Thursday, 17 March 2016

KELAUTAN INDONESIA- PENGELOLAAN SUMBER DAYA KELAUTAN-


PENGELOLAAN SUMBER DAYA KELAUTAN
DASAR HUKUM
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 32 TAHUN 2014  TENTANG  KELAUTAN
 
DASAR PIJAKAN
 
Pasal 20, Pasal 22D ayat (1), Pasal 25A, dan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
 
Wilayah laut Indonesia merupakan bagian terbesar dari seluruh wilayah Indonesia oleh karenanya pengelolaan terhadap sumber daya kelautan harus dilakukan dengan suatu kerangka hukum yang memadai untuk memberikan kepastian hukum
 Undang-undang No 32 Tahun 2014 tentang kelautan disahkan di Jakarta pada tanggal 17 Oktober 2014 dan diundangkan pada tanggal 17 Oktober 2014. Terdiri dari 13 Bab dan 74 Pasal
 
BAB I
KETENTUAN UMUM
 
 BAB II
ASAS DAN TUJUAN
 
 BAB III
RUANG LINGKUP
 
 BAB IV
WILAYAH LAUT
 
 BAB V
PEMBANGUNAN KELAUTAN
 
 BAB VI
PENGELOLAAN KELAUTAN
 
 BAB VII
PENGEMBANGAN KELAUTAN
 
 BAB VIII
PENGELOLAAN RUANG LAUT
DAN PELINDUNGAN LINGKUNGAN LAUT
 
BAB IX
PERTAHANAN, KEAMANAN, PENEGAKAN HUKUM,
DAN KESELAMATAN DI LAUT
 
 BAB X
TATA KELOLA DAN KELEMBAGAAN LAUT
 
 BAB XI
PERAN SERTA MASYARAKAT
 
 BAB XII
KETENTUAN PERALIHAN
 
 BAB XIII
KETENTUAN PENUTUP
 
POKOK-POKOK RINGKASAN DALAM UNDANG-UNDANG 32 TAHUN 2014  TENTANG  KELAUTAN
 
Ruang lingkup  pengaturan dalam Undang-Undang Kelautan meliputi pengaturan penyelenggaraan Kelautan Indonesia secara terpadu dan berkelanjutan untuk mengembangkan kemakmuran Negara
 
