Showing posts with label debitor. Show all posts
Showing posts with label debitor. Show all posts

Saturday, 29 May 2021

Syarat Minimum Pengajuan Kepailitan

Syarat Minimum Pengajuan Kepailitan

Dengan berdasar pada pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang ("UU Kepailitan dan PKPU"), disebutkan didalam pasal tersebut;

"Debitur yang mempunyai dua atau lebih Kreditur dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan Putusan Pengadilan baik atas permohonan satu atau lebih Krediturnya";

Dari ketentuan pasal diatas cukup jelas bahwa pengajuan suatu kepailitan harus minimal terdapat 2 kreditor dimana terdapat satu utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih

Salam
Tim AHP|ADVOKAT






Sunday, 16 May 2021

Persyaratan Pengajuan PKPU dan Kepailitan

Persyaratan Pengajuan PKPU dan Kepailitan

Dalam utang piutang, kreditor memiliki hak untuk mengajukan PKPU atau Kepailitan terhadap debitor yang wanprestasi namun harus merujuk pada :

  1. Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang yang menyebutkan :“Debitor yang mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan Pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih Kreditornya.” 
  2. Di samping itu di dalam Pasal 8 ayat (4) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 disebutkan :“Permohonan pernyataan pailit harus dikabulkan apabila terdapat fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana bahwa persyaratan untukdinyalakan pailit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) telah dipenuhi.”

Salam

Tim AHP|ADVOKAT

Friday, 5 March 2021

Force Majeure & Akibat Hukumnya Dalam Pelaksanaan Kontrak

Force Majeure & Akibat Hukumnya Dalam Pelaksanaan Kontrak


Force Majeure dalam pelaksanaan suatu kontrak merupakan situasi / kondisi dari seorang debitur atau kreditor (para pihak) yang diluar kemampuannya (kondisi ketidakberdayaan) untuk melaksanakan kewajibannya karena keadaan/peristiwa yang tidak terduga. 

Keadaan/peristiwa tersebut sama sekali tidak dapat dimintakan pertanggungjawabannya kepada debitur atau para pihak sementara kondisi debitur/pihak yang tidak berdaya tersebut tidak  dalam keadaan beritikad buruk. Contoh beberapa peristiwa yang menyebabkan force majeure adalah terjadinya air bah, banjir badang, gempa bumi, meletusnya gunung merapi, mogok massal, kerusuhan, serta munculnya peraturan baru/kebijakan yang melarang pelaksanaan kewajiban dari kontrak.

Pasal 1244 & 1245 KUH Perdata mengartikan force majeure secara umum. Berdasarkan Pasal tersebut di atas, Force Majeure dapat terjadi disebabkan: 
1. karena sebab-sebab yang tidak terduga;
2. karena keadaan memaksa;
3. karena perbuatan tersebut dilarang.

Apabila force majeure terjadi terhadap pelaksanaan suatu kontrak yang mengakibatkan salah satu pihak atau para pihak tidak berdaya untuk melaksanakan prestasinya, maka para pihak dibebaskan melaksanakan kewajibannya masing-masing termasuk sanksi pengenaan ganti rugi  karena tidak dilaksanakannya kewajiban di dalam kontrak bersangkutan. 

Force majeure menurut Pakar Hukum Munir Fuady, dapat dibedakan atas:
  1. Force majeure yang objektif dan
  2. Force majeure yang subjektif, terjadi terhadap subjek dari perikatan itu serta
  3. Force majeure yang absolute, yaitu keadaan dimana prestasi oleh debitur tidak mungkin sama sekali dapat dipenuhi untuk dilaksanakan bagaimanapun keadaannya. 
  4. Force majeure yang relative, disebut juga dengan impracticality –merupakan kondisi dimana pemenuhan prestasi secara normal tidak lagi dapat dilaksanakan, walaupun secara tidak normal pada dasarnya masih bisa dilaksanakan. 
  5. Force Majeure yang permanent,
  6. Force majeure yang temporer adalah suatu force majeure dimana prestasi tidak mungkin dilakukan untuk sementara waktu, tetapi nanti nya masih mungkin dilakukan. 
Sumber :
Pendapat Ahli Hukum Munir Fuady
Pendapat Ahli Hukum Kontrak Komersial Rekan Advokat Aslam Fetra Hasan S.H.,C.LA.,C.P.L.S.,C.C.C.E.,C.C.L.S

