Saturday, 2 January 2016

SELAMAT TAHUN BARU 2016

Memasuki tahun baru 2016, semangat baru, harapan baru dan perjuangan berkelanjutan..sukses buat rekan-rekan semua dan para klien atas support,kerjasama dan relasi yang berjalan sampai saat ini...Terima Kasih



ASLAM HASAN & PARTNERS LAW OFFICE


Ruang lingkup kerja Aslam Hasan & Partners Law Office dengan profesionalitas penanganan yang terbaik dan tuntas sebagai berikut:

  1. Legal Due Diligence / Legal Audit dan memberikan Legal Opini untuk setiap transaksi yang akan, sedang maupun telah dilakukan oleh Klien mis: Transaksi Jual Beli, Tukar Menukar, Sewa Menyewa, Pinjam-Meminjam, Pemberian Kredit, Leasing, Anjak Piutang, Pertanahan, Penjaminan, Merger, Akuisisi
  2. Menjadi Penasehat Hukum bagi perorangan maupun perusahaan atau lembaga lain.
  3. Kegiatan Advokat (mendampingi Klien di Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan maupun di luar Pengadilan).
  4. Membantu membuat, menyusun dan menyiapkan Draft Perjanjian, Surat Kuasa, Memory of Understanding (MoU)
  5. Menyiapkan segala upaya penyelesaian hukum baik litigasi maupun non-litigasi.
  6. Menyelesaikan perselisihan/sengketa dibidang Pidana, Perdata, Tata Usaha Negara, Ketenagakerjaan, Perpajakan dan Kepailitan
  7. Membantu pengurusan perijinan-perijinan yang berhubungan dengan perusahaan dan lain-lain.
  8. Membantu membuat permohonan kredit bank, Kelayakan Usaha, penanganan dan penyelesaian kredit bermasalah, peningkatan jaminan serta eksekusi jaminan.
  9. Khusus dibidang ketenagakerjaan kami menangani penyelesaian perselisihan perburuhan, pembuatan peraturan perusahaan (PP), membuat Kesepakatan Kerja Bersama (KKB), termasuk mendampingi dalam berbagai negosiasi.

Salam

Aslam Fetra Hasan S.H.,C.L.A
HP: 081905057198
BBM: 74f84658
Email: a.f.hasanlawoffice@gmail.com
Blog: hukumacara1.blogspot.co.id

Saturday, 5 December 2015

SENGKETA PAJAK

Sengketa Pajak dan Solusinya

- detikNews
Sengketa Pajak dan Solusinya
Jakarta - Sengketa pajak kerap kali terjadi, yaitu ketika ada ketidakcocokan perhitungan pajak antara wajib pajak dengan perhitungan dari pemeriksa pajak, atau kesalahan penerapan peraturan perpajakan saat perhitungan pajak oleh wajib pajak.

Sistem perpajakan Indonesia menganut prinsip self assessment, sehingga wajib pajak punya wewenang untuk menghitung, membayar, dan melaporkan pajaknya sendiri. Akan tetapi dengan kepercayaan yang sebegitu besar kepada wajib pajak, Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak memiliki kewenangan untuk menguji kepatuhannya melalui pemeriksaan pajak yang pelaksanaannya diatur dengan undang-undang sehingga tak bisa sembarangan.

Hasil dari pemeriksaan tersebut adalah Surat Ketetapan Pajak (SKP). Sebelum penerbitannya wajib pajak diberi kesempatan untuk melakukan pembahasan dengan pemeriksa pajak. Sengketa kerap kali muncul di tahap ini, yaitu ketika ada ketidakcocokan perhitungan. Sebenarnya sengketa pajak adalah hal yang lumrah.

Tetapi saat mengalami sengketa pajak, ketakutan sudah pasti dialami oleh wajib pajak. Terutama karena kewajiban membayar tambahan pajak yang kemungkinan akan disertai denda. Kekhawatiran bertambah ketika wajib pajak membayangkan bahwa penyelesaian sengketa pajak akan rumit dan berlarut-larut.

Sebagai bentuk pelayanan kepada wajib pajak, Ditjen Pajak memberi solusi untuk menyelesaikan sengketa pajak dengan cara-cara yang profesional. Sengketa pajak dapat diselesaikan melalui pengajuan keberatan kepada Direktur Jenderal Pajak melalui Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempatnya berdomisili. Apabila belum memperoleh hasil yang memuaskan dapat melanjutkan ke proses selanjutnya untuk nantinya diselesaikan melalui proses banding di Pengadilan Pajak.