Penyelenggaraan Kelautan bertujuan untuk
  • menegaskan Indonesia sebagai negara kepulauan berciri nusantara dan maritim;
  • mendayagunakan Sumber Daya Kelautan dan/atau kegiatan di wilayah Laut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan hukum laut internasional demi tercapainya kemakmuran bangsa dan negara;
  • mewujudkan Laut yang lestari serta aman sebagai ruang hidup dan ruang juang bangsa Indonesia
  • memanfaatkan Sumber Daya Kelautan secara berkelanjutan untuk sebesar-besarnya kesejahteraan bagi generasi sekarang tanpa mengorbankan kepentingan generasi mendatang;
  • memajukan budaya dan pengetahuan Kelautan bagi masyarakat;
  • mengembangkan sumber daya manusia di bidang Kelautan yang profesional, beretika, berdedikasi, dan mampu mengedepankan kepentingan nasional dalam mendukung Pembangunan Kelautan secara optimal dan terpadu;
  • memberikan kepastian hukum dan manfaat bagi seluruh masyarakat sebagai negara kepulauan; dan
  • mengembangkan peran Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam percaturan Kelautan global sesuai dengan hukum laut internasional untuk kepentingan bangsa dan negara.
Penyelenggaraan Kelautan Indonesia meliputi
  • wilayah Laut;
  • Pembangunan Kelautan;
  • Pengelolaan Kelautan;
  • pengembangan Kelautan;
  • pengelolaan ruang Laut dan pelindungan lingkungan Laut;
  • pertahanan, keamanan, penegakan hukum, dan keselamatan di Laut; dan
  • tata kelola dan kelembagaan.
Negara Kesatuan Republik Indonesia berhak melakukan konservasi dan pengelolaan sumber daya hayati di laut lepas. Di laut lepas Pemerintah wajib:
  • memberantas kejahatan internasional;
  • memberantas siaran gelap;
  • melindungi kapal nasional, baik di bidang teknis, administratif, maupun sosial;
  • melakukan pengejaran seketika;
  • mencegah dan menanggulangi Pencemaran Laut dengan bekerja sama dengan negara atau lembaga internasional terkait; dan
  • berpartisipasi dalam pengelolaan perikanan melalui forum pengelolaan perikanan regional dan internasional.
Pembangunan Kelautan diselenggarakan melalui perumusan dan pelaksanaan kebijakan:
  • pengelolaan Sumber Daya Kelautan;
  • pengembangan sumber daya manusia;
  • pertahanan, keamanan, penegakan hukum, dan keselamatan di laut;
  • tata kelola dan kelembagaan;
  • peningkatan kesejahteraan;
  • ekonomi kelautan;
  • pengelolaan ruang Laut dan pelindungan lingkungan Laut; dan
  • budaya bahari
Pemerintah dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya melakukan Pengelolaan Kelautan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat melalui pemanfaatan dan pengusahaan Sumber Daya Kelautan dengan menggunakan prinsip ekonomi biru
Pemanfaatan Sumber Daya Kelautan meliputi:
  • perikanan;
  • energi dan sumber daya mineral;
  • sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil; dan
  • sumber daya nonkonvensional
Pengusahaan Sumber Daya Kelautan dapat berupa:
  • industri Kelautan;
  • wisata bahari;
  • perhubungan Laut; dan
  • bangunan Laut
Industri Kelautan sebagaimana meliputi industri bioteknologi, industri maritim, dan jasa maritime
Industri maritim dapat berupa:
  • galangan kapal;
  • pengadaaan dan pembuatan suku cadang;
  • peralatan kapal; dan/atau
  • perawatan kapal.
Jasa maritim dapat berupa:
  • pendidikan dan pelatihan;
  • pengangkatan benda berharga asal muatan kapal tenggelam;
  • pengerukan dan pembersihan alur pelayaran;
  • reklamasi;
  • pencarian dan pertolongan;
  • remediasi lingkungan;
  • jasa konstruksi; dan/atau
  • angkutan sungai, danau, penyeberangan, dan antarpulau.
Pengembangan Kelautan meliputi:
  • pengembangan sumber daya manusia;
  • riset ilmu pengetahuan dan teknologi;
  • sistem informasi dan data Kelautan; dan
  • kerja sama Kelautan.
 Pengelolaan ruang Laut dilakukan untuk:
  • melindungi sumber daya dan lingkungan dengan berdasar pada daya dukung lingkungan dan kearifan lokal;
  • memanfaatkan potensi sumber daya dan/atau kegiatan di wilayah Laut yang berskala nasional dan internasional; dan
  • mengembangkan kawasan potensial menjadi pusat kegiatan produksi, distribusi, dan jasa.
Setiap orang yang melakukan pemanfaatan ruang Laut secara menetap di wilayah perairan dan wilayah yurisdiksi yang tidak sesuai dengan izin yang diberikan dikenai sanksi administratif berupa:
  • peringatan tertulis;
  • penghentian sementara kegiatan;
  • penutupan lokasi;
  • pencabutan izin;
  • pembatalan izin; dan/atau
  • denda administratif.
Pemerintah melakukan upaya pelindungan lingkungan Laut melalui [17]:
  • konservasi Laut;
  • pengendalian Pencemaran Laut;
  • penanggulangan bencana Kelautan; dan
  • pencegahan dan penanggulangan pencemaran, kerusakan, dan bencana
Pencemaran Laut meliputi :
  • pencemaran yang berasal dari daratan;
  • pencemaran yang berasal dari kegiatan di Laut; dan
  • pencemaran yang berasal dari kegiatan dari udara.
Proses penyelesaian sengketa dan penerapan sanksi Pencemaran Laut dilaksanakan berdasarkan prinsip pencemar membayar dan prinsip kehati-hatian
Kebijakan penanggulangan dampak Pencemaran Laut dan bencana Kelautan dilakukan melalui:
  • pengembangan sistem mitigasi bencana;
  • pengembangan sistem peringatan dini (early warning system);
  • pengembangan perencanaan nasional tanggap darurat tumpahan minyak di Laut
  • pengembangan sistem pengendalian pencemaran Laut dan kerusakan ekosistem Laut; dan
  • pengendalian dampak sisa-sisa bangunan di Laut dan aktivitas di Laut.
Dalam rangka penegakan hukum di wilayah perairan dan wilayah yurisdiksi, khususnya dalam melaksanakan patroli keamanan dan keselamatan di wilayah perairan dan wilayah yurisdiksi Indonesia, dibentuk Badan Keamanan Laut. Dalam melaksanakan tugas, Badan Keamanan Laut menyelenggarakan fungsi :
  • menyusun kebijakan nasional di bidang keamanan dan keselamatan di wilayah perairan Indonesia dan wilayah yurisdiksi Indonesia;
  • menyelenggarakan sistem peringatan dini keamanan dan keselamatan di wilayah perairan Indonesia dan wilayah yurisdiksi Indonesia;
  • melaksanakan penjagaan, pengawasan, pencegahan, dan penindakan pelanggaran hukum di wilayah perairan Indonesia dan wilayah yurisdiksi Indonesia;
  • menyinergikan dan memonitor pelaksanaan patroli perairan oleh instansi terkait;
  • memberikan dukungan teknis dan operasional kepada instansi terkait;
  • memberikan bantuan pencarian dan pertolongan di wilayah perairan Indonesia dan wilayah yurisdiksi Indonesia; dan
  • melaksanakan tugas lain dalam sistem pertahanan nasional.
 Dalam melaksanakan tugas dan fungsi Badan Keamanan Laut berwenang:
  • melakukan pengejaran seketika;
  • memberhentikan, memeriksa, menangkap, membawa, dan menyerahkan kapal ke instansi terkait yang berwenang untuk pelaksanaan proses hukum lebih lanjut; dan
  • mengintegrasikan sistem informasi keamanan dan keselamatan di wilayah perairan Indonesia dan wilayah yurisdiksi Indonesia.
Peran serta masyarakat dalam Pembangunan Kelautan dilakukan melalui partisipasi dalam :
  • penyusunan kebijakan Pembangunan Kelautan;
  • Pengelolaan Kelautan;
  • pengembangan Kelautan; dan
  • memberikan masukan dalam kegiatan evaluasi dan pengawasan.
Peran serta masyarakat dapat juga dilakukan melalui partisipasi dalam:
  • melestarikan nilai budaya dan wawasan bahari serta merevitalisasi hukum adat dan kearifan lokal di bidang Kelautan; atau
  • pelindungan dan sosialisasi peninggalan budaya bawah air melalui usaha preservasi, restorasi, dan konservasi.
 SUMBER :
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 32 TAHUN 2014  TENTANG  KELAUTAN
 
