Sunday, 5 February 2017

Mantan Menkes Siti Fadilah Jalani Sidang Perdana Hari Ini 6 Februari 2016

Mantan Menkes Siti Fadilah Jalani Sidang Perdana Hari Ini 6 Februari 2017

Liputan6.com, Jakarta Mantan Menteri Kesehatan (Menkes) Siti Fadilah Supari akan menjalani sidang perdana hari ini. Jaksa akan membacakan dakwaannya pada sidang tersebut.

 "Iya, rencananya hari ini sidang perdana Siti Fadilah," ujar Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah, ketika dihubungi Liputan6.com, Jakarta, Senin (6/2/2017).

Sidang Siti Fadilah itu terkait dengan dua perkara pengadaan alat kesehatan.

Sebelumnya, Siti dijerat KPK karena diduga terlibat dalam dua perkara. Yang pertama yaitu kasus dugaan korupsi pengadaan alkes untuk kebutuhan antisipasi kejadian luar biasa masalah kesehatan akibat bencana di Pusat Masalah Kesehatan Depkes tahun 2005.

Kedua proyek pengadaan alat kesehatan (alkes) untuk kebutuhan pusat penanggulangan krisis Departemen Kesehatan dari dana Daftar Isian Pelaksana Anggaran (DIPA) Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2007.

Oleh KPK, Siti Fadilah Supari dijerat dengan Pasal 12 huruf b atau Pasal 5 ayat 2 jo Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasai 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).


 
Tanggapan:

Kasus yang dihadapi oleh Siti Fadilah dimana oleh KPK dijerat dengan pasal Pasal 12 huruf b atau Pasal 5 ayat 2 jo Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) berlangsung pada Tanggal 6 dengan agenda berupa pembacaan surat dakwaan oleh JPU.

 

Pasal 12 huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001:

‘’pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya’’

 

Unsur-unsur dalam pasal diatas:

-        Pegawai negeri yang menerima hadiah atau

-        penyelenggara negara yang menerima hadiah

-        padahal diketahui bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat karena telah melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya

-        patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan disebabkan tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya

 

Pasal 5 ayat 2 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001

‘’Bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau huruf b, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)’’

 

Unsur-unsur dalam pasal diatas:

Penekanannya pada subyek hukumnya yakni: Bagi pegawai negeri yang menerima pemberian atau janji atau penyelenggara negara yang menerima pemberian atau janji

 

 

Pasal 5 ayat 1 huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001

“Pasal 5

 

(1) Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) setiap orang yang:

 

b. memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya.

 

Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999  sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001

 

‘’Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya’’

 

Inti dari beberapa ketentuan pasal diatas adalah mengenai larangan bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima pemberian atau janji yang bertentangan dengan kewajiban hukumnya terkait jabatan yang diembannya


Salam

Aslam Hasan
 

Tuesday, 3 January 2017

REORGANISASI ASLAM HASAN & PARTNERS LAW OFFICE

REORGANISASI ASLAM HASAN & PARTNERS LAW OFFICE

Bersama dengan postingan ini, kami sampaikan bahwa saat ini Aslam Hasan & Partners  sedang melakukan reorganisasi kantor hukum sehingga penanganan layanan jasa hukum yang diberikan dan kegiatan administratif  akan ditangani sepenuhnya oleh partner-partner yang bernaung di Aslam Hasan & Partners Law Office

Demikian pemberitahuan ini kami sampaikan

Salam

Aslam Hasan

Sunday, 6 November 2016

BMPK BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT


PERATURAN BANK INDONESIA
NOMOR: 11/13/PBI/2009

TENTANG BATAS MAKSIMUM PEMBERIAN KREDIT BANK PERKREDITAN RAKYAT

 
Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 17 April 2009. GUBERNUR BANK INDONESIA
BOEDIONO

 
Diundangkan di Jakarta Pada tanggal 17 April 2009. MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA ANDI MATTALATTA

 

Dalam bisnis perbankan, perkreditan memiliki porsi terbesar dari aktivitas/ kegiatan usaha yang dilakukan. Bank yang mengelola dana masyarakat dalam bentuk Tabungan, Giro dan Deposito untuk kemudian disalurkan kembali dalam bentuk pemberian kredit perlu dilaksanakan dengan hati-hati.