Salam
Tim AHP|ADVOKAT

Thursday, 30 April 2020

PENGUSAHA WAJIB TAHU BEDA PKPU & KEPAILITAN

PENGUSAHA WAJIB TAHU BEDA PKPU & KEPAILITAN


Untuk Kepailitan, merujuk pada definisinya, kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas.

Sedangkan , PKPU yakni upaya debitur mengajukan permohonan ke pengadilan untuk menunda kewajiban pembayaran utang dengan maksud untuk mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran sebagian atau seluruh utang kepada kreditur.

Lebih lanjut, berikut terdapat empat perbedaan utama antara kepailitan dan PKPU. 
Pertama, dalam tahapan kepailitan mengenal adanya upaya hukum terhadap putusan majelis hakim Pengadilan Niaga, sedangkan PKPU tidak mengenal adanya upaya hukum apapun.
Dasar Hukum:
Merujuk pada Pasal 11 ayat (1) UU Nomor 37 Tahun 2004 memberi peluang kepada pemohon atau termohon mengajukan kasasi jika merasa tidak puas atas putusan majelis hakim Pengadilan Niaga. Setelah kasasi, pemohon atau termohon masih diberikan kesempatan untuk mengajukan peninjauan kembali atas putusan yang telah berkekuatan hukum tetap.


Kedua, UU Nomor 37 Tahun 2004 mengatur bahwa pengurusan atas harta debitur dalam kepailitan adalah kurator. Sementara dalam proses PKPU yang melakukan pengurusan harta debitor adalah pengurus.

Ketiga, dalam kepailitan, debitor kehilangan haknya untuk menguasai dan mengurus kekayaannya yang termasuk dalam harta pailit (boedel pailit) . Sedangkan dalam PKPU, debitor masih dapat melakukan pengurusan terhadap hartanya selama mendapatkan persetujuan dari pengurus (setiap tindakan oleh pengurus perseroan dalam menjalankan aktifitas usahanya harus diketahui dan mendapatkan persetujuan dari pengurus) 

Keempat, kepailitan tidak mengenal batas waktu tertentu terkait penyelesaian seluruh proses kepailitan setelah putusan Pengadilan Niaga. Sebaliknya, PKPU mengenal batas waktu yakni PKPU dan perpanjangannya tidak boleh melebihi 270 hari setelah putusan PKPU sementara diucapkan.

AHP|ADVOKAT berpengalaman dalam setiap penanganan perkara terkait kepailitan dan PKPU. Percayakan penyelesaian masalah anda kepada tim AHP|ADVOKAT. Segera hubungi:
Hp/WA: 081905057198
Email:a.f.hasanlawoffice@gmail.com

Saturday, 25 April 2020

Tinjauan Ringkas Hak Kreditor Pemegang Jaminan Kebendaan Dalam Kepailitan

Tinjauan Ringkas Hak Kreditor Pemegang Jaminan Kebendaan Dalam Kepailitan

Untuk jaminan Fidusia, Hak yang didahulukan dari kreditor penerima fidusia tidak hapus karena adanya kepailitan dan/atau likuidasi debitor pemberi fidusia.

Pemberian hak didahulukan kepada kreditor penerima fidusia merupakan perwujudan dari asas droit depreference yang tertuang dalam Pasal 1134 ayat (2) KUHPer yang berbunyi sebagaiberikut:
“Hak istimewa ialah suatu hak yang oleh undang-undang diberikan kepada seorang berpiutang sehingga tingkatnya lebih tinggi daripada orang yang berpiutang lainnya, semata-mata berdasarkan sifat piutangnya. Gadai dan hipotik (sekarang ini diperluas hingga setiap obyek jaminan kebendaan diantaranya Jaminan Fidusia dan Hak Tanggungan) adalah lebih tinggi daripada hak istimewa, kecuali dalam hal-hal di mana oleh Undang-Undang ditentukan sebaliknya. 