“Setiap wajib pajak berhak mengajukan keberatan dalam jangka waktu 3 bulan setelah Surat Ketetapan Pajak (SKP) dikirimkan. Penyelesaiannya paling lama 12 bulan. Apabila terdapat sengketa saat pelaksanaan pemeriksaan, kami juga memberi jalur-jalur penyelesaiannya yaitu pasal 16, pasal 25 dan pasal 36,” ujar Herry Sumardjito, Kepala Kanwil Ditjen Pajak Jakarta Khusus. Apabila proses penyelesaian sudah lewat 12 bulan, sesuai Undang-undang Permohonan Keberatan, permohonan keberatan akan otomatis disetujui sesuai keinginan wajib pajak

Tak hanya di ibu kota saja, sejumlah kota besar di Indonesia seperti Yogyakarta dan Surabaya kini juga memiliki Pengadilan Pajak untuk menyelesaikan sengketa pajak hingga ke upaya akhir yaitu banding. Banding sifatnya final, namun apabila masih belum memuaskan, pihak-pihak yang bersengketa (Ditjen Pajak maupun wajib pajak) dapat mengajukan peninjauan kembali ke Mahkamah Agung.

Layanan keberatan Ditjen Pajak tak hanya membantu wajib pajak untuk dapat memperjuangkan hasil perhitungan pajaknya dan menyelesaikan sengketa pajak, tapi juga menjaga profesionalisme kinerja petugas pajak.

Untuk wilayah Jakarta, jumlah keberatan yang diajukan wajib pajak naik dari tahun ke tahun terutama permohonan keberatan yang ditangani oleh Kanwil Ditjen Pajak Jakarta Khusus. Menurut catatan Ditjen Pajak, pada tahun 2011 Kanwil Ditjen Pajak Jakarta Khusus menerima 2.273 permohonan keberatan dan di tahun 2012 naik menjadi 3.038 permohonan keberatan. Pada periode Januari hingga Juni 2013, jumlah keberatan yang masuk telah mencapai 1.268.

Kenaikan jumlah keberatan yang dilayangkan menunjukkan bahwa layanan keberatan Ditjen Pajak merupakan solusi yang baik dan disambut hangat oleh para wajib pajak. Banyaknya berkas permohonan keberatan dan banding yang masuk ke meja penelaah keberatan pun menjadi tanda bahwa kini wajib pajak semakin sadar akan hak-haknya ketika timbul sengketa pajak.

“Kami akan perbaiki dan sempurnakan lagi terutama dari segi pemeriksaan agar lebih akurat dan berbobot. Dalam pemeriksaan kami harap wajib pajak kooperatif, dari segi dokumen dan sebagainya untuk memperkuat alasan wajib pajak. Jangan ada kecurigaan (dengan pemeriksaan di KPP) karena mereka juga diawasi oleh Kanwil,” ujar Andri Nuralam, Kepala Bidang Keberatan dan Banding Kanwil DItjen Pajak Jakarta Khusus.

Dengan adanya layanan keberatan wajib pajak yang bersengketa tak akan lagi mengambil jalan pintas dengan negosiasi atau suap. Layanan keberatan Ditjen Pajak juga menjadi cermin profesionalisme dan integritas Ditjen Pajak untuk terus menyadarkan wajib pajak bahwa pembayaran pajak mereka dapat dipertanggung jawabkan untuk pembangunan.

Sumber:
http://m.detik.com/news/advertorial-news-box2/2406329/sengketa-pajak-dan-solusinya

Salam

Aslam Fetra Hasan S.H.,C.L.A
HP: 081905057198
BBM: 74f84658
Email: a.f.hasanlawoffice@gmail.com
Blog: hukumacara1.blogspot.co.id



Friday, 4 December 2015

PERLINDUNGAN KONSUMEN

Mengenal Lebih Jauh Tentang Perlindungan Konsumen Di Indonesia Sesuai Dengan Undang2 Republik Indonesia Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen. 
Sedangkan yang dimaksud dengan konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.

Dalam Undang-Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang dimaksud dengan konsumen adalah konsumen akhir yaitu pengguna atau pemanfaat akhir suatu produk.

