperasi;
  5. menetapkan batas maksimum Pinjaman yang dapat dilakukan oleh Pengurus untuk dan atas nama Koperasi;
  6. meminta keterangan dan mengesahkan pertanggungjawaban Pengawas dan Pengurus dalam pelaksanaan tugas masing-masing;
  7. menetapkan pembagian Selisih Hasil Usaha;
  8. memutuskan penggabungan, peleburan, kepailitan, dan pembubaran Koperasi; dan
  9. menetapkan keputusan lain dalam batas yang ditentukan oleh Undang-Undang ini.
Pelaksanaan dalam Rapat Anggota dinyatakan sah bilamana diselenggarakan sesuai dengan persyaratan dan tata cara Rapat Anggota yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar. Pelaksanaan Rapat Anggota sekurang-kurangnya diselenggarakan 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun adapun untuk penyelenggaraan Rapat Anggota dengan agenda pengesahan pertanggungjawaban pengurus paling lambat dilaksanakan 5 (lima) bulan setelah tahun buku Koperasi ditutup.

Selain Rapat Anggota yang  dapat diselenggarakan diatas,  Rapat Anggota juga dapat dilaksanakan apabila keadaan mengharuskan adanya keputusan segera yang wewenang pengambilannya ada pada Rapat Anggota (Rapat Anggota Luar Biasa).

 
PENGAWAS

Pengawas dipilih dari dan oleh anggota pada pelaksanaan Rapat Anggota, adapun tugas dan kewenangan dari pengawas yakni sebagai berikut:

 
Pengawas bertugas:
  • mengusulkan calon Pengurus;
  • memberi nasihat dan pengawasan kepada Pengurus;
  • melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan dan pengelolaan Koperasi yang dilakukan oleh Pengurus; dan
  • melaporkan hasil pengawasan kepada Rapat Anggota.

Pengawas berwenang:
  • menetapkan penerimaan dan penolakan Anggota baru serta pemberhentian Anggota sesuai dengan ketentuan dalam Anggaran Dasar;
  • meminta dan mendapatkan segala keterangan yang diperlukan dari Pengurus dan pihak lain yang terkait;
  • mendapatkan laporan berkala tentang perkembangan usaha dan kinerja Koperasi dari Pengurus;
  • memberikan persetujuan atau bantuan kepada Pengurus dalam melakukan perbuatan hukum tertentu yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar; dan
  • dapat memberhentikan Pengurus untuk sementara waktu dengan menyebutkan alasannya.

PENGURUS

 Pengurus dipilih dari orang perseroangan yang diatur dalam Anggaran Dasar, diangkat oada Rapat Anggota atas usul Pengawas. Kewenangan dan tugas Pengurus:

Pengurus bertugas:
  1. mengelola Koperasi berdasarkan Anggaran Dasar;
  2. mendorong dan memajukan usaha Anggota;
  3. menyusun rancangan rencana kerja serta rencana anggaran pendapatan dan belanja Koperasi untuk diajukan kepada Rapat Anggota;
  4. menyusun laporan keuangan dan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas untuk diajukan kepada Rapat Anggota;
  5. menyusun rencana pendidikan, pelatihan, dan komunikasi Koperasi untuk diajukan kepada Rapat Anggota;
  6. menyelenggarakan pembukuan keuangan dan inventaris secara tertib;
  7. menyelenggarakan pembinaan karyawan secara efektif dan efisien;
  8. memelihara Buku Daftar Anggota, Buku Daftar Pengawas, Buku Daftar Pengurus, Buku Daftar Pemegang Sertifikat Modal Koperasi, dan risalah Rapat Anggota; dan
  9. melakukan upaya lain bagi kepentingan, kemanfaatan, dan kemajuan Koperasi sesuai dengan tanggung jawabnya dan keputusan Rapat Anggota. 
Pengurus berwenang mewakili Koperasi di dalam maupun di luar pengadilan kecuali ditentukan lain dalam Anggaran Dasar. Pengurus bertanggung jawab secara pribadi terhadap tugasnya apabila terbukti dengan itikad tidak baik, bersalah menimbulkan kerugian pada Koperasi. Disamping tugas-tugas umum sebagaimana diuraikan diatas, pengurus harus mendapatkan persetujuan dalam hal Koperasi akan:
  1. mengalihkan aset atau kekayaan Koperasi;
  2. menjadikan jaminan utang atas aset atau kekayaan Koperasi;
  3. menerbitkan obligasi atau surat utang lainnya;
  4. mendirikan atau menjadi Anggota Koperasi Sekunder; dan/atau
  5. memiliki dan mengelola perusahaan bukan Koperasi.  