 
Peraturan Bank Indonesia No. 11/13/PBI/2009 merupakan salah satu bentuk pengaturan di bidang perbankan dalam menjalankan prinsip kehati-hatian bagi Bank Perkreditan Rakyat mengenai Batas Maksimum Pemberian Kredit

 
Didalam PBI ini mengatur hal-hal pokok sebagai berikut:

 
DEFINISI

Bank adalah Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 dan Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah

   
Bank Perkreditan Rakyat, yang selanjutnya disebut BPR, adalah Bank Perkreditan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional
 
Batas Maksimum Pemberian Kredit yang selanjutnya disebut dengan BMPK adalah persentase maksimum realisasi penyediaan dana yang diperkenankan terhadap modal BPR.

 
Pelanggaran BMPK adalah selisih lebih antara persentase Penyediaan Dana pada saat direalisasikan terhadap Modal BPR dengan BMPK yang diperkenankan.
 
Pelampauan BMPK adalah selisih lebih antara persentase Penyediaan Dana yang telah direalisasikan terhadap Modal BPR pada saat tanggal laporan dengan BMPK yang diperkenankan dan tidak termasuk Pelanggaran BMPK

 
KEWAJIBAN BAGI BPR

BPR wajib memperhatikan prinsip kehati-hatian dalam penyediaan dananya
 
BPR wajib  menjaga perjanjian kredit terhadap debitur untuk tidak mengakibatkan terjadinya pelanggaran BMPK
 
BPR wajib menjaga kegiatan penempatan dana agar tidak mengakibatkan Pelanggaran BMPK

 
PROSENTASE PENYEDIAAN DANA

 
Bagi Pihak Terkait

Penyediaan Dana kepada seluruh Pihak Terkait ditetapkan paling tinggi 10% (sepuluh persen) dari Modal BPR.

 

BMPK Kepada Pihak Tidak Terkait

Penyediaan Dana dalam bentuk Penempatan Dana Antar Bank kepada BPR lain yang merupakan Pihak Tidak Terkait ditetapkan paling tinggi 20% (dua puluh persen) dari Modal BPR.
 
Penyediaan Dana dalam bentuk Kredit kepada 1 (satu) Peminjam Pihak Tidak Terkait ditetapkan paling tinggi 20% (dua puluh persen) dari Modal BPR.
 
Penyediaan Dana dalam bentuk Kredit kepada 1 (satu) kelompok Peminjam Pihak Tidak Terkait ditetapkan paling tinggi 30% (tiga puluh persen) dari Modal BPR.

 

Penyelesaian Pelanggaran/ Pelampauan BMPK

Kewajiban untuk menyusun dan menyampaikan rencana tindak (action plan) untuk penyelesaian Pelanggaran BMPK dan/atau Pelampauan BMPK.

 
Pengecualian

Penempatan Dana Antar Bank pada Bank Umum, termasuk Bank Umum yang memenuhi kriteria Pihak Terkait
 
Bagian Penyediaan Dana yang dijamin oleh:1) Agunan dalam bentuk agunan tunai berupa deposito atau tabungan di BPR; 2) Emas dan/atau logam mulia; dan/atau 3) Sertifikat Bank Indonesia,
 
Bagian Penyediaan Dana yang dijamin oleh Pemerintah Indonesia secara langsung maupun melalui Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)
 
Penyediaan dana BPR berupa Kredit dengan pola kemitraan inti-plasma atau pola Pengembangan Hubungan Bank dan Kelompok Swadaya Masyarakat (PHBK)

 

