Wednesday, 18 May 2016

DINAMIKA PENDAFTARAN TANAH


PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH
 
Berikut Garis Besar PP No. 24 Tahun 1997 mengenai Pendaftaran Tanah
 
Pengertian Pendaftaran Tanah:
  • Pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah secara terus menerus, berke-sinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengo-lahan, pembukuan, dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya
  • Pendaftaran tanah untuk pertama kali adalah kegiatan pendaftaran tanah yang dilakukan terhadap obyek pen-daftaran tanah yang belum didaftar berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah atau Peraturan Pemerintah ini
  • Pendaftaran tanah secara sistematis adalah kegiatan pen-daftaran tanah untuk pertama kali yang dilakukan secara serentak yang meliputi semua obyek pendaftaran tanah yang belum didaftar dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa/kelurahan.
  • Pendaftaran tanah secara sporadik adalah kegiatan pen-daftaran tanah untuk pertama kali mengenai satu atau beberapa obyek pendaftaran tanah dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa/kelurahan secara individual atau massal.
 

Apakah Tujuan Pendaftaran Tanah?
Pendaftaran tanah bertujuan :
  • untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lain yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang ber-sangkutan,
  • untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk Pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengada-kan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun yang sudah terdaftar;
  • untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan
  • Untuk memberikan kepastian dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas tanah yang bersangkutan diberikan sertipikat hak atas tanah.
 
Apakah Yang Menjadi Obyek Pendaftaran Tanah?
Obyek pendaftaran tanah meliputi :
-        bidang-bidang tanah yang dipunyai dengan hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan dan hak pakai;
-        tanah hak pengelolaan;
-        tanah wakaf;
-        hak milik atas satuan rumah susun;
-        hak tanggungan;
-        tanah Negara.
 
Bagaimanakah Pelaksanaan Pendaftaran Tanah?
Kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali meliputi :
-        pengumpulan dan pengolahan data fisik;
-        pembuktian hak dan pembukuannya;
-        penerbitan sertipikat;
-        penyajian data fisik dan data yuridis;
-        penyimpanan daftar umum dan dokumen.
 
 
Kegiatan pemelihaan data pendaftaran tanah meliputi :
-        pendaftaran peralihan dan pembebanan hak;
-        pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah lain-nya.
 
Bagaimanakah Pengaturan Mengenai Pembuktian Hak Dan Pembukuannya Terhadap Tanah Yang Baru Didaftar dan Tanah Yang Lama?
 
Pembuktian Hak Baru
a.    hak atas tanah baru dibuktikan dengan :
-        penetapan pemberian hak dari Pejabat yang ber-wenang memberikan hak yang bersangkutan menurut ketentuan yang berlaku apabila pemberian hak ter-sebut berasal dari tanah Negara atau tanah hak penge-lolaan;
-        asli akta PPAT yang memuat pemberian hak tersebut oleh pemegang hak milik kepada penerima hak yang bersangkutan apabila mengenai hak guna bangunan dan hak pakai atas tanah hak milik;
 
b.      hak pengelolaan dibuktikan dengan penetapan pemberian hak pengelolaan oleh Pejabat yang berwenang;
c.       tanah wakaf dibuktikan dengan akta ikrar wakaf;
d.      hak milik atas satuan rumah susun dibuktikan dengan akta pemisahan;
e.       pemberian hak tanggungan dibuktikan dengan akta pem-berian hak tanggungan
 
Pembuktian Hak Lama
1)      Untuk keperluan pendaftaran hak, hak atas tanah yang berasal dari konversi hak-hak lama dibuktikan dengan alat-alat bukti mengenai adanya hak tersebut berupa bukti-bukti tertulis, keterangan saksi dan atau pernyataan yang bersangkutan yang kadar kebenarannya oleh Panitia Ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara sistematik atau oleh Kepala Kantor Pertanahan dalam pendaftaran tanah secara sporadik, dianggap cukup untuk mendaftar hak, pemegang hak dan hak-hak pihak lain yang membebani-nya.
 