Sumber:

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 17 TAHUN 2012

TENTANG PERKOPERASIAN

 

Salam

Adv. Aslam Hasan S.H.,C.L.A

Advokat & Legal Auditor

HP: 081905057198

Email: a.f.hasanlawoffice@gmail.com

 

 

 

Monday, 14 March 2016

POINT-POINT KRUSIAL DALAM JAMINAN KESEHATAN ANDA (BPJS) YANG WAJIB DIKETAHUI


Inilah Perpres Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Perpres Tentang Jaminan Kesehatan


Dalam Perpres ini beberapa critical point dalam pasal –pasal perubahan yang perlu menjadi perhatian adalah mengenai:
KEPESERTAAN
  • Peserta bukan PBI (Penerima Bantuan Iuran) merupakan peserta yang tidak tergolong fakir miskin dan orang tidak mampu yang terdiri atas:
a.    Pekerja Penerima Upah dan anggota keluarganya;
b.    Pekerja Bukan Penerima Upah dan anggota keluarganya; dan
c.    bukan pekerja dan anggota keluarganya.
  •  Pekerja Penerima Upah itu terdiri atas: a. Pegawai Negeri Sipil; b. Anggota TNI;   c. Anggota Polri; d. Pejabat Negara; e. Pimpinan dan anggota DPRD; f. Pegawai Pemerintah non Pegawai Negeri; g. Pegawai Swasta; dan h. Pekerja yang tidak termasuk huruf a sampai g yang menerima upah
  • Yang dimaksud pekerja bukan penerima upah adalah: a. Pekerja di luar hubungan kerja atau Pekerja Mandiri; dan b. Pekerja yang tidak termasuk huruf a yang bukan penerima upah
  • Adapun yang dimaksud bukan Pekerja adalah: a. Investor; b. Pemberi Kerja; c. penerima pensiun; d. Veteran; e. Perintis Kemerdekaan; f. Janda, duda, atau anak yatim piatu dari Veteran atau Perintis Kemerdekaan; dan g. Bukan pekerja yang tidak termasuk huruf a sampai f yang mampu membayar iuran
  • Penerima pensiun sebagaimana dimaksud pada terdiri atas: a. Pegawai Negeri Sipil yang berhenti dengan hak pensiun; b. Anggota TNI dan Anggota Polri yang berhenti dengan hak pensiun; c. Pejabat Negara yang berhenti dengan hak pensiun; d. janda, duda, atau anak yatim piatu dari penerima pensiun yang mendapat hak pensiun; e. penerima pensiun selain huruf a, huruf b, dan huruf c;  dan f. janda, duda, atau anak yatim piatu dari penerima pensiun yang mendapat hak pensiun
  • Pekerja termasuk warga negara asing yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan.
  • Pekerja Penerima Upah dan anggota keluarganya meliputi Pekerja Penerima Upah, istri/suami yang sah, anak kandung, anak tiri dari perkawinan yang sah, dan anak angkat yang sah, sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang –pasal 5 ayat (1)
  • Anak kandung, anak tiri dari perkawinan yang sah, dan anak angkat yang sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dengan kriteria:
1.    tidak atau belum pernah menikah atau tidak mempunyai penghasilan sendiri; dan
2.    belum berusia 21 (dua puluh satu) tahun atau belum berusia 25 (dua puluh lima) tahun yang masih melanjutkan pendidikan formal
 
