Senin, 03 Jul 2017
09:06 WIB - http://mdn.biz.id/n/307733/ - Dibaca: 58 kali
Tas Merek Rabeanco Milik Warga Cengkareng
|
MedanBisnis - Jakarta.
Tas
merek Rabeanco yang diproduksi S&W Handsbad Limited, Hong Kong harus
menelan pil pahit. Sebab, Mahkamah Agung (MA) menyatakan merek tersebut di
Indonesia dimiliki warga
Cengkareng, Jakarta Barat, Lie Siu Tjin.
|
S&W mendaftarkan mereknya di Hong Kong dan kaget mengetahui
ada merek serupa di Indonesia. Lantas S&W mengajukan gugatan ke
Pengadilan Niaga Jakarta Pusat (PN Jakpus) dan dikabulkan. Putusan dijatuhkan
secara verstek
(tanpa dihadiri pihak Lie Siu Tjin) pada 5 Agustuts 2015.
Atas vonis itu, warga Taman Kencana, Cengkareng Barat, Jakarta
Barat itu mengajukan perlawanan ke PN Jakpus. Pada 15 Maret 2016, PN Jakpus
mengabulkan perlawanan
itu dan membatalkan putusan yang memenangkan S&W.
Sebab, Lie Siu Tjin telah mengantongi merek Rabeanco yang
disahkan Kemenkum HAM, dengan Nomor IDM000113997 bertanggal 21 Maret 2007,
dan diperpanjang pada 5 November 2014. Berdasarkan prinsip first to file, maka Lie Siu
Tjin pemilik atas merek itu.
Tidak terima, S&W mengajukan kasasi. S&W membeberkan
akta notaris yang menyebutkan S&W adalah pemilik merek Rabeanco. Selain
itu, Rabeanco juga telah mengantongi hak merek di China, Singapura, Jepang,
Korea, Australia dan di Indonesia.
Untuk di Indonesia, S&W mengantongi nomor merek IDM 00417471
bertanggal 26 April 2005 dan diperpanjang pada 30 Juni 2014. Namun apa kata
MA atas argumen S&W itu?
"Menolak permohonan kasasi S&W Handsbad Limited,"
demikian lansir panitera MA yang dikutip dari website-nya, Minggu (2/7).
Duduk sebagai ketua majelis Hamdi dengan anggota I Gusti Agung
Sumanatha dan Sudrajad Dimyati. Majelis kasasi sepakat dengan putusan PN
Jakpus yaitu penggugat tidak melampirkan bukti asli, hanya foto kopi, sehingga tidak bisa dijadikan sebagai alat
bukti dalam hukum perdata. "Sebagian ada yang asli, tetapi
tidak disertai dengan otentifikasi dari
Konsulat Jenderal RI di Hong Kong," ujar majelis. (asp-dn)
|
TINJAUAN:
Dalam
perkara ini kami tidak akan membahas substansi dari pokok perkara yang telah
diputus oleh majelis hakim kasasi, disini kami akan membahas secara garis besar
berkenaan dengan prosedur hukum acara perdata serta prinsip-prinsip dalam Hukum
Merk
Verstek (Putusan Tanpa
Kehadiran Tergugat)
Verstek adalah suatu putusan atas perkara yang dijatuhkan tanpa kehadiran
Tergugat.
Karena Tergugat tidak hadir, maka putusan yang
dijatuhkan tersebut diajtuhkan tanpa bantahan.
Putusan Verstek hanya dapat
dijatuhkan dengan beberapa ketentuan: Tergugat telah dipanggil secara sah dan
patut, namun tidak hadir tanpa alasan yang sah, dan juga Tergugat tidak
mengajukan eksepsi kompetensi (kewenangan) pengadilan.
Tergugat Telah Dipanggil Secara Sah dan Patut
Putusan Verstek dijatuhkan karena Tergugat telah dipanggil secara
sah dan patut, namun tergugat tidak hadir tanpa alasan yang sah. Panggilan yang
sah adalah panggilan yang dilakukan oleh Juru Sita Pengadilan Negeri dalam
bentuk surat tertulis (Surat Panggilan/Relaas). Bentuk suatu panggilan
yang sah semestinya dilakukan secara / disampaikan langsung kepada Tergugat
sendiri, atau keluarganya jika Tergugat sendiri tidak berada di tempat – atau
kepada Kepala Desa jika Tergugat dan keluarganya tidak berada di tempat.