2)      Dalam hal tidak atau tidak lagi tersedia secara lengkap alat-alat pembuktian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pembukuan hak dapat dilakukan berdasarkan kenyataan penguasaan fisik bidang tanah yang bersang-kutan selama 20 (dua puluh) tahun atau lebih secara ber-turut-turut oleh pemohon pendaftaran dan pendahulu-pendahulunya, dengan syarat :
a.       penguasaan tersebut dilakukan dengan itikad baik dan secara terbuka oleh yang bersangkutan sebagai yang berhak atas tanah, serta diperkuat oleh kesaksian orang yang dapat dipercaya;
b.      penguasaan tersebut baik sebelum maupun selama pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 tidak dipermasalahkan oleh masyarakat hukum adat atau desa/kelurahan yang bersangkutan ataupun pihak lainnya.
 
Bagaimanakah kedudukan hukum atas suatu Sertifikat?
1)      Sertipikat merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat di dalamnya, sepanjang data fisik dan data yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah hak yang bersangkutan.
2)      Dalam hal atas suatu bidang tanah sudah diterbitkan sertipikat secara sah atas nama orang atau badan hukum yang memperoleh tanah tersebut dengan itikad baik dan secara nyata menguasainya, maka pihak lain yang merasa mempunyai hak atas tanah itu tidak dapat lagi menuntut pelaksanaan hak tersebut apabila dalam waktu 5 (lima) tahun sejak diterbitkannya sertipikat itu telah tidak mengajukan keberatan secara tertulis kepada pemegang sertipikat dan Kepala Kantor Pertanahan yang bersang-kutan ataupun tidak mengajukan gugatan ke Pengadilan mengenai penguasaan tanah atau penerbitan sertipikat tersebut.
 
Bagaimanakah Pengaturan Mengenai Pemindahan Hak?
 
  • Peralihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun melalui jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hak melalui lelang, hanya dapat didaftarkan, jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
  • Dalam keadaan tertentu sebagaimana yang ditentukan oleh Menteri, Kepala Kantor Pertanahan dapat mendaf-tar pemindahan hak atas bidang tanah hak milik, yang dilakukan di antara perorangan warga negara Indonesia yang dibuktikan dengan akta yang tidak dibuat oleh PPAT, tetapi yang menurut Kepala Kantor Pertanahan tersebut kadar kebenarannya dianggap cukup untuk men-daftar pemindahan hak yang bersangkutan.
  • Peralihan hak melalui pemindahan hak dengan lelang hanya dapat didaftar jika dibuktikan dengan kutipan risalah lelang yang dibuat oleh Pejabat Lelang.
  • Untuk pendaftaran peralihan hak karena pewarisan mengenai bidang tanah hak yang sudah didaftar dan hak milik atas satuan rumah susun sebagai yang diwajibkan menurut ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36, wajib diserahkan oleh yang menerima hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun yang bersang-kutan sebagai warisan kepada Kantor Pertanahan, sertipikat hak yang bersangkutan, surat kematian orang yang namanya dicatat sebagai pemegang haknya dan surat tanda bukti sebagai ahli waris
  • Peralihan hak atas tanah, hak pengelolaan, atau hak milik atas satuan rumah susun karena penggabungan atau peleburan perseroan atau koperasi yang tidak didahului dengan likuidasi perseroan atau koperasi yang bergabung atau melebur dapat didaftar berdasarkan akta yang mem-buktikan terjadinya penggabungan atau peleburan per-seroan atau koperasi yang bersangkutan setelah peng-gabungan atau peleburan tersebut disahkan oleh Pejabat yang berwenang sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
  • Peralihan hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun karena penggabungan atau peleburan per-seroan atau koperasi yang didahului dengan likuidasi perseroan atau koperasi yang bergabung atau melebur didaftar berdasarkan pemindahan hak dalam rangka likuidasi yang dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang
 

Bagaimanakah Pengaturan Mengenai Pendaftaran perpanjangan jangka waktu hak atas tanah?
 