WAJIB DAFTAR
  • Pemberi Kerja wajib mendaftarkan dirinya dan Pekerjanya sebagai Peserta Jaminan Kesehatan kepada BPJS Kesehatan dengan membayar iuran
  • Dalam hal Pekerja belum terdaftar pada BPJS Kesehatan, Pemberi Kerja wajib bertanggung jawab pada saat Pekerjanya membutuhkan pelayanan kesehatan sesuai dengan Manfaat yang diberikan oleh BPJS Kesehatan
  • Setiap Pekerja Bukan Penerima Upah sesuai ketentuan dalam Pasal 6 ayat (3) huruf c wajib mendaftarkan dirinya dan anggota keluarganya secara sendiri-sendiri atau berkelompok sebagai Peserta Jaminan Kesehatan pada BPJS Kesehatan dengan membayar iuran.
  • Setiap orang bukan Pekerja  wajib mendaftarkan dirinya dan anggota keluarganya secara sendirisendiri atau berkelompok sebagai Peserta Jaminan Kesehatan kepada BPJS Kesehatan dengan membayar iuran
IURAN JAMINAN KESEHATAN
Iuran Jaminan Kesehatan bagi Peserta PBI Jaminan Kesehatan dibayar oleh Pemerintah
  • Iuran Jaminan Kesehatan bagi penduduk yang didaftarkan oleh Pemerintah Daerah dibayar oleh Pemerintah Daerah
  • Iuran Jaminan Kesehatan bagi Peserta Pekerja Penerima Upah dibayar oleh Pemberi Kerja dan Pekerja-
  • Iuran Jaminan Kesehatan bagi Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta bukan Pekerja dibayar oleh Peserta atau pihak lain atas nama peserta
 
BESARAN IURAN JAMINAN KESEHATAN
  • Iuran Jaminan Kesehatan bagi Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta bukan Pekerja: a. sebesar Rp 30.000,00 (tiga puluh ribu rupiah) per orang per bulan dengan Manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas III.
  • sebesar Rp 51.000,00 (lima puluh satu ribu rupiah) per orang per bulan dengan Manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas II. sebesar Rp 80.000,00 (delapan puluh ribu rupiah) per orang per bulan dengan Manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas I.
 MANFAAT PELAYANAN
  •  Manfaat pelayanan promotif dan preventif meliputi pemberian pelayanan: a. penyuluhan kesehatan perorangan; b. imunisasi rutin; c. keluarga berencana; dan d. skrining kesehatan.
  • Pelayanan kesehatan yang dijamin terdiri atas: a. Pelayanan kesehatan tingkat pertama, meliputi pelayanan kesehatan non spesialistik yang mencakup: 1. administrasi pelayanan; 2. pelayanan promotif dan preventif; 3. pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi medis; 4. tindakan medis non spesialistik, baik operatif maupun non operatif; 5.pelayanan obat dan bahan medis habis pakai; 6. pemeriksaan penunjang diagnostic laboratorium tingkat pratama; dan 7. rawat inap tingkat pertama sesuai dengan indikasi medis.
  • Pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjutan, meliputi pelayanan kesehatan yang mencakup: 1. administrasi pelayanan; 2. pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi medis dasar; 3. pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi spesialistik; 4. tindakan medis spesialistik, baik bedah maupun non bedah sesuai dengan indikasi medis; 5. pelayanan obat dan bahan medis habis pakai; 6. pelayanan penunjang diagnostik lanjutan sesuai dengan indikasi medis; 7. rehabilitasi medis; 8. pelayanan darah; 9. pelayanan kedokteran forensik klinik; 10. pelayanan jenazah pada pasien yang meninggal di Fasilitas Kesehatan; 11. pelayanan keluarga berencana; 12. perawatan inap non intensif; dan 13. perawatan inap di ruang intensif.
  • Peserta yang menginginkan kelas yang lebih tinggi dari haknya dapat mengikuti asuransi kesehatan tambahan.
  • Selisih antara biaya yang dijamin oleh BPJS Kesehatan dengan biaya atas kelas yang lebih tinggi dari haknya dapat dibayar oleh: a. Peserta yang bersangkutan; b. Pemberi Kerja; atau c. asuransi kesehatan tambahan.
 