Sanksi
Sanksi penilaian tingkat kesehatan BPR
Denda
Sanksi administratif

 
Pelayanan jasa dari Aslam Hasan & Partners Law Office dengan profesionalitas penanganan yang terbaik dan tuntas. Kami berupaya maksimal memberikan layanan sebagai berikut:
  1. Legal Due Diligence / Legal Audit dan memberikan Legal Opini untuk setiap transaksi yang akan, sedang maupun telah dilakukan oleh Klien dibidang perkreditan, merger dan akuisisi, penanaman modal
  2. Menjadi Penasehat Hukum bagi perorangan maupun perusahaan atau lembaga lain.
  3. Kegiatan Advokat (mendampingi Klien di Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan maupun di luar Pengadilan).
  4. Membantu membuat, menyusun dan menyiapkan Draft Perjanjian, Surat Kuasa, Memory of Understanding (MoU)
  5. Menyiapkan segala upaya penyelesaian hukum baik litigasi maupun non-litigasi.
  6. Menyelesaikan perselisihan/sengketa dibidang Pidana, Perdata, Tata Usaha Negara, Ketenagakerjaan, Perpajakan dan Kepailitan
  7. Membantu pengurusan perijinan-perijinan yang berhubungan dengan perusahaan dan lain-lain.
  8. Membantu membuat permohonan kredit bank, Kelayakan Usaha, penanganan dan penyelesaian kredit bermasalah, peningkatan jaminan serta eksekusi jaminan.
  9. Khusus dibidang ketenagakerjaan kami menangani penyelesaian perselisihan perburuhan, pembuatan peraturan perusahaan (PP), membuat Kesepakatan Kerja Bersama (KKB), termasuk mendampingi dalam berbagai negosiasi.

Salam

Aslam Fetra Hasan S.H.,C.L.A
HP: 081905057198
Email: a.f.hasanlawoffice@gmail.com
Blog: hukumacara1.blogspot.co.id

Sunday, 30 October 2016

PERIHAL EKSEKUSI OBYEK JAMINAN KREDIT

ATURAN EKSEKUSI OBYEK JAMINAN KREDIT
 
Kreditur selaku pemegang jaminan kebendaan didalam perjanjian pemberian kredit kepada Debitur memiliki hak untuk mengeksekusi obyek jaminan kredit. Kewenangan kreditur  untuk mengeksekusi jaminan diatur didalam peraturan perundang-undangan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata  (“KUHPer”) dan beberapa peraturan perundang-undangan lainnya sebagai berikut ini:

1.   Pasal 1155 KUHPer: Eksekusi terhadap obyek jaminan yang dibebani dengan Gadai

2.    Pasal 15 jo. Pasal 29 Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia: Eksekusi terhadap obytek jaminan yang dibebani dengan Fidusia

3.     Pasal 6 jo. Pasal 20 Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah:  Eksekusi terhadap obyek jaminan yang dibebani dengan Hak Tanggungan



Salam

Aslam Fetra Hasan S.H.,C.L.A
HP: 081905057198
Email: a.f.hasanlawoffice@gmail.com
Blog: hukumacara1.blogspot.co.id

Tuesday, 30 August 2016

MEDIASI PERBANKAN

Dalam hubungan antara Nasabah dengan pihak Bank tidak selamanya dapat berjalan selaras dan serasi, ada kalanya muncul permasalahan/ ketidaksepahaman atas kesepakatan yang terjalin baik didalam hubungan pemberian kredit ataupun penghimpunan dana

Adapun setiap permasalahan/kesetidakpahaman yang terjadi seyogyanya perlu untuk segera ditindaklanjuti upaya penyelesaiannya secara kekeluargaan, Adapun langkah yang dapat ditempuh yakni sebagai berikut:


Setiap permasalahan perlu untuk diselesaikan secara tuntas secara kekeluargaaan


 
Salam

Aslam Fetra Hasan S.H.,C.L.A
HP: 081905057198
Email: a.f.hasanlawoffice@gmail.com
Blog: hukumacara1.blogspot.co.id

sumber gambar:
http://www.bi.go.id/id/iek/mediasi-perbankan/tata-cara/Contents/Default.aspx

