Saturday, 1 February 2025

Aturan Hukum Mengenai Hibah Tanah

Aturan Hukum mengenai Hibah Atas Tanah : Bagian 1

Dasar Hukum

  1. Pasal 26 UU No 5 Tahun 1960
  2. Pasal 37 Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997
  3. Pasal 112 Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997
  4.  Pasal 1666-1693 KUH Perdata

Dengan merujuk kepada ketentuan dalam Pasal 26 UU No 5 Tahun 1960, Hibah merupakan salah satu alas hak untuk memindahkan kepemilikan hak milik. Lebih lanjut pengaturannya sebagaimana dimuat dalam Pasal 37 Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 jo pasal Pasal 112 Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997.

Pasal 37 Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997: Peralihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun melalui jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hak melalui lelang hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 112 Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 sbb:

Dalam hal pewarisan disertai dengan hibah wasiat, maka: 

a. jika hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang dihibahkan sudah tertentu, maka pendaftaran peralihan haknya dilakukan atas permohonan penerima hibah dengan melampirkan:

1) sertipikat hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun atas nama pewaris, atau apabila hak atas tanah yang dihibahkan belum terdaftar, bukti pemilikan tanah atas nama pemberi hibah sebagaimana dimaksud Pasal 24 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997;

2) surat kematian pemberi hibah wasiat dari Kepala Desa/Lurah tempat tinggal pemberi hibah wasiat tersebut waktu meninggal dunia, rumah sakit, petugas kesehatan, atau intansi lain yang berwenang;

3) a) Putusan Pengadilan atau Penetapan Hakim/Ketua Pengadilan mengenai pembagian harta waris yang memuat penunjukan hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang bersangkutan sebagai telah dihibah wasiatkan kepada pemohon, atau

b) Akta PPAT mengenai hibah yang dilakukan oleh Pelaksana Wasiat atas nama pemberi hibah wasiat sebagai pelaksanaan dari wasiat yang dikuasakan pelaksanaannya kepada Pelaksana Wasiat tersebut,

atau

c) akta pembagian waris sebagaimana dimaksud dalam Pasal 111 ayat (2) yang memuat penunjukan hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang bersangkutan sebagai telah dihibah wasiatkan kepada pemohon,

4) surat kuasa tertulis dari penerima hibah apabila yang mengajukan permohonan pendaftaran peralihan hak bukan penerima hibah;

5) bukti identitas penerima hibah;

6) bukti pelunasan pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan  sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 1997, dalam hal bea tersebut terutang;

7) bukti pelunasan pembayaran PPh sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 dan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1996, dalam hal pajak tersebut terutang.

b.  jika hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang dihibahkan belum tertentu, maka pendaftaran peralihan haknya dilakukan kepada para ahli waris dan penerima hibah wasiat sebagai harta bersama

 

Selanjutnya dengan merujuk kepada ketentuan dalam KUHP Perdata pasal 1666-1693 KUH Perdata seperangkat aturan mengenai Hibah dan tatacaranya juga diatur secara rinci.Beraap pasal yang menjadi sorotan bersama.

Pasal 1666 KUH Perdata:

Penghibahan adalah suatu persetujuan dengan mana seorang penghibah menyerahkan suatu barang secara cuma-cuma, tanpa dapat menariknya kembali, untuk kepentingan seseorang yang menerima penyerahan barang itu. Undang-undang hanya mengakui penghibahan- penghibahan antara orang-orang yang masih hidup

Penjelasan:

Pasal 1666 KUH Perdata menjelaskan tentang penghibahan sebagai berikut:

1.Definisi Penghibahan: Penghibahan merupakn perjanjian di mana seorang penghibah menyerahkan barang kepada penerima hibah secara cuma-cuma, tanpa mengharapkan imbalan atau pembayaran.

2. Tanpa Dapat Menarik Kembali: bahwa penghibah tidak dapat menarik kembali barang yang telah dihibahkan setelah penyerahan dilakukan.