MANFAAT PELAYANAN TIDAK DIJAMIN
  • pelayanan kesehatan yang dilakukan tanpa melalui prosedur sebagaimana diatur dalam peraturan yang berlaku;
  • pelayanan kesehatan yang dilakukan di Fasilitas Kesehatan yang tidak bekerja sama dengan BPJS Kesehatan, kecuali dalam keadaan darurat;
  • pelayanan kesehatan yang dijamin oleh program jaminan kecelakaan kerja terhadap penyakit atau cedera akibat kecelakaan kerja atau hubungan kerja; pelayanan kesehatan yang dijamin oleh program jaminan kecelakaan lalu lintas yang bersifat wajib sampai nilai yang ditanggung oleh program jaminan kecelakaan lalu lintas;
  • pelayanan kesehatan yang dilakukan di luar negeri;
  • pelayanan kesehatan untuk tujuan estetik;
  • pelayanan untuk mengatasi infertilitas
  • pelayanan meratakan gigi (ortodonsi)
  • gangguan kesehatan/penyakit akibat ketergantungan obat dan/atau alkohol;
  • gangguan kesehatan akibat sengaja menyakiti diri sendiri, atau akibat melakukan hobi yang membahayakan diri sendiri;
  • pengobatan komplementer, alternatif dan tradisional, yang belum dinyatakan efektif berdasarkan penilaian teknologi kesehatan (health technology assessment);
  • pengobatan dan tindakan medis yang dikategorikan sebagai percobaan (eksperimen);
  • alat dan obat kontrasepsi, kosmetik, makanan bayi, dan susu;
  • perbekalan kesehatan rumah tangga;
  • pelayanan kesehatan akibat bencana pada masa tanggap darurat, kejadian luar biasa/wabah;
  • pelayanan kesehatan pada kejadian tak diharapkan yang dapat dicegah [preventable aduerse events); dan
  • pelayanan lainnya yang tidak ada hubungan dengan Manfaat Jaminan Kesehatan yang diberikan.Gangguan kesehatan akibat sengaja menyakiti diri sendiri, atau akibat melakukan hobi yang membahayakan diri sendiri
 
KETIDAKPUASAN PELAYANAN
  • Dalam hal Peserta tidak puas terhadap pelayanan Jaminan Kesehatan yang diberikan oleh Fasilitas Kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan, Peserta dapat menyampaikan pengaduan kepada Fasilitas Kesehatan dam/atau BPJS Kesehatan.
  • Dalam hal Peserta dan/atau Fasilitas Kesehatan tidak mendapatkan pelayanan yang baik dari BPJS Kesehatan, dapat menyampaikan pengaduan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, dan/atau Menteri.
 
PENYELESAIAN SENGKETA
  • Sengketa antara: a. Peserta dengan Fasilitas Kesehatan; b. Peserta dengan BPJS Kesehatan; c. BPJS Kesehatan dengan Fasilitas Kesehatan; atau d. BPJS Kesehatan dengan asosiasi Fasilitas Kesehatan, diselesaikan dengan cara musyawarah oleh para pihak yang bersengketa
  • Penyelesaian sengketa secara musyawarah melibatkan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, dan/atau Badan Pengawas Rumah Sakit.
  • Dalam hal sengketa tidak dapat diselesaikan secara musyawarah, sengketa diselesaikan dengan cara mediasi atau melalui pengadilan.
 
 
Salam
Adv. Aslam Hasan S.H.,C.L.A
Advokat & Legal Auditor
HP: 081905057198
Email: a.f.hasanlawoffice@gmail.com