Asas-asas dalam perlindungan Konsumen:
1. Asas manfaat dimaksudkan untuk mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan.
2. Asas keadilan dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil.
3. Asas keseimbangan dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha dan pemerintah dalam arti materiil ataupun spiritual.
4. Asas keamanan dan keselamatan konsumen dimaksudkan untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan;
5. Asas kepastian hukum dimaksudkan agar baik pelaku usaha maupun konsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum.

Perlindungan konsumen bertujuan:
  • Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri;
  • Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa;
  • Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen;
  • Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi;
  • Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha;
  • Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.

Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.

Barang adalah setiap benda baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, dapat dihabiskan maupun tidak dapat dihabiskan, yang dapat untuk diperdagangkan, dipakai, dipergunakan, atau dimanfaatkan oleh konsumen.

Jasa adalah setiap layanan yang berbentuk pekerjaan atau prestasi yang disediakan bagi masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen.

Hak konsumen adalah:
  • Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
  • Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
  • Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;
  • Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;
  • Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;
  • Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
  • Hak unduk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
  • Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya ;
  • Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Kewajiban konsumen adalah:
  • Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;
  • Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;
  • Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
  • Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.

Hak pelaku usaha adalah:
  • Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
  • Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik;
  • Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen;
  • Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
  • Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundangundangan lainnya.

Kewajiban pelaku usaha adalah:
  • Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
  • Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;
  • Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
  • Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;
  • Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;
  • Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
  • Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.

PERBUATAN YANG DILARANG BAGI PELAKU USAHA
  1. Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa antara lain:
  • Tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundangundangan;
  • Tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah dalam hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut;
  • Tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan dan jumlah dalam hitungan menurut ukuran yang sebenarnya;
  • Tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut;
  • Tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya, mode, atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut;
  1. Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau bekas, dan tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar atas barang dimaksud.
  2. Pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan yang rusak, cacat atau bekas dan tercemar, dengan atau tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar.
KETENTUAN PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU
Klausula Baku adalah setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen.

Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku pada setiap dokumen dan/atau perjanjian apabila, antara lain:
  • Menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha;
  • Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen;
  • Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali uang yang dibayarkan atas barang dan/atau jasa yang dibeli oleh konsumen;
  • Menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran;
  • Mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen;
TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA
Pelaku usaha bertanggungjawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan. Ganti rugi dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku.

Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal transaksi. Pemberian ganti rugi tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur kesalahan. Ketentuan ini tidak berlaku apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan kesalahan konsumen.

PENYELESAIAN SENGKETA
Setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha atau melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum.

Penyelesaian sengketa konsumen dapat ditempuh melalui pengadilan atau diluar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa. Penyelesaian sengketa di luar pengadilan tidak menghilangkan tanggungjawab pidana sebagaimana diatur dalam Undang undang. Apabila telah dipilih upaya penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadila, gugatan melalui pengadilan hanya dapat ditempuh apabila upaya tersebut dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu pihak atau oleh para pihak yang bersengketa.

PENYELESAIAN SENGKETA DI LUAR PENGADILAN
Penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan diselenggarakan untuk mencapai kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi dan/atau mengenai tindakan tertentu untuk menjamin tidak akan terjadi kembali atau tidak akan terulang kembali kerugian yang diderita oleh konsumen.

PENYELESAIAN SENGKETA MELALUI PENGADILAN
Penyelesaian sengketa konsumen melalui pengadilan mengacu pada ketentuan tentang peradilan umum.

BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN
  • Tugas dan wewenang badan penyelesaian sengketa konsumen antara lain:
  • Melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen, dengan cara melalui mediasi atau arbitrase atau konsiliasi;
  • Memberikan konsultasi perlindungan konsumen;
  • Menerima pengaduan baik tertulis maupun tidak tertulis, dari konsumen tentang terjadinya pelanggaran terhadap perlindungan konsumen;
  • Melakukan penelitian dan pemeriksaan sengketa perlindungan konsumen;
  • Memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran terhadap perlindungan konsumen;
  • Memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli dan/atau setiap orang yang dianggap mengetahui pelanggaran terhadap Undangundang ini;
  • Memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya kerugian di pihak konsumen;
  • Menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan Undang undang ini.
Sebelum terbentuknya undang-undang tentang Perlindungan Konsumen ini, telah ada beberapa undang-undang yang materinya lebih khusus dalam melindungi kepentingan konsumen dalam satu hal, seperti: undang-undang yang mengatur mengenai hak-hak atas kekayaan intelektual yaitu tentang Paten, Merek dan Hak Cipta.