Pendaftaran perpanjangan jangka waktu hak atas tanah dilakukan dengan mencatatnya pada buku tanah dan sertipikat hak yang bersangkutan berdasarkan Keputusan Pejabat  yang berwenang yang memberikan perpanjangan jangka waktu hak yang bersangkutan

 
Bagaimanakah Pengaturan Hapusnya Hak Atas Tanah, Hak Tanggungan  Dan Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun?
  •  Pendaftaran hapusnya suatu hak atas tanah, hak pengelo-laan dan hak milik atas satuan rumah susun dilakukan oleh Kepala Kantor Pertanahan dengan membubuhkan catatan pada buku tanah dan surat ukur serta memusnah-kan sertipikat hak yang bersangkutan
  • Pendaftaran peralihan hak tanggungan dilakukan dengan mencatatnya pada buku tanah serta sertipikat hak tanggungan yang bersangkutan dan pada buku tanah serta sertipikat hak yang dibebani berdasarkan surat tanda bukti beralihnya piutang yang dijamin karena cessie, subrogasi, pewarisan atau penggabungan serta peleburan perseroan.
  • Pendaftaran hapusnya hak tanggungan dilakukan sesuai ketentuan dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-benda Yang Berkaitan Dengan Tanah
  • Dalam hal hak yang dibebani hak tanggungan telah dilelang dalam rangka pelunasan utang, maka surat per-nyataan dari kreditor bahwa pihaknya melepaskan hak tanggungan atas hak yang dilelang tersebut untuk jumlah yang melebihi hasil lelang beserta kutipan risalah lelang dapat dijadikan dasar untuk pendaftaran hapusnya hak tanggungan yang bersangkutan
 

Bagaimanakah Tata Cara Penerbitan Sertifikat Pengganti?
 
  • Atas permohonan pemegang hak diterbitkan sertipikat baru sebagai pengganti sertipikat yang rusak, hilang, masih menggunakan blanko sertipikat yang tidak diguna-kan lagi, atau yang tidak diserahkan kepada pembeli lelang dalam suatu lelang eksekusi
  • Permohonan sertipikat pengganti hanya dapat diajukan oleh pihak yang namanya tercantum sebagai pemegang hak dalam buku tanah yang bersangkutan atau pihak lain yang merupakan penerima hak berdasarkan akta PPAT atau kutipan risalah lelang
  • Dalam hal pemegang hak atau penerima hak sudah meninggal dunia, permohonan sertipikat pengganti dapat diajukan oleh ahli warisnya dengan menyerahkan bukti sebagai ahli waris
  • Dalam hal penggantian sertipikat karena rusak atau pemba-haruan blangko sertipikat, sertipikat yang lama ditahan dan dimusnahkan
  • Permohonan penggantian sertipikat yang hilang harus disertai pernyataan di bawah sumpah dari yang bersang-kutan di hadapan Kepala Kantor Pertanahan atau pejabat yang ditunjuk mengenai hilangnya sertipikat hak yang bersangkutan
  • Penerbitan sertipikat pengganti didahului dengan pengumuman 1 (satu) kali dalam salah satu surat kabar harian setempat atas biaya pemohon
  • Jika dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari dihitung sejak hari pengumuman tidak ada yang mengajukan keberatan mengenai akan diterbitkannya sertipikat pengganti tersebut atau ada yang mengajukan keberatan akan tetapi menurut per-timbangan Kepala Kantor Pertanahan keberatan tersebut tidak beralasan, diterbitkan sertipikat baru
  • Sertipikat pengganti diserahkan kepada pihak yang memohon diterbitkannya sertipikat tersebut atau orang lain yang diberi kuasa untuk menerimanya
  • Penggantian sertipikat hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun yang tidak diserahkan kepada pem-beli lelang dalam lelang eksekusi didasarkan atas surat keterangan dari Kepala Kantor Lelang yang bersang-kutan yang memuat alasan tidak dapat diserahkannya sertipikat tersebut kepada pemenang lelang.
 