Friday, 29 July 2016

MEMAHAMI PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR: 1/POJK.07/2013 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN SEKTOR JASA KEUANGAN

POJK No 1/POJK.07/2013
 
 
POJK No 1/POJK.07/2013 Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 26 Juli 2013 terdiri dari 8 Bab dan  57 pasal, Diundangkan di Jakarta  pada tanggal 6 Agustus 2013

Ketentuan-ketentuan yang termuat dalam POJK ini sebagian besar memuat mengenai kewajiban dari pelaku usaha, diantaranya sebagai berikut:

-        Pelaku Usaha Jasa Keuangan adalah Bank Umum, Bank Perkreditan Rakyat, Perusahaan Efek, Penasihat Investasi, Bank Kustodian, Dana Pensiun, Perusahaan Asuransi, Perusahaan Reasuransi, Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Gadai, dan Perusahaan Penjaminan, baik yang melaksanakan kegiatan usahanya secara konvensional maupun secara syariah.

-        Konsumen adalah pihak-pihak yang menempatkan dananya dan/atau memanfaatkan pelayanan yang tersedia di Lembaga  Jasa Keuangan antara lain nasabah pada Perbankan, pemodal di Pasar Modal, pemegang polis pada perasuransian, dan peserta pada Dana Pensiun, berdasarkan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.

-        Pelaku Usaha Jasa Keuangan berhak untuk memastikan adanya itikad baik Konsumen dan mendapatkan informasi dan/atau dokumen mengenai Konsumen yang akurat, jujur, jelas, dan tidak menyesatkan.

-        Pelaku Usaha Jasa Keuangan wajib menyediakan dan/atau menyampaikan informasi mengenai produk dan/atau layanan yang akurat, jujur, jelas, dan tidak menyesatkan

-        Pelaku Usaha Jasa Keuangan wajib menggunakan istilah, frasa, dan/atau kalimat yang sederhana dalam Bahasa Indonesia yang mudah dimengerti oleh Konsumen

-        Pelaku Usaha Jasa Keuangan wajib menyusun dan menyediakan ringkasan informasi produk dan/atau layanan

-        Pelaku Usaha Jasa Keuangan wajib memberikan pemahaman kepada Konsumen mengenai hak dan kewajiban Konsumen.

-        Pelaku Usaha Jasa Keuangan wajib memberikan informasi mengenai biaya yang harus ditanggung Konsumen untuk setiap produk dan/atau layanan yang disediakan oleh Pelaku Usaha Jasa Keuangan

-        Pelaku Usaha Jasa Keuangan dilarang memberikan fasilitas secara otomatis yang mengakibatkan tambahan biaya tanpa persetujuan tertulis dari Konsumen.

-        Sebelum Konsumen menandatangani dokumen dan/atau perjanjian produk dan/atau layanan, Pelaku Usaha Jasa Keuangan wajib menyampaikan dokumen yang berisi syarat dan ketentuan produk dan/atau layanan kepada Konsumen.

-        Pelaku Usaha Jasa Keuangan wajib menginformasikan kepada Konsumen setiap perubahan manfaat, biaya, risiko, syarat, dan ketentuan yang tercantum dalam dokumen dan/atau perjanjian mengenai produk dan/atau layanan Pelaku Usaha Jasa Keuangan

-        Pelaku Usaha Jasa Keuangan wajib menyusun pedoman penetapan biaya atau harga produk dan/atau layanan jasa keuangan

-        Pelaku Usaha Jasa Keuangan wajib menyelenggarakan edukasi dalam rangka meningkatkan literasi keuangan kepada Konsumen dan/atau masyarakat.

-        Pelaku Usaha Jasa Keuangan wajib memberikan akses yang setara kepada setiap Konsumen sesuai klasifikasi Konsumen atas produk dan/atau layanan Pelaku Usaha Jasa Keuangan.