Perlindungan konsumen dalam hal pelaku usaha melanggar hak atas kekayaan intelektual tidak diatur dalam undang-undang tentang Perlindungan Konsumen ini karena sudah diatur dalam undang-undang yang khusus antara lain undang-undang tentang paten dan merek.

Undang-undang perlindungan konsumen ini merupakan aturan yang umum apabila telah ada aturan yang khusus mengenai suatu hal misalnya undang-undang yang khusus mengatur tentang perbankan yang mencakup aturan tentang perlindungan konsumen bidang perbankan maka undang-undang perbankan  yang digunakan.

(Piranti hukum yang melindungi konsumen tidak dimaksudkan untuk mematikan usaha para pelaku usaha, tetapi justru sebaliknya mendorong iklim berusaha yang sehat demi lahirnya perusahaan yang tangguh dalam menghadapi persaingan melalui penyediaan barang dan/atau jasa yang berkualitas.)

Sumber:
http://chmplaw.com/?p=95#more-95
UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN
Tinjauan khususnya terhadap tugas dan wewenang BPSK

Dalam kegiatan transaksi usaha/bisnis setiap pelanggaran atau perbuatan Hukum dari pelaku usaha yang tidak memenuhi kewajibannya bagi konsumen dapat ditempuh upaya Hukum, namun demikian setiap langkah penyelesaiannya lebih utama diselesaikan secara kekeluargaan, bilamana upaya kekeluargaan tidak dapat ditempuh maka penyelesaian sengketa melalui BPSK dapat ditempuh. BPSK sebagai lembaga penyelesaian sengketa didalam menjalankan  tugas dan kewajibannya senantiasa haruslah bertindak independen dan tidak cenderung memihak kepada salah satu pihak. Kepentingan dari masing-masing pihak haruslah dide ngar secara utuh dan menyeluruh agar setiap keputusan yang diambil baik melalui mediasi, konsiliasi atau arbitrase merupakan kesepakatan bersama dan dapat memuaskan para pihak
Salam

Aslam Fetra Hasan S.H.,C.L.A
HP: 081905057198
BBM: 74f84658
Email: a.f.hasanlawoffice@gmail.com

Tuesday, 1 December 2015

LITIGASI: TEKNIK PENYELESAIAN SENGKETA DI PENGADILAN

LITIGASI: TEKNIK PENYELESAIAN SENGKETA DI PENGADILAN

LITIGASI: TEKNIK PENYELESAIAN SENGKETA DI PENGADILAN 

 
Training Time :Metode Inhouse Training di Kantor

Jadwal Pelaksanaan Yang Dapat Kami siapkan:
-       12 Desember 2015

-       19 Desember 2015

-       26 Desember 2015

Investment Fee :   Rp. 650.000,- / peserta
Quota : (Pasti Berjalan Berapun Pesertanya, untuk efektifnya pelatihan maksimal dibatasi 10 peserta tiap batch nya )

 Fasilitas :
 
1. Training Module   
2. Certificate       
3. Qualified instructor

  


BACKGROUND

 Dalam Penyelesaian sengketa bisnis, perjanjian, hutang piutang dan perkreditan dan jaminan dapat dilakukan melalui upaya penyelesaian litigasi (di dalam pengadilan) dan non-litigasi (di luar pengadilan). Upaya penyelesaian melalui  non-litigasi sering kali kurang memiliki kekuatan hukum yang mengikat terhadap para pihak yang bersengketa. Sehingga jalur upaya yang efektif dan dapat ditempuh yakni penyelesaian melalui jalur litigasi  Oleh karenanya tidak hanya seorang legal officer saja namun  manajemen perusahaan juga harus tetap  membekali diri dengan kemampuan/keterampilan untuk dapat menyelesaikan sengketa melalui jalur litigasi