Salam
Adv. Aslam Fetra Hasan S.H.,C.L.A
HP/WA: 081905057198
BBM: 227D528D
Email: a.f.hasanlawoffice@gmail.com
Blog: hukumacara1.blogspot.co.id
 
 

 

Monday, 9 May 2016

PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL


PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL
Berikut ini diuraikan beberapa pengertian, Jenis, Bentuk dari Perselisihan Hubungan Industrial dengan mengacu pada ketentuan UU No.2 Tahun 2004
Perselisihan Hubungan Industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan
 
JENIS-JENIS PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL
 
Perselisihan hak adalah perselisihan yang timbul karena tidak dipenuhinya hak akibat adanya perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, perjanjian kerja, peraturan perusa-haan, atau perjanjian kerja bersama.
 
Perselisihan kepentingan adalah perselisihan yang timbul dalam hubungan kerja karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pembuatan, dan/atau perubahan syarat-syarat kerja yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, atau peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
 
Perselisihan pemutusan hubungan kerja adalah perselisihan yang timbul karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan oleh salah satu pihak.
 
 Perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh adalah perselisihan antara serikat pekerja/serikat buruh dengan serikat pekerja/serikat buruh lain hanya dalam satu perusahaan, karena tidak adanya persesuaian paham mengenai keanggotaan, pelaksanaan hak, dan kewajiban keserikatpekerjaan
 
BENTUK-BENTUK PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL
Perundingan bipartit adalah perundingan antara pekerja/ buruh atau serikat pekerja/serikat buruh dengan pengusaha untuk menyelesaikan perselisihan hubungan industrial.
 
Mediasi Hubungan Industrial yang selanjutnya disebut mediasi adalah penyelesaian perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih mediator yang netral.
 
Konsiliasi Hubungan Industrial yang selanjutnya disebut konsiliasi adalah penyelesaian perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja atau perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih konsiliator yang netral.
 
Arbitrase Hubungan Industrial yang selanjutnya disebut arbitrase adalah penyelesaian suatu perselisihan kepentingan, dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan, di luar Pengadilan Hubungan Industrial melalui kesepakatan tertulis dari para pihak yang berselisih untuk menyerahkan penyelesaian perselisihan kepada arbiter yang putusannya mengikat para pihak dan bersifat final.
 
PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL
 Pengadilan Hubungan Industrial bertugas dan berwenang memeriksa dan memutus :
  1. di tingkat pertama mengenai perselisihan hak;
  2. di tingkat pertama dan terakhir mengenai perselisihan kepentingan;
  3. di tingkat pertama mengenai perselisihan pemutusan hubungan kerja;
  4. di tingkat pertama dan terakhir mengenai perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan
Sumber:
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL
 
Salam

Adv. Aslam Fetra Hasan S.H.,C.L.A
HP/WA: 081905057198
BBM: 227D528D
Email: a.f.hasanlawoffice@gmail.com
Blog: hukumacara1.blogspot.co.id
 
 

Tuesday, 5 April 2016

EKSEKUSI JAMINAN FIDUSIA

PERIHAL EKSEKUSI JAMINAN FIDUSIA
Dalam kegiatan pembiayaan kredit, pengikatan jaminan  atas pembiayaan yang diberikan oleh Kreditur kepada debitur dapat berupa Gadai, Hak Tanggungan atau Fidusia.

Fidusia pengaturannya terdapat dalam Undang-Undang No 42 Tahun 1999. Didalam Undang-Undang tersebut pengertian dari Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda sedangkan untuk Jaminan Fidusia pengertiannya adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak bewujud dan benda tidak bergerak khususnya Bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksuddalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan Pemberi Fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan uang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada Penerima Fidusia terhadap kreditor lainnya.
 