3. Kepentingan Penerima: Penghibahan dilakukan untuk kepentingan penerima hibah

4. Penghibahan Antara Orang Hidup: Pasal ini juga menegaskan bahwa undang-undang hanya mengakui penghibahan yang dilakukan antara orang-orang yang masih hidup.

Secara keseluruhan, Pasal 1666 KUH Perdata memberikan kerangka hukum mengenai definisi penghibahan, menekankan sifat sukarela, ketidakmampuan untuk menarik kembali, dan batasan bahwa penghibahan hanya berlaku antara orang yang masih hidup.

Salam

Tim AHP Advokat


Monday, 21 October 2024

Hubungan antara Pengendali Data Pribadi dan Prosesor Data Pribadi

Hubungan antara Pengendali Data Pribadi dan Prosesor Data Pribadi

Dalam perkembangan era digital yang pesat saat ini, pengelolaan data pribadi menjadi semakin penting. Dua pihak yang memiliki peran signifikan dalam ekosistem ini adalah Pengendali Data Pribadi dan Prosesor Data Pribadi. Keduanya memiliki tanggung jawab dan fungsi yang berbeda, namun saling terkait.

Pengendali Data Pribadi

Pengendali Data Pribadi merupakan individu, organisasi, dan atau badan publik yang memiliki wewenang, kekuasaan untuk menentukan apa dan bagaimana serta tujuan dan cara pemrosesan data pribadi. Mereka bertanggung jawab atas pengumpulan, penyimpanan, dan penggunaan data tersebut. Contohnya termasuk perusahaan, lembaga pemerintah, dan organisasi non-profit. Tanggung jawab utama Pengendali Data mencakup:

-Menentukan maksud dan tujuan penggunaan data pribadi.

-Memastikan kepatuhan terhadap regulasi perlindungan data.

- Melindungi hak-hak subjek data.

Prosesor Data Pribadi

Sementara itu, Prosesor Data Pribadi merupakan pihak yang melakukan pemrosesan data pribadi atas nama Pengendali Data. Mereka tidak memiliki kewenangan dan hak menentukan tujuan pemrosesan dan hanya bertindak sesuai instruksi/ arahan yang diberikan. Contoh prosesor data termasuk penyedia layanan cloud, perusahaan IT, atau kontraktor yang mengelola data. Tanggung jawab Prosesor Data meliputi:

-Memproses data sesuai dengan arahan Pengendali Data.

-Menjaga keamanan dan kerahasiaan data.

-Mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam perjanjian dengan Pengendali Data.

Kesimpulan

Pengendali Data Pribadi dan Prosesor Data Pribadi memiliki peran yang signifikan dalam pengelolaan data pribadi. Sementara Pengendali Data bertanggung jawab atas tujuan dan kebijakan penggunaan data, Prosesor Data memastikan bahwa pemrosesan dilakukan secara aman dan sesuai arahan. Sinergi yang baik antara keduanya sangat penting guna melindungi data pribadi dan memenuhi regulasi yang berlaku. Melalui pemahaman yang jelas mengenai peran masing-masing, organisasi dapat lebih efektif dalam mengelola data pribadi dan melindungi hak-hak individu.

Salam

AHP Advokat

Wednesday, 16 October 2024

Transaksi Gadai dan Aspek Hukum Penggelapan: Memahami Pasal 372 KUHP

Transaksi Gadai dan Aspek Hukum Penggelapan: Memahami Pasal 372 KUHP

Transaksi gadai merupakan praktik transaksi keuangan yang sudah sangat umum dimasyarakat dalam memperoleh pinjaman, di mana peminjam menyerahkan barang berharga sebagai jaminan. Namun, situasi dapat menjadi komplek ketika barang yang digadaikan bukan milik peminjam. Dalam konteks ini, Pasal 372 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) mengatur tentang penggelapan, yang dapat melibatkan tindakan melawan hukum ini.