MATERI PELATIHAN LITIGASI


  1. Pembuatan Surat Gugatan
    Teknik dan ketrampilan membuat surat Gugatan
    Praktek/studi kasus menyusun surat Gugatan
  2. Pembuatan Surat Jawaban
    Teknik dan ketrampilan membuat Surat Jawaban
     Praktek /studi kasus menyusun Surat Jawaban
  3. Pembuatan Replik/Duplik dan Kesimpulan
    Teknik dan ketrampilan membuat Replik/Duplik dan kesimpulan
    Praktek /studi kasus menyusun Replik/Duplik dan kesimpulan
  4. Pembuatan Memori Banding/Kasasi/PK dan Kontra Memori Banding/Kasasi/PK
  5. Penyiapan Alat Bukti dan Pembuktian

 
SASARAN PROGRAM :

Pelatihan ini akan mengajarkan, mengupas tuntas tentang bagaimana teknik penyelesaian sengketa dipengadilan (Langsung Praktek dan Pasti Bisa) Diharapkan setelah mengikuti program ini peserta mampu menjadi profesional yang handal, paham dan mengerti untuk menangani bidang litigasi diberbagai penyelesaian sengketa baik dalam pinjam-meminjam, proses perkreditan dan Jaminan

 
FASILITATOR :

  • Advokat
  • Praktisi Perbankan
METODE PELATIHAN :

  • Presentasi
  • Pendampingan dalam membuat surat-menyurat litigasi
  • Interaktif Diskusi
  • Diskusi Group
  • Studi Kasus

 
INFORMASI DAN PENDAFTARAN :

A.F. Hasan
Email: a.f.hasanlawoffice@gmail.com
HP: 081905057198
PIN BB: 74F84658

Sunday, 29 November 2015

SMALL CLAIM COURT

  • Selasa, 24 Nov 2015 06:50 WIB
  • http://mdn.biz.id/n/200348/
  • Revolusioner, Sengketa Perdata Tidak Sampai 25 Hari
MedanBisnis - Jakarta. Mahkamah Agung (MA) mengeluarkan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) tentang Gugatan Perdata Sederhana atau Small Claim Court. Peraturan ini diharap bisa menyelesaikan sengketa antarwarga mengenai kasus perdata dalam waku singkat.
Sejak dikeluarkan perma tersebut pada September 2015 hingga November, baru ada dua perkara diselesaikan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus). 

Gugatan small claim court pertama kali di Jakarta itu adalah perkara utang piutang senilai Rp 170 juta. "Sampai hari ini baru satu perkara yang kami putus," ujar Humas PN Jakpus Bambang Kustopo di kantornya, Jalan Bungur Raya, Senin (23/11).

Bambang menjelaskan, perkara gugatan sederhana di PN Jakpus sudah diputus Oktober. Perkara tersebut diputus dalam waktu tidak sampai 25 hari, dengan pihak berpekara perusahaan swasta selaku penggugat melawan karyawannya selaku tergugat.

Bambang mengatakan, proses sidang small claim court sama seperti sidang perdata umumnya. Para pihak dipanggil dalam sidang perdana, lantas kedua pihak menyampaikan jawaban hingga ke tahap pembuktian dan pemanggilan saksi. 

Yang berbeda hanya jumlah hakim, dalam small claim court hanya dipimpin hakim tunggal. Selain itu, bila penyelesaian perdata memakan waktu enam bulan sampai satu tahun lebih, dalam small claim court cukup diselesaikan dalam waktu 25 hari.

"Tidak sampai 25 hari kita putus, perkaranya jenis utang-piutang antara perusahaan melawan karyawannya. Dalam perkara ini, penggugat menang melawan tergugat," ujar Bambang.

Belum ada yang menggunakan sarana small claim court lagi karena berkas gugatan belum ada yang memenuhi syarat perma, salah satunya nilai gugatan harus di bawah Rp 200 juta. Apakah gugatan sederhana ini tidak banyak peminat? Atas pertanyaan itu Bambang lebih memilih berkomentar diplomatis.
"Saya enggak bisa bilang apakah laku atau enggak. Saya sebagai hakim hanya berhak menyidangkan suatu perkara dan memutusnya," katanya.