Dalam pemaparan kali ini pembahasan hanya difokuskan pada upaya eksekusi terhadap benda yang diikat dengan Fidusia. Eksekusi atas obyek jaminan fidusia dapat dilakukan dengan:
  • Pelaksanaan titel eksekutorial oleh Penerima Fidusia
  • Penjualan Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia atas kekuasaan Penerima Fidusia sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan
  • Penjualan di bawah tangan yang dilakukan berdasarkan kesepakatan Pemberi dan Penerima Fidusia jika dengan cara demikian dapat diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan para pihak
  • Pelaksanaan penjualan dibawah tangan dilakukan setelah lewat waktu 1 (satu) bulan sejak diberitahukan secara tertulis oleh Pemberi dan atau Penerima Fidusia kepada pihak-pihak yang berkepentingan dan diumumkan sedikitnya dalam 2 (dua) surat kabar yang beredar di daerah yang bersangkutan
  • Pemberi Fidusia wajib menyerahkan Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia dalam rangka pelaksanaan eksekusi Jaminan Fidusia
  • Dalam hal Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia terdiri atas benda perdagangan atau efek yang dapat dijual di pasar atau di bursa, penjualannya dapat dilakukan di tempat-tempat tersebut sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku
  • Dalam hal hasil eksekusi melebihi nilai penjaminan, Penerima Fidusia wajib mengembalikan kelebihan tersebut kepada Pemberi Fidusia
  • Apabila hasil eksekusi tidak mencukupi untuk pelunasan utang, debitor tetap bertanggung jawab atas utang yang belum terbayar
 
Sumber:
Undang-Undang Jaminan Fidusia No 42 Tahun 1999
Salam
Advokat Aslam Fetra Hasan S.H.,C.L.A
HP: 081905057198
BBM: 227d528d
Email: a.f.hasanlawoffice@gmail.com
Blog: hukumacara1.blogspot.co.id
 
 

Friday, 1 April 2016

LEMBAGA KEUANGAN MIKRO-BAGIAN 2-


MENGENAL LEMBAGA KEUANGAN MIKRO
-BAGIAN 2-

KETENTUAN PEMBERIAN SANKSI DAN PIDANA DALAM PENGELOLAAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO ‘’LKM’’

Didalam  pengelolaan Lembaga Keuangan Mikro diperlukan sikap kehati-hatian. Adapun  beberapa sanksi administrasi dan ketentuan pidana yang dapat dikenakan bagi pengelola Lembaga Keuangan Mikro sebagaimana diatur didalam Undang-Undang No. 1 Tahun 2013 yakni:

Setiap LKM yang melanggar ketentuan:

 Pasal 6 :

LKM dilarang dimiliki, baik langsung maupun tidak langsung, oleh warga negara asing dan/atau badan usaha yang sebagian atau seluruhnya dimiliki oleh warga negara asing atau badan usaha asing

 Pasal 8

LKM hanya dapat dimiliki oleh:
  • warga negara Indonesia;
  • badan usaha milik desa/kelurahan;
  • Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota; dan/atau
  • koperasi.
 
Pasal 11

Kegiatan usaha LKM meliputi jasa pengembangan usaha dan pemberdayaan masyarakat, baik melalui Pinjaman atau Pembiayaan dalam usaha skala mikro kepada anggota dan masyarakat, pengelolaan Simpanan, maupun pemberian jasa konsultasi pengembangan usaha.

Pasal 12 ayat (2)

Kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah wajib dilaksanakan sesuai dengan fatwa syariah yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional, Majelis Ulama Indonesia

Pasal 13 ayat (1),

Untuk melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah LKM wajib membentuk dewan pengawas syariah

 Pasal 14

Dalam melakukan kegiatan usaha, LKM dilarang:
  • menerima Simpanan berupa giro dan ikut serta dalam lalu lintas pembayaran;
  • melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing;
  • melakukan usaha perasuransian sebagai penanggung;
  • bertindak sebagai penjamin;
  • memberi pinjaman atau pembiayaan kepada LKM lain, kecuali dalam rangka mengatasi kesulitan likuiditas bagi LKM lain dalam wilayah kabupaten/kota yang sama; dan
  • melakukan usaha di luar kegiatan usaha yang ditentukan
 
Pasal 18

LKM yang tempat kedudukan dan cakupan wilayah usahanya mengalami perubahan sebagai akibat dari pemekaran wilayah harus memberitahukan kepada Otoritas Jasa Keuangan

Pasal 24

Untuk kepentingan pengguna jasa, LKM harus menyediakan informasi terbuka kepada masyarakat paling sedikit mengenai:
  • wewenang dan tanggung jawab pengurus LKM;
  • ketentuan dan persyaratan yang perlu diketahui oleh Penyimpan dan Peminjam; dan kemungkinan timbulnya risiko kerugian sehubungan dengan transaksi LKM dengan pihak lain.
 