Menarik mencermati
uraian dari Indra Firman & Associates perihal Ketentuan Pemanggilan Sidang
Bagi Para pihak dengan mengambil sumber dari Buku Hukum Acara Perdata karya M
Yahya Harahap dan juga sedikit tanggapan dari kami sbb:
Di
dalam Hukum Acara Perdata, M. Yahya Harahap, S.H. dikatakan bahwa :
“Pengertian
panggilan dalam hukum acara perdata adalah; menyampaikan secara resmi
(official) dan patut (properly) kepada pihak-pihak yang terlibat dalam suatu
perkara di pengadilan, agar memenuhi dan melaksanakan hal-hal yang diminta dan
diperintahkan majelis hakim atau pengadilan. Menurut 390 ayat (1) dan (3) HIR,
yang berfungsi melakukan panggilan adalah juru sita dalam pasal berbunyi sbb ;
Dari uraian diatas perlu
digarisbawahi bahwa yang berhak melakukan pemanggilan adalah Juru Sita
Pasal
390 ayat 1 :
Tiap-tiap
surat juru sita, kecuali yang disebut di bawah ini, harus disampaikan kepada
orang yang bersangkutan sendiri di tempat diam atau tempat tinggalnya, dan jika
tidak bertemu dengan orang itu di situ, kepada kepala desanya atau beknya, yang
wajib dengan segera memberitahukan surat juru sita itu kepada orang itu
sendiri, tetapi hal itu tak perlu dinyatakan dalam hukum.
Pasal
390 Ayat (3) :(3) (s.d.u. dg. S. 1939-715.) Tentang orang yang tidak diketahui
tempat diam atau tempat tinggalnya dan tentang orang yang tidak dikenal, maka
surat juru sita itu disampaikan kepada bupati, yang dalam daerahnya terletak
tempat tinggal orang yang mendakwa, dan dalam perkara pidana, yang dalam
daerahnya berkedudukan hakim yang berhak; bupati itu memaklumkan surat juru
sita itu dengan menempelkannya pada pintu utama di tempat persidangan hakim
yang berhak itu. (RBg. 718.)”
Bahwa
ketentuan sebagaimana yang tercantum di dalam Pasal 390 ayat 1 tersebut diatas
hanya mengatur mengenai tata cara penyampaian panggilan sidang dan kepada siapa
panggilan tersebut harus disampaikan. Tetapi ketentuan di dalam Pasal ini juga
tidak mengatur berapa banyak panggilan ini harus disampaikan.
Ketentuan
lain yang terkait mengenai pemanggilan ini diatur di dalam Surat Edaran
Mahkamah Agung (SEMA )Nomor 9 Tahun 1964 pada Sub A,B dan C, untuk lebih
jelasnya dikutip sebagai berikut :
“oleh
karena ada beberapa tafsiran mengenai putusan verstek, maka dengan ini Mahkamah
Agung memberi pendapatnya mengenai hal itu.
Menurut
Pasal 125 H.I.R. apabila tergugat, meskipun telah dipanggil secara sah, akan
tetapi tidak hadir, maka Hakim dapat:
a.
Menjatuhkan putusan verstek atau
b.
Menunda pemeriksaan (berdasarkan Pasal 126 H.I.R.) dengan perintah memanggil
tergugat sekali lagi;
c.
Kemudian apabila dalam hal sub B tergugat tidak dapat lagi, maka Hakim dapat
menjatuhkan putusan verstek.”
Bahwa
berdasarkan ketentuan sebagaimana yang tercantum di dalam SEMA Nomor 9 Tahun
1964 dapat ditafsirkan bahwa suatu putusan verstek tersebut dapat diputuskan
meskipun baru dilakukan pemanggilan sekali, asalkan pemanggilan tersebut telah
dilakukan secara patut berdasarkan ketentuan di dalam Pasal 390 HIR sebagaimana
yang telah Penulis uraikan diatas.
Namun
demikian SEMA ini juga memberikan keleluasan kepada hakim apabila mereka
menghendaki dilakukan penganggilan kembali kepada para Tergugat sebelum
dikeluarkannya suatu putusan verstek sebagaimana yang diatur di dalam Pasal 126
HIR dan Pasal 127 HIR, untuk lebih jelasnya dikutip sebagai berikut : .