Salam
Adv. Aslam Hasan S.H.,C.L.A
Advokat & Legal Auditor
HP: 081905057198
Email: a.f.hasanlawoffice@gmail.com
 
 

MENGENAL USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH


USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH

 
SUMBER HUKUM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH

 
DASAR PIJAKAN

Mengingat: Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 27 ayat (2), dan Pasal 33 Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

 
KAJIAN

Undang-undang No. 20 Tahun 2008 tentang usaha mikro, kecil dan menengah terdiri dari 11 Bab dan 44 pasal, disahkan di Jakarta pada tanggal 4 Juli 2008 dan diundangkan di Jakarta pada 4 Juli 2008

 
BAB I

KETENTUAN UMUM

BAB II

ASAS DAN TUJUAN

BAB III

PRINSIP DAN TUJUAN PEMBERDAYAAN

BAB IV

KRITERIA

BAB V

PENUMBUHAN IKLIM USAHA

BAB VI

PENGEMBANGAN USAHA

 BAB VII

PEMBIAYAAN DAN PENJAMINAN

 BAB VIII

KEMITRAAN

 BAB IX

KOORDINASI DAN PENGENDALIAN PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH

 BAB X

SANKSI ADMINISTRATIF DAN KETENTUAN PIDANA

 BAB XI

KETENTUAN PENUTUP

 
RINGKASAN

Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro yakni sebagai berikut:

Kriteria Usaha Mikro adalah sebagai berikut:

  • memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
  • memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).

Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar

 
Kriteria Usaha Kecil adalah sebagai berikut:

  • memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
  • memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah

Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang- Undang UMKM ini

 
Kriteria Usaha Menengah adalah sebagai berikut:

  • memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
  • memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah).