Pasal 27

LKM wajib bertransformasi menjadi bank jika:
  • LKM melakukan kegiatan usaha melebihi 1 (satu) wilayah kabupaten/kota tempat kedudukan LKM; atau
  • LKM telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.

Pasal 29 ayat (1)

LKM wajib melakukan dan memelihara pencatatan dan/atau pembukuan keuangan sesuai dengan standar akuntansi keuangan yang berlaku

 Pasal 30

LKM wajib menyampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan:
  • laporan keuangan setiap 4 (empat) bulan; dan/atau
  • laporan lain yang ditetapkan dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.
  • LKM wajib mengumumkan laporan keuangan dalam rangka menerapkan prinsip keterbukaan.

dikenai sanksi administratif berupa:
  • denda uang;
  • peringatan tertulis;
  • pembekuan kegiatan usaha;
  • pemberhentian direksi atau pengurus LKM dan selanjutnya menunjuk dan mengangkat pengganti sementara sampai Rapat Umum Pemegang Saham atau Rapat Anggota Koperasi mengangkat pengganti yang tetap dengan persetujuan Otoritas Jasa Keuangan; atau
  • pencabutan izin usaha
 
 
KETENTUAN PIDANA

 Pasal 34

Setiap orang yang menjalankan usaha LKM tanpa izin, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun serta pidana denda paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Dalam hal kegiatan usaha LKM yang tanpa izin dilakukan oleh badan hukum yang berbentuk perseroan terbatas atau koperasi, maka penuntutan terhadap badan-badan dimaksud dilakukan baik terhadap mereka yang memberi perintah melakukan perbuatan itu atau yang bertindak sebagai pimpinan dalam perbuatan itu atau terhadap kedua-duanya.

Pasal 35

Setiap orang yang dengan sengaja memaksa LKM untuk memberikan informasi Penyimpan dan Simpanan di luar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun serta pidana denda paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

 Anggota dewan komisaris atau pengawas, direksi atau pengurus, pegawai, dan pihak terafiliasi LKM yang dengan sengaja memberikan informasi yang wajib dirahasiakan dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun serta pidana denda paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

 Pasal 36

Anggota direksi atau pengurus, atau pegawai LKM yang dengan sengaja tidak memberikan informasi yang wajib dipenuhi dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun serta pidana denda paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

 Pasal 37

Setiap direksi atau pengurus LKM yang:
  • membuat pencatatan palsu dalam pembukuan atau laporan keuangan dan/atau tanpa didukung dengan dokumen yang sah;
  • menghilangkan atau tidak memasukkan informasi yang benar dalam laporan kegiatan usaha, laporan keuangan, atau rekening LKM; dan
  • mengubah, mengaburkan, menyembunyikan, menghapus, dan/atau menghilangkan suatu pencatatan dalam pembukuan atau dalam laporan keuangan, dan dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun serta pidana denda paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
 
 
Anggota dewan komisaris atau pengawas, direksi atau pengurus, dan/atau pegawai LKM yang dengan sengaja:
 
meminta atau menerima suatu imbalan, baik berupa uang maupun barang untuk keuntungan pribadi atau keluarganya:
  1. dalam rangka orang lain mendapatkan uang muka atau fasilitas Pinjaman atau Pembiayaan dari LKM;
  2. dalam rangka memberikan persetujuan bagi orang lain untuk melaksanakan penarikan dana yang melebihi batas Pinjaman atau Pembiayaan pada LKM;

b. tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan LKM terhadap ketentuan dalam Undang- Undang ini dan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku bagi LKM dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun serta pidana denda paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Pasal 38

Pemegang saham atau pemilik LKM yang dengan sengaja menyuruh dewan komisaris atau pengawas, direksi atau pengurus, anggota koperasi, atau pegawai LKM untuk melakukan atau tidak melakukan tindakan yang mengakibatkan LKM tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan LKM terhadap ketentuan dalam Undang-Undang ini dan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku bagi LKM, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun serta pidana denda paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).