Pasal
126:
Dalam
hal tersebut pada kedua pasal di atas ini, pengadilan negeri, sebelum
menjatuhkan keputusan, boleh memerintahkan supaya pihak yang tidak datang
dipanggil sekali iagi untuk menghadap pada hari persidangan lain, yang
diberitahukan oleh ketua dalam persidangan kepada pihak yang datang; bagi pihak
yang datang itu, pemberitahuan itu sama dengan panggilan.”
“Pasal
127.
Jika
seorang tergugat atau lebih tidak menghadap dan tidak menyuruh orang lain
menghadap sebagai wakilnya, maka pemeriksaan perkara itu akan ditangguhkan
sampai pada hari persidangan lain, yang tidak lama sesudah hari itu penangguhan
itu diberitahukan dalam persidangan kepada pihak yang hadir, dan bagi mereka
pemberitahu,, itu sama dengan panggilan; sedang si tergugat yang tidak datang,
atas perintah ketua, harus dipanggil sekali lagi untuk menghadap pada hari
persidangan yang lain. Pada hari itulah perkara itu diperiksa, dan kemudian
diputuskan bagi sekalian pihak dengan satu keputusan, yang terhadapnya tak
boleh diadakan perlawanan keputusan tanpa kehadiran. (RV. 81.)”
Ketentuan
sebagaimana yang diatur di dalam Pasal 126 HIR dan Pasal 127 HIR juga diatur di
dalam Dalam Pasal 150 Rbg dan 151 Rbg, untuk lebih jelasnya dikutip sebagai
berikut :
“Pasal
150 Rbg :
Dalam
kejadian-kejadian seperti tersebut dalam dua pasal terdahulu, sebelum mengambil
sesuatu keputusan, maka ketua pengaduan negeri dapat memerintahkan untuk
memanggil sekali lagi pihak yang tidak hadir agar datang menghadap pada hari
yang ditentukan dalam sidang itu, sedangkan bagi pihak yang hadir penentuan
hari itu berlaku sebagai panggilan untuk menghadap lagi. (IR. 126.)
Pasal
151 Rbg :
Bila
di antara beberapa tergugat ada seorang atau lebih yang tidak datang menghadap
dan tidak ada yang menjadi wakilnya, maka pemeriksaan perkara ditunda sampal
suatu hari yang ditetapkan sedekat mungkin. penundaan itu di dalam sidang itu
diberitahukan kepada pihak-pihak yang hadir dan pemberitahuan itu berlaku
sebagai panggilan, sedangkan tergugat-tergugat yang tidak hadir diperintahkan
agar dipanggil lagi. Kemudian perkara diperiksa dan terhadap semua pihak
diberikan keputusan dalam satu surat putusan yang terhadapnya tidak dapat
diadakan perlawanan. (RBg. 1925; Rv. 8i, IR. 127.).”
Meskipun Hakim memiliki kewenangan untuk menjatuhkan putusan
Verstek sudah pada sidang yang pertama, namun menurut Yahya Harahap,
menjatuhkan putusan Verstek pada sidang pertama kali itu bukanlah tindakan yang
layak. Hakim yang bijaksana akan memberikan kesempatan kepada Tergugat untuk
hadir pada persidangan dengan jalan mengundurkan pemeriksaan. Untuk itu, pada
sidang pertama Hakim memerintahkan untuk mengundurkan sidang dan memerintahkan juru
sita memanggil Tergugat sekali lagi. Undang-undang tidak mengatur batasan
sampai berapa kali panggilan ulang tersebut dilakukan, namun menurut Yahya
Harahap, pengunduran yang layak adalah minimal 2 kali dan maksimal 3 kali.
Putusan Verstek
Pasal 125 HIR/149 R.Bg, menentukan bahwa apabila pada
hari sidang yang telah ditentukan, Tergugat tidak hadir dan lagi pula tidak
menyuruh orang lain untuk hadir sebagai wakilnya, padahal ia telah dipanggil
dengan patut maka gugatan itu diterima dengan putusan di luar hadirnya Tergugat
(verstek), kecuali kalau ternyata Pengadilan Negeri berpendapat bahwa gugatan
Penggugat tersebut bersifat melawan hak atau tidak beralasan hukum.