Contoh Kasus

Misalkan seseorang menggadaikan kendaraan milik temannya tanpa izin. Dalam hal ini, tindakan menggadai kendaraan tersebut melawan hak hukum orang lain dan melanggar kewajiban hukumnya sendiri, karena peminjam tidak memiliki wewenang atas barang tersebut. Jika transaksi ini diketahui oleh pemiliknya dan ia tidak menyetujui, pemilik berhak mengambil langkah hukum.

Kesimpulan

Transaksi gadai bisa menjadi solusi finansial, tetapi perlu dilakukan dengan penuh kehati-hatian untuk menghindari permasalahan hukum. Pasal 372 KUHP memberikan perlindungan bagi pemilik barang dari tindakan penggelapan, dan memahami aspek hukum ini penting untuk melindungi hak-hak individu. Pemilik yang merasa dirugikan karena barangnya digadaikan secara tanpa hak sebaiknya mengambil langkah hukum yang tepat untuk mendapatkan kembali haknya.

salam

AHP Advokat

Tuesday, 8 October 2024

Jerat Hukum Masuk Rumah Orang Tanpa Izin

Jerat Hukum Masuk Rumah Orang Tanpa Izin

Ilustrasi

Seorang wanita berinisial CD merasa cemburu setelah mengetahui bahwa suaminya, AADC, sering berkunjung ke rumah teman wanita mereka berinisal AE. Dalam keadaan marah, CD memutuskan untuk pergi ke rumah AE tanpa izin.

CD memanjat pagar dan membuka pintu rumah AE dengan paksa, meskipun AE sudah meminta CD untuk pergi. CD mulai berteriak dan menuduh AE berpacaran dengan suaminya, sementara AE berusaha menenangkan CD dan meminta agar ia pergi. CD tetap berada di rumah AE dan tidak mau meninggalkan tempat itu hingga tetangga yang mendengar keributan melaporkan kejadian tersebut ke polisi.

Polisi kemudian datang dan menangkap CD dan terancam atas tuduhan melanggar Pasal 167 ayat (1) KUHP, karena telah memaksa masuk secara paksa ke rumah orang lain tanpa izin dan tidak mematuhi permintaan untuk pergi.

Salam

AHP Advokat

Monday, 7 October 2024

Pengalihan Obyek Jaminan Fidusia Tanpa Persetujuan Kreditor

Kasus: Pengalihan Obyek Jaminan Fidusia Tanpa Persetujuan Kreditor

Sebuah perusahaan, PT WXYZ, telah mengajukan pinjaman dengan jaminan fidusia untuk  dari bank ABCDEF. Sebagai jaminan fidusia yang diberikan, perusahaan WXYZ tersebut menyerahkan sejumlah mesin produksi yang bernilai tinggi dan masih produktif. Sesuai perjanjian fidusia, PT WXYZ tidak diperbolehkan untuk mengalihkan, menggadaikan, atau menyewakan mesin tersebut tanpa persetujuan tertulis dari bank sebagai penerima fidusia.

Seiring berjalannya waktu, manajer operasional PT WXYZ, sebut saja Rinaa, tanpa sepengetahuan dan persetujuan pihak bank, memutuskan untuk menyewakan salah satu mesin kepada perusahaan lain untuk mendapatkan cashflow tambahan. Rinaa berpikir bahwa langkah ini tidak akan ketahuan dan akan membantu kondisi keuangan perusahaan dalam jangka pendek.

Konsekuensi Hukum:

Ketika bank mengetahui bahwa mesin yang dijaminkan telah disewakan tanpa persetujuan bank, mereka merasa dirugikan dan melaporkan PT WXYZ ke pihak berwajib. Berdasarkan Pasal 36 UU Jaminan Fidusia, PT WXYZ dapat dikenakan pidana karena telah menyewakan objek jaminan fidusia tanpa persetujuan tertulis dari penerima fidusia.