Salam

Advokat Aslam Fetra Hasan S.H.,C.L.A
HP: 081905057198
BBM: 227d528d
Email: a.f.hasanlawoffice@gmail.com
Blog: hukumacara1.blogspot.co.id


Thursday, 31 March 2016

LEMBAGA KEUANGAN MIKRO -BAGIAN 1-

MENGENAL LEMBAGA KEUANGAN MIKRO

Lembaga keuangan mikro ‘’LKM’’ pengaturannya terdapat didalam UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEUANGAN MIKRO

Pengertian Lembaga Keuangan Mikro menurut peraturan adalah lembaga keuangan yang khusus didirikan untuk memberikan jasa pengembangan usaha dan pemberdayaan masyarakat, baik melalui pinjaman atau pembiayaan dalam usaha skala mikro kepada anggota dan masyarakat, pengelolaan simpanan, maupun pemberian jasa konsultasi pengembangan usaha yang tidak semata-mata mencari keuntungan lebih lanjut tujuan didirikannya LKM bertujuan untuk:
  • meningkatkan akses pendanaan skala mikro bagi masyarakat;
  • membantu peningkatan pemberdayaan ekonomi dan produktivitas masyarakat; dan
  • membantu peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat terutama masyarakat miskin dan/atau berpenghasilan rendah.
dan kegiatan usaha LKM meliputi jasa pengembangan usaha dan pemberdayaan masyarakat, baik melalui Pinjaman atau Pembiayaan dalam usaha skala mikro kepada anggota dan masyarakat, pengelolaan Simpanan, maupun pemberian jasa konsultasi pengembangan usaha.

KEPEMILIKAN
LKM hanya dapat dimiliki oleh:
  • warga negara Indonesia;
  • badan usaha milik desa/kelurahan;
  • Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota; dan/atau
  • koperasi
Dalam melakukan kegiatan usaha, LKM dilarang:
  • menerima Simpanan berupa giro dan ikut serta dalam lalu lintas pembayaran;
  • melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing;
  • melakukan usaha perasuransian sebagai penanggung;
  • bertindak sebagai penjamin;
  • memberi pinjaman atau pembiayaan kepada LKM lain, kecuali dalam rangka mengatasi kesulitan likuiditas bagi LKM lain dalam wilayah kabupaten/kota yang sama; dan
  • melakukan usaha di luar kegiatan usaha yang ditetapkan  

PERAN OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK)
Dalam hal LKM mengalami kesulitan likuiditas dan solvabilitas yang membahayakan keberlangsungan usahanya, Otoritas Jasa Keuangan dapat melakukan tindakan agar:
  • pemegang saham atau anggota koperasi menambah modal;
  • pemegang saham mengganti dewan komisaris atau pengawas dan/atau direksi atau pengurus LKM;
  • LKM menghapusbukukan Pinjaman atau Pembiayaan yang macet dan memperhitungkan kerugian LKM dengan modalnya;
  • LKM melakukan penggabungan atau peleburan dengan LKM lain;
  • kepemilikan LKM dialihkan kepada pihak lain yang bersedia mengambil alih seluruh kewajiban;
  • LKM menyerahkan pengelolaan seluruh atau sebagian kegiatan LKM kepada pihak lain; atau
  • LKM menjual sebagian atau seluruh harta dan/atau kewajiban LKM kepada LKM atau pihak lain.
Sumber:
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEUANGAN MIKRO
 Salam

Aslam Fetra Hasan S.H.,C.L.A
HP: 081905057198
BBM: 227d528d
Blog: hukumacara1.blogspot.co.id