Pemerintah dan Pemerintah Daerah menyediakan pembiayaan bagi Usaha Mikro dan Kecil. Dalam rangka meningkatkan sumber pembiayaan Usaha Mikro dan Usaha Kecil, Pemerintah melakukan upaya:
  • pengembangan sumber pembiayaan dari kredit perbankan dan lembaga keuangan bukan bank;
  • pengembangan lembaga modal ventura;
  • pelembagaan terhadap transaksi anjak piutang
  • peningkatan kerjasama antara Usaha Mikro dan Usaha Kecil melalui koperasi simpan pinjam dan koperasi jasa keuangan konvensional dan syariah; dan pengembangan sumber pembiayaan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pemerintah, Pemerintah Daerah, Dunia Usaha dan masyarakat memfasilitasi, mendukung, dan menstimulasi kegiatan kemitraan, yang saling membutuhkan, mempercayai,memperkuat, dan menguntungkan Kemitraan dilaksanakan dengan pola:

  • inti-plasma;
  • subkontrak;
  • waralaba;
  • perdagangan umum;
  • distribusi dan keagenan; dan
  • bentuk-bentuk kemitraan lain, seperti: bagi hasil, kerjasama operasional, usaha
  • patungan (joint venture), dan penyumberluaran (outsourcing).

Sanksi Administratif
  • Usaha Besar yang melanggar ketentuan Pasal 35 ayat (1) dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan izin usaha dan/atau denda paling banyak Rp10.000.000.000,00(sepuluh milyar rupiah) oleh instansi yang berwenang.
  • Usaha Menengah yang melanggar ketentuan Pasal 35 ayat (2) dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan izin usaha dan/atau denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah) oleh instansi yang berwenang.

Ketentuan Pidana

Setiap orang yang menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan mengaku atau memakai nama Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah sehingga mendapatkan kemudahan untuk memperoleh dana, tempat usaha, bidang dan kegiatan usaha, atau pengadaan barang dan jasa untuk pemerintah yang diperuntukkan bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah).

Sumber
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH

Salam
Adv. Aslam Hasan S.H.,C.L.A
Advokat & Legal Auditor
HP: 081905057198
Email: a.f.hasanlawoffice@gmail.com




 

Tuesday, 15 March 2016

MENGENAL BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL (BPJS)


MENGENAL BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL (BPJS)

DASAR HUKUM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL

RINGKASAN:

Undang-Undang No. 24 Tahun 2011 terdiri dari: 18 Bab dan 71 Pasal, disahkan di Jakarta pada tanggal 25 November 2011 dan diundangkan di Jakarta pada tanggal 25 November 2011

 
DASAR PERTIMBANGAN:

Mengingat

  • Pasal 20, Pasal 21, Pasal 23A, Pasal 28H ayat (1), ayat (2) dan ayat (3), dan Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
  • Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4456)

BAB I

KETENTUAN UMUM

BAB II

PEMBENTUKAN DAN RUANG LINGKUP

BAB III

STATUS DAN TEMPAT KEDUDUKAN

BAB IV

FUNGSI, TUGAS, WEWENANG, HAK, DAN KEWAJIBAN

BAB V

PENDAFTARAN PESERTA DAN PEMBAYARAN IURAN

BAB VI

ORGAN BPJS

BAB VII

PERSYARATAN, TATA CARA PEMILIHAN DAN PENETAPAN, DAN PEMBERHENTIAN ANGGOTA DEWAN PENGAWAS DAN ANGGOTA DIREKSI

BAB VIII

PERTANGGUNGJAWABAN

BAB IX

PENGAWASAN

BAB X

ASET

BAB XI

PEMBUBARAN BPJS

BAB XII

PENYELESAIAN SENGKETA

BAB XIII

HUBUNGAN DENGAN LEMBAGA LAIN

BAB XIV

LARANGAN

BAB XV

KETENTUAN PIDANA

BAB XVI

KETENTUAN LAIN-LAIN

BAB XVII

KETENTUAN PERALIHAN

BAB XVIII

KETENTUAN PENUTUP

Ringkasan-ringkasan :

  • Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang selanjutnya disingkat BPJS adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial, pembentukan BPJS terdiri dari BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.
  • BPJS Kesehatan menyelenggarakan program jaminan kesehatan.
  • BPJS Ketenagakerjaan menyelenggarakan program:a. jaminan kecelakaan kerja; b. jaminan hari tua; c. jaminan pensiun; dan d. jaminan kematian.
  • Tugas dari BPJS yakni a. melakukan dan/atau menerima pendaftaran Peserta; b. memungut dan mengumpulkan Iuran dari Peserta dan Pemberi Kerja; c. menerima Bantuan Iuran dari Pemerintah; d. mengelola Dana Jaminan Sosial untuk kepentinga Peserta; e.mengumpulkan dan mengelola data Peserta program Jaminan Sosial; f. membayarkan Manfaat dan/atau membiayai pelayanan kesehatan sesuai dengan ketentuan program Jaminan Sosial; dan g. memberikan informasi mengenai penyelenggaraan program Jaminan Sosial kepada Peserta dan masyarakat.
  • BPJS berwenang untuk: a. menagih pembayaran Iuran; b. menempatkan Dana Jaminan Sosial untuk investasi jangka pendek dan jangka panjang dengan mempertimbangkan aspek likuiditas, solvabilitas, kehati-hatian, keamanan dana, dan hasil yang memadai; c. melakukan pengawasan dan pemeriksaan atas kepatuhan Peserta dan Pemberi Kerja dalam memenuhi kewajibannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan jaminan social nasional; d. membuat kesepakatan dengan fasilitas kesehatan mengenai besar pembayaran fasilitas kesehatan yang mengacu pada standar tarif yang ditetapkan oleh Pemerintah; e. membuat atau menghentikan kontrak kerja dengan fasilitas kesehatan; f. mengenakan sanksi administratif kepada Peserta atau Pemberi Kerja yang tidak memenuhi kewajibannya; g. melaporkan Pemberi Kerja kepada instansi yang berwenang mengenai ketidakpatuhannya dalam membayar Iuran atau dalam memenuhi kewajiban lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan; dan h. melakukan kerja sama dengan pihak lain dalam rangka penyelenggaraan program Jaminan Sosial.
  • Setiap orang, selain Pemberi Kerja, Pekerja, dan penerima Bantuan Iuran, yang memenuhi persyaratan kepesertaan dalam program Jaminan Sosial wajib mendaftarkan dirinya dan anggota keluarganya sebagai Peserta kepada BPJS, sesuai dengan program Jaminan Sosial yang diikuti.
  • Organ BPJS terdiri dari Dewan Pengawas dan Direksi.
  • BPJS wajib menyampaikan pertanggungjawaban atas pelaksanaan tugasnya dalam bentuk laporan pengelolaan program dan laporan keuangan tahunan yang telah diaudit oleh akuntan public kepada Presiden dengan tembusan kepada DJSN paling lambat tanggal 30 Juni tahun berikutnya.
  • Direksi bertanggung jawab secara tanggung renteng atas kerugian finansial yang ditimbulkan atas kesalahan pengelolaan Dana Jaminan Sosial.
  • BPJS wajib membentuk unit pengendali mutu pelayanan dan penanganan pengaduan Peserta dan wajib menangani setiap pengaduan paling lama 5 (lima) hari kerja.
  • Pihak yang merasa dirugikan yang pengaduannya belum dapat diselesaikan penyelesaiannya maka diselesaikan melalui mekanisme mediasi dnegan bantuan mediator.
  • Penyelesaian sengketa melalui mekanisme mediasi, setelah ada kesepakatan kedua belah pihak secara tertulis, bersifat final dan mengikat.
  • Dalam hal pengaduan tidak dapat diselesaikan oleh unit pengendali mutu pelayanan dan penanganan pengaduan Peserta melalui mekanisme mediasi maka penyelesaiannya dapat diajukan ke pengadilan negeri di wilayah tempat tinggal pemohon.
  • Penetapan sanksi administrasoi bagi Anggota Dewan Pengawas atau Direksi berupa : peringatan tertulis, pemberhentian sementara dan atau pemberhentian tetap.
  • Anggota Dewan Pengawas atau anggota Direksi yang melanggar larangan ketentuan dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
  • Pemberi Kerja yang melanggar ketentuan sebagaimana dimuat dalam Undang-undang ini dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
SUMBER:
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL

Salam
Adv. Aslam Hasan S.H.,C.L.A
Advokat & Legal Auditor
HP: 081905057198
Email: a.f.hasanlawoffice@gmail.com