Perma itu menumbangkan hukum kolonial Belanda di bidang keperdataan. Dalam hukum perdata warisan penjajahan Belanda, sengketa perdata tidak dibatasi waktu dan nilai gugatannya. Akibatnya, banyak kasus perdata yang nilainya kecil tetapi proses hukumnya lama dan berbelit. Acapkali butuh waktu bertahun-tahun untuk perkara yang nilainya sederhana. Perma ini merupakan langkah revolusioner di bidang hukum keperdataan. (riv-dn)

Sumber:

http://www.medanbisnisdaily.com/m/news/read/2015/11/24/200348/revolusioner-sengketa-perdata-tidak-sampai-25-hari/

Salam

KANTOR AUDITOR HUKUM
Aslam Hasan &Partners
A.F. Hasan

Email: a.f.hasanlawoffice@gmail.com
HP: 081905057198
PIN BB: 74F84658

Saturday, 28 November 2015

KEBERSAMAAN BAPAK BASUKI KOORAKREDITOR DIVPROPAM POLRI

KEBERSAMAAN DENGAN BAPAK BASUKI KOORAKREDITOR DIVPROPAM POLRI


UPAYA HUKUM KASASI

PROSEDUR UPAYA HUKUM KASASI DALAM PROSES PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

Upaya Hukum Kasasi adalah salah satu upaya hukum biasa yang dapat diminta oleh salah satu pihak atau kedua belah pihak terhadap putusan Pengadilan Hubungan Industrial, pemeriksaan kasasi hanya meliputi seluruh putusan hakim yang mengenai hukumnya.
Alasan-alasan mengajukan kasasi

1. Tidak berwenang atau melampaui batas wewenang;
2. Salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku;
3. Lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan;


Di dalam UU No.2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial kasasi diatur sebagai berikut :

Pasal 110
Putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri mengenai perselisihan hak dan perselisihan pemutusan hubungan kerja mempunyai kekuatan hukum tetap apabila tidak diajukan permohonan kasasi kepada Mahkamah Agung dalam waktu selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja:
a. bagi pihak yang hadir, terhitung sejak putusan dibacakan dalam sidang majelis hakim;
b. bagi pihak yang tidak hadir, terhitung sejak tanggal menerima pemberitahuan putusan.

Pasal 111
Salah satu pihak atau para pihak yang hendak mengajukan permohonan kasasi harus menyampaikan secara tertulis melalui Sub Kepaniteraan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri setempat.

Pasal 112
Sub Kepaniteraan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri dalam waktu selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak tanggal penerimaan permohonan kasasi harus sudah menyampaikan berkas perkara kepada Ketua Mahkamah Agung.

Pasal 113
Majelis Hakim Kasasi terdiri atas satu orang Hakim Agung dan dua orang Hakim Ad-Hoc yang ditugasi memeriksa dan mengadili perkara perselisihan hubungan industrial pada Mahkamah Agung yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung.

Pasal 114
Tata cara permohonan kasasi serta penyelesaian perselisihan hak dan perselisihan pemutusan hubungan kerja oleh Hakim Kasasi dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 115
Penyelesaian perselisihan hak atau perselisihan pemutusan hubungan kerja pada Mahkamah Agung selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal penerimaan permohonan kasasi.

PENDAFTARAN PERKARA KASASI
1. Berkas perkara diserahkan pada Panitera Muda Perdata sebagai petugas pada meja/loket pertama, yang menerima pendaftaran terhadap permohonan Kasasi

2. Permohonan Kasasi dapat diajukan di kepaniteraan Pengadilan Negeri dalam waktu 14 (empat belas) hari kalender terhitung keesokan harinya setelah putusan Pengadilan Tinggi diberitahukan kepada para pihak. Apabila hari ke 14 (empat belas) jatuh pada hari Sabtu, Minggu atau Hari Libur, maka penentuan hari ke 14 (empat belas) jatuh pada hari kerja berikutnya.

3. Permohonan Kasasi yang melampaui tenggang waktu tersebut di atas tidak dapat diterima dan berkas perkaranya tidak dikirimkan ke Mahkamah Agung dengan Penetapan Ketua Pengadilan (Pasal 45 A UU No. 5/2004).