-        Pelaku Usaha Jasa Keuangan wajib memperhatikan kesesuaian antara kebutuhan dan kemampuan Konsumen dengan produk dan/atau layanan ditawarkan kepada Konsumen

-        Pelaku Usaha Jasa Keuangan dilarang menggunakan strategi pemasaran produk dan/atau layanan yang merugikan Konsumen dengan memanfaatkan kondisi Konsumen yang tidak memiliki pilihan lain dalam mengambil keputusan

-        Pelaku Usaha Jasa Keuangan dilarang melakukan penawaran produk dan/atau layanan kepada Konsumen dan/atau masyarakat melalui sarana komunikasi pribadi tanpa persetujuan Konsumen.

-        Pelaku Usaha Jasa Keuangan wajib memenuhi keseimbangan, keadilan, dan kewajaran dalam pembuatan perjanjian dengan Konsumen.

-        Dalam hal Pelaku Usaha Jasa Keuangan menggunakan perjanjian baku, perjanjian baku tersebut wajib disusun sesuai dengan peraturan perundang undangan.

-        Pelaku Usaha Jasa Keuangan, agen penjual, dan pengurus/pegawai dari Pelaku Usaha Jasa Keuangan wajib menghindari benturan kepentingan antara Pelaku Usaha Jasa Keuangan dengan Konsumen

-        Pelaku Usaha Jasa Keuangan wajib menyediakan layanan khusus kepada Konsumen dengan kebutuhan khusus.

-        Pelaku Usaha Jasa Keuangan wajib menjaga keamanan simpanan, dana, atau aset Konsumen yang berada dalam tanggung jawab Pelaku Usaha Jasa Keuangan.

-        Pelaku Usaha Jasa Keuangan wajib memberikan tanda bukti kepemilikan produk dan/atau pemanfaatan layanan kepada Konsumen tepat pada waktunya sesuai dengan perjanjian dengan Konsumen.

-        Pelaku Usaha Jasa Keuangan wajib memberikan laporan kepada Konsumen tentang posisi saldo dan mutasi simpanan, dana, aset, atau kewajiban Konsumen secara akurat, tepat waktu, dan dengan cara atau sarana sesuai dengan perjanjian dengan Konsumen.

-       Beberapa kewajiban dari pelaku usaha yang tercantum didalam pasal 28,29,30,31,32,33,34,35,36,38

-        Dalam hal tidak mencapai kesepakatan penyelesaian pengaduan, Konsumen dapat melakukan penyelesaian sengketa di luar pengadilan atau melalui pengadilan

-        Konsumen dapat menyampaikan pengaduan yang berindikasi sengketa dan pelanggaran ketentuan peraturan peundang-undangan di sektor keuangan  antara Pelaku Usaha Jasa Keuangan dengan Konsumen kepada Otoritas Jasa Keuangan

-        Pelaku Usaha Jasa Keuangan dan/atau pihak yang melanggar ketentuan dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini dikenakan sanksi administratif, antara lain berupa: Peringatan tertulis; Denda yaitu kewajiban untuk membayar sejumlah uang tertentu; Pembatasan kegiatan usaha; Pembekuan kegiatan usaha; dan Pencabutan izin kegiatan usaha

Sumber:
POJK No 1/POJK.07/2013

Salam

Aslam Hasan S.H., C.L.A
 

Monday, 6 June 2016

ATURAN PERIZINAN PENJAMIN EMISI EFEK DAN PERANTARA PEDAGANG EFEK

PERIJINAN PPE DAN BROKERAGE
 
Pada pertengahan tahun 2016 ini OJK kembali mengeluarkan aturan dibidang pasar modal perihal perizinan penjamin emisi efek dan perantara pedagang efek
 
Penjamin Emisi efek adalah  Perusahaan Efek yang mendapatkan izin bergerak dibidang Penjaminan Emisi (Penerbitan/Penjualan Efek).
 