Apabila gugatan Penggugat diterima dan dikabulkan, maka
atas perintah Ketua Pengadilan Negeri diberitahukan isi putusan itu kepada
Tergugat yang dikalahkan dan diterangkan kepadanya bahwa Tergugat berhak
mengajukan perlawanan (verzet) dalam tempo 14 hari setelah menerima
pemberitahuan. Jika putusan itu tidak diberitahukan kepada Tergugat sendiri,
perlawanan masih diterima sampai pada hari ke 8 sesudah peneguran (anmaning)
seperti yang tersebut dalam pasal 196 HIR/207 R.Bg atau dalam hal tidak hadir
sesudah dipanggil dengan patut, sampai pada hari ke 14 (R.Bg) dan hari ke
8(HIR) sesudah dijalankan surat perintah seperti tersebut dalam pasal 208
R.Bg/197 HiR. Jika telah dijatuhkan putusan verstek untuk kedua kalinya,maka
perlawanan selanjutnya yang diajukan oleh Tergugat tidak dapat diterima.
sumber:
Perihal Verzet
VERZET
Verzet adalah Perlawanan Tergugat atas Putusan yang
dijatuhkan secara Verstek.
Tenggang Waktu untuk mengajukan Verzet / Perlawanan :
1.
Dalam waktu 14 hari setelah putusan
diberitahukan (pasal 129 (2) HIR
2.
Sampai hari ke 8 setelah teguran seperti
dimaksud Pasal 196 HIR ; apabila yang ditegur itu datang menghadap
3.
Kalau tidak datang waktu ditegur sampai
hari ke 8 setelah eksekutarial (pasal 129 HIR). (Retno Wulan SH. hal 26).
Perlawanan terhadap Verstek, bukan perkara baru
Perlawanan merupakan satu kesatuan yang tidak terpisah dengan gugatan semula.
Oleh karena itu, perlawanan bukan gugatan atau perkara baru, tetapi tiada lain
merupakan bantahan yang ditujukan kepada ketidakbenaran dalil gugatan, dengan
alasan putusan verstek yang dijatuhkan, keliru dan tidak benar. Putusan MA No.
494K/Pdt/1983 mengatakan dalam proses verzet atas verstek, pelawan tetap
berkedudukan sebagai tergugat dan terlawan sebagai Penggugat(Yahya
Harahap,Hukum acara Perdata, hal 407).
Pemeriksaan Perlawanan (Verzet)
A. Pemeriksaan berdasarkan gugatan semula.
Dalam Putusan MA No. 938K/Pdt/1986, terdapat pertimbangan sebagai berikut :
Substansi verzet terhadap putusan verstek,
harus ditujukan kepada isi pertimbangan putusan dan dalil gugatan terlawan /
penggugat asal.
Verzet yang hanya mempermasalahkan alasan
ketidakhadiran pelawan/tergugat asal menghadiri persidangan, tidak relevan,
karena forum untuk memperdebatkan masalah itu sudah dilampaui.
Putusan verzet yang hanya mempertimbangkan
masalah sah atau tidak ketidakhadiran tergugat memenuhi panggilan sidang adalah
keliru. Sekiranya pelawan hanya mengajukan alasan verzet tentang masalah
keabsahan atas ketidakhadiran tergugat memenuhi panggilan, PN yang memeriksa
verzet harus memeriksa kembali gugatan semula, karena dengan adanya verzet,
putusan verstek mentah kembali, dan perkara harus diperiksa sejak semula.
B. Surat Perlawanan
sebagai
jawaban tergugat terhadap dalil
gugatan.
Berdasarkan Pasal 129 ayat (3) HIR, perlawanan diajukan dan diperiksa dengan
acara biasa yang berlaku untuk acara perdata. Dengan begitu, kedudukan pelawan
sama dengan tergugat. Berarti surat perlawanan yang diajukan dan disampaikan
kepada PN, pada hakikatnya sama dengan surat jawaban yang digariskan Pasal 121
ayat (2) HIR. Kualitas surat perlawanan sebagai jawaban dalam proses verzet
dianggap sebagai jawaban pada sidang pertama. (Yahya Harahap,Hukum acara
Perdata, hal 409 - 410).
Sumber
PRINSIP FIRST TO FILE DALAM PENDAFTARAN MERK
Hak eksklusif atas merek di Indonesia – sebagaimana diatur
berdasarkan UU nomor 15 tahun 2001 tentang Merek - hanya diberikan pada merek
yang telah terdaftar di Direktorat Jenderal Kekayaan
Intelektual, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI (DJKI). Pendaftaran
merek tersebut menganut prinsip first-to-file, dimana
hak akan diberikan kepada pendaftar pertama.
Salam
AFH