4. Ketua Pengadilan Negeri menetapkan panjar biaya Kasasi yang dituangkan dalam SKUM, yang diperuntukkan:
a. Biaya pencatatan pernyataan Kasasi;
b. Besarnya biaya Kasasi yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung ditambah biaya pengiriman melalui bank ke rekening Mahkamah Agung;
c. Biaya pengiriman berkas perkara ke Mahkamah Agung;
d. Biaya Pemberitahuan (BP):
1) BP pernyataan Kasasi;
2) BP memori Kasasi;
3) BP kontra memori Kasasi;
4) BP untuk memeriksa kelengkapan berkas (inzage) bagi pemohon;
5) BP untuk memeriksa kelengkapan berkas (inzage) bagi termohon;
6) BP amar putusan Kasasi kepada pemohon;
7) BP amar putusan Kasasi kepada termohon.
SKUM (Surat Kuasa Untuk Membayar) dibuat dalam rangkap tiga:
a. lembar pertama untuk pemohon;
b. lembar kedua untuk kasir;
c. lembar ketiga untuk dilampirkan dalam berkas perkara;

5. Menyerahkan SKUM kepada pihak yang bersangkutan agar membayar uang panjar yang tercantum dalam SKUM kepada pemegang kas Pengadilan Negeri.

6. Pemegang kas setelah menerima pembayaran menandatangani dan membubuhkan cap stempel lunas pada SKUM.

7. Pernyataan Kasasi dapat diterima apabila panjar biaya perkara Kasasi yang ditentukan dalam SKUM telah dibayar lunas.

8. Pemegang kas kemudian membukukan uang panjar biaya perkara sebagaimana tercantum dalam SKUM pada buku jurnal keuangan perkara.

9. Apabila panjar biaya Kasasi telah dibayar lunas maka pengadilan pada hari itu juga wajib membuat akta pernyataan Kasasi yang dilampirkan pada berkas perkara dan mencatat permohonan Kasasi tersebut dalam register induk perkara perdata dan register permohonan Kasasi.

10. Permohonan Kasasi dalam waktu 7 (tujuh) hari kalender harus telah disampaikan kepada pihak lawan.

11. Memori Kasasi harus telah diterima di Kepaniteraan Pengadilan Negeri selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kalender terhitung sejak keesokan hari setelah pernyataan Kasasi. Apabila hari ke 14 (empat belas) jatuh pada hari Sabtu, Minggu atau Hari Libur, maka penentuan hari ke 14 (empat belas) jatuh pada hari kerja berikutnya.

12. Panitera wajib memberikan tanda terima atas penerimaan memori Kasasi dan dalam waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kalender salinan memori Kasasi tersebut disampaikan kepada pihak lawan.

13. Kontra memori Kasasi harus telah diterima di Kepaniteraan Pengadilan Negeri selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kalender sesudah disampaikannya memori Kasasi.

14. Sebelum berkas perkara dikirim ke Mahkamah Agung harus diberikan kesempatan kepada kedua belah untuk mempelajari/ memeriksa kelengkapan berkas perkara (inzage) dan dituangkan dalam akta.

15. Dalam waktu 65 (enam puluh lima) hari sejak permohonan Kasasi diajukan, berkas Kasasi berupa bundel A dan B harus sudah dikirim ke Mahkamah Agung.

16. Biaya permohonan Kasasi untuk Mahkamah Agung harus dikirim oleh pemegang kas melalui Bank BRI Cabang Veteran - Jl. Veteran Raya No. 8 Jakarta Pusat; Rekening Nomor 31.46.0370.0 dan bukti pengirimannya dilampirkan dalam berkas perkara yang bersangkutan.

17. Tanggal penerimaan memori dan kontra memori Kasasi harus dicatat dalam buku register induk perkara perdata dan register permohonan Kasasi.

18. Fotocopy relaas pemberitahuan putusan Mahkamah Agung wajib dikirim ke Mahkamah Agung.

19. Pencabutan permohonan Kasasi diajukan kepada Ketua Mahkamah Agung melalui Ketua Pengadilan Negeri yang ditandatangani oleh pemohon Kasasi. Apabila pencabutan permohonan Kasasi diajukan oleh kuasanya maka harus diketahui oleh principal.

20. Pencabutan permohonan Kasasi harus segera dikirim oleh Panitera ke Mahkamah Agung disertai akta pencabutan permohonan Kasasi yang ditandatangani oleh Panitera.

Sumber: 

https://m.facebook.com/permalink.php?id=337468389674464&story_fbid=430183400402962

Undang-Undang No 2 Tahun 2004

Salam

KANTOR AUDITOR HUKUM
Aslam Hasan &Partners
A.F. Hasan

Email: a.f.hasanlawoffice@gmail.com
HP: 081905057198
PIN BB: 74F84658