Perusahaan Efek yang memiliki izin usaha sebagai Penjamin Emisi Efek dapat menjalankan kegiatan penjaminan emisi Efek dan kegiatan lain yang berkaitan dengan aksi korporasi, yaitu pemberian nasihat dalam rangka penerbitan Efek, penggabungan, peleburan, pengambilalihan, dan atau restrukturisasi, serta kegiatan lain sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bapepam dan LK
(Keputusan Badan Pengawas Pasar Modal  dan Lembaga Keuangan Nomor KEP 334/BL/2007 ketentuan umum huruf D)
 
Perantara Pedagang Efek adalah:  Pihak yang melakukan kegiatan usaha jual beli efek untuk kepentingan sendiri atau pihak lain
 
Perusahaan Efek yang memiliki izin usaha sebagai Perantara Pedagang Efek dapat menjalankan kegiatan jual beli Efek untuk kepentingan sendiri atau Pihak lain serta kegiatan lain sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bapepam dan LK (Keputusan Badan Pengawas Pasar Modal  dan Lembaga Keuangan Nomor KEP 334/BL/2007 ketentuan umum huruf E)
 
Adapun aturan baru mengenai perijinan bagi Penjamin Emisi Efek dan Perantara Pedagang Efek dalam siaran pers OJK sebagai berikut:
 
Aturan -aturan pokok mengenai Pengaturan dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan  Nomor 20/POJK.04/2016 adalah sebagai berikut:
 
a. Persyaratan dan tata cara pengajuan izin sebagai Perusahaan Efek yang melakukan kegiatan usaha sebagai PEE dan/atau PPE.
b. Persyaratan dan tata cara pengajuan permohonan persetujuan untuk dapat melakukan kegiatan lain.
c. Pencabutan izin usaha dan pembatalan persetujuan kegiatan lain.
d. Kepemilikan dan pengendalian.
e. Persyaratan dan kelengkapan dokumen bagi calon pemegang saham, calon Pemegang Saham Pengendali, calon anggota Direksi, dan calon anggota Dewan Komisaris dalam rangka penilaian kemampuan dan kepatutan.
f. Kewajiban lanjutan bagi PEE dan/atau PPE.
g. Hal-hal yang bersifat khusus antara lain:
  1. pendidikan berkelanjutan bagi anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris;
  2. larangan bertindak sebagai pemegang saham, Pemegang Saham Pengendali, anggota Direksi, dan anggota Dewan Komisaris sebelum dinyatakan lulus dalam penilaian kemampuan dan kepatutan oleh OJK;
  3. perlindungan bagi anggota Direksi dan/atau pegawai fungsi kepatuhan yang melaporkan adanya pelanggaran yang dilakukan oleh Perusahaan Efek;
  4. persyaratan identitas termasuk pencantuman kata "Sekuritas" pada nama Perusahaan Efek;
Dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini, PEE dan/atau PPE diberikan waktu 6 (enam) bulan untuk melakukan penyesuaian terhadap:
  1. penyusunan dan penerapan kebijakan dan prosedur tertulis berkaitan dengan hasil riset agar riset yang dilakukan bersifat independen; dan
  2. kegiatan lain yang telah dilakukan oleh PEE dan/atau PPE.

    Selanjutnya, OJK juga memberikan waktu selama 1 (satu) tahun kepada PEE atau PPE untuk melakukan penyesuaian terhadap ketentuan larangan sumber dana yang digunakan dalam rangka kepemilikan PEE atau PPE, yang berasal dari pinjaman atau fasilitas pembiayaan dalam bentuk apapun.
Sumber:
 
Keputusan Badan Pengawas Pasar Modal  dan Lembaga Keuangan Nomor KEP 334/BL/2007 
 
Salam
 
Salam
Adv. Aslam Fetra Hasan S.H.,C.L.A
HP/WA: 081905057198
BBM: 227D528D
Email: a.f.hasanlawoffice@gmail.com
Blog: hukumacara1.blogspot.co.id