Dalam hal debitor pemberi fidusia dinyatakan pailit oleh putusan pengadilan niaga maka kreditor pemegang jaminan fidusia berkedudukan sebagai kreditor separatis, yaitu kreditor yang dipisahkan dari kreditor lainnya oleh sebab adanya jaminan kebendaan yang menjamin piutangnya. Lebih lanjut hak kreditor penerima fidusia dalam kepailitan diatur dalam Pasal 55 ayat (1) UU Kepailitan yang menyatakan sebagai berikut:
“Dengan tetap memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56, Pasal 57, dan Pasal 58, setiap kreditor pemegang gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek, atau hak agunan atas kebendaan lainnya, dapat mengeksekusi haknya seolah-olah tidak terjadi kepailitan.”

AHP|ADVOKAT
Registered Indonesian Advokat

Wednesday, 22 April 2020

Kompetensi Pengadilan Niaga VS Pengadilan Negeri:Salah Mengajukan Gugatan Akibatnya Gugatan Ditolak!! 

Kompetensi Pengadilan Niaga VS Pengadilan Negeri:Salah Mengajukan Gugatan Akibatnya Gugatan Ditolak!! 

Pengadilan Negeri tidak berwenang untuk mengadili perkara Kepailitan yang berkenaan dengan budel Pailit. 

Untuk pokok perkara gugatan sepanjang mengenai harta yang termasuk dalam budel pailit seharusnya gugatan diajukan ke Pengadilan Niaga.


Sesuai ketentuan Pasal 3 ayat (1) jo. Penjelasan Pasal 3 ayat (1) jo. Pasal 1 angka (7) Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, adalah :
- Pasal 3 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU, yang menyatakan : ‘Putusan atas Permohonan Pernyataan Pailit dan hal-hal lain yang berkaitan dengan dan/atau diatur dalam Undang-Undang ini, diputuskan oleh Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi daerah tempat kedudukan hukum debitor.’
- Pasal 1 angka (7) UU Kepailitan dan PKPU yang menyatakan : ‘Pengadilan adalah Pengadilan Niaga dalam ruang lingkup peradilan umum.’
- Penjelasan Pasal 3 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU, yang menyatakan : “Yang dimaksud dengan ‘hal-hal lain’ adalah antara lain:
- Actio Pauliana;
- Perlawanan Pihak Ketiga; atau
- Perkara dimana Debitor, Kreditor, Kurator atau Pengurus, menjadi salah satu pihak dalam perkara yang berkaitan dengan harta pailit;
- Termasuk gugatan Kurator terhadap Direksi yang menyebabkan Perseroan 
dinyatakan pailit karena kelalaiannya atau kesalahannya.


Kesimpulan :
Dengan mendasarkan pada Pasal 3 ayat (1) jo. Penjelasan Pasal 3 ayat (1) jo. Pasal 1 angka (7) Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, maka pengajuan ‘gugatan hal- hal lain’ utk kompetensi Pengadilan yang berwenang adalah Pengadilan Niaga.

AHP |ADVOKAT 

Tuesday, 2 July 2019

PENGIKATAN JAMINAN FIDUSIA dan EKSEKUSI JAMINAN FIDUSIA


PENGIKATAN JAMINAN FIDUSIA dan EKSEKUSI JAMINAN FIDUSIA

Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda.

Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak bewujud dan benda tidak bergerak khususnya Bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan Pemberi Fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan uang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada Penerima Fidusia terhadap kreditor lainnya.

Berdasarkan ketentuan diatas mengenai fidusia dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa obyek benda yang dibebani dengan jaminan fidusia ini semata-mata merupakan agunan bagi pelunasan utang kreditor dan tidak dimaksudkan untuk dimiliki oleh kreditor. Obyek jaminan fidusia secara fisik tetap berada dalam penguasaan debitor dan memberikan hak yang diutamakan bagi kreditor pemegang jaminan fidusia dari