Salam 

AHP Advokat

Pemalsuan Dokumen Jaminan Fidusia

Kasus: Pemalsuan Dokumen Jaminan Fidusia

Sebuah perusahaan, PT ABCDEF, bermaksud mendapatkan pinjaman dari Bank XYZ. Untuk memenuhi salah satu syarat pinjaman, perusahaan ABCDEF tersebut harus menyerahkan jaminan fidusia berupa kendaraan bermotor. Namun, Direktur Keuangan PT ABCDEF, sebut saja Budii, tahu dan sadar bahwa kendaraan yang ingin dijaminkan sudah memiliki beberapa utang / sudah dijaminkan di kreditor lain dan terkena sengketa hukum yang belum diselesaikan.

Untuk melancarkan proses pinjaman dari Bank XYZ, Budii memalsukan dokumen kepemilikan kendaraan dan membuat pernyataan yang menyesatkan,  bahwa semua kendaraan yang dijadikan obyek jaminan fidusia atas fasilitas dari Bank XYZ adalah bebas dari sengketa hukum, tidak dijaminkan ke pihak kreditor manapun. Dengan dokumen palsu dan pernyataan menyesatkan tersebut, Budii berhasil meyakinkan bank dan PT ABCDEF mendapatkan pinjaman yang diinginkan.

Konsekuensi Hukum:

Ketika bank menemukan bahwa dokumen yang diserahkan adalah palsu dan kendaraan tersebut ternyata tidak layak untuk dijadikan obyek jaminan fidusia, pihak bank melaporkan PT ABCDEF ke pihak berwajib. PT ABCDEF dapat diancam dikenakan pidana karena telah dengan sengaja memberikan keterangan yang menyesatkan, pemalsuan dokumen untuk mengikatkan diri dalam perjanjian jaminan fidusia.

Kesimpulan:

Kasus ini menggambarkan bagaimana tindakan pemalsuan atau penyesatan keterangan yang relevan dalam perjanjian fidusia dapat berakibat pada pelanggaran hukum dan membawa konsekuensi pidana sesuai dengan ketentuan yang ada.

Salam

AHP Advokat


Produksi Makanan Olahan yang Tidak Sesuai Standar

Kasus: Produksi Makanan Olahan yang Tidak Sesuai Standar

Deskripsi Kasus

Sebuah perusahaan makanan, XYZ Food memproduksi, memasarkan dan menjual snack kemasan yang mengklaim mengandung bahan alami dan tanpa pengawet. Namun, setelah adanya laporan dari masyarakat dan dilakukan pemeriksaan oleh pihak berwenang, ditemukan beberapa pelanggaran sebagai berikut:

1. Standar dan Ketentuan

Snack tersebut mengandung bahan pengawet yang tidak dinyatakan dalam label, sehingga melanggar ketentuan tentang keamanan pangan.

2. Kesesuaian Label

Berat bersih yang tercantum dalam kemasan adalah 300 gram, namun hasil pengukuran menunjukkan bahwa isi sebenarnya hanya 150 gram atau setengahnya, Ini merupakan pelanggaran terhadap ketentuan mengenai berat bersih.

3. Kondisi dan Jaminan

Perusahaan mengklaim bahwa snack tersebut "100% alami" di iklan dan di setiap channel pemasarannya, tetapi hasil lab menunjukkan adanya bahan sintetis yang tidak dicantumkan. Ini melanggar ketentuan terkait jaminan yang dinyatakan dalam label.

4. Tanggal Kadaluwarsa

Produk tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa, Menyulitkan konsumen dan berujung pada ketidaktahuan batas waktu aman untuk mengonsumsi produk tersebut.

Tindakan Hukum

Setelah melakukan serangkaian penyelidikan dan dilakukan gelar perkara, pihak berwenang memutuskan untuk membawa XYZ Food ke tahap penyidikan dan dihadapkan pada ancaman pidana:

-Pidana Penjara: Beberapa eksekutif perusahaan dapat dijatuhi hukuman penjara hingga 5 tahun.

-Pidana Denda: Perusahaan dikenakan denda sebesar Rp 2.000.000.000,00 sebagai sanksi atas pelanggaran yang dilakukan.

salam

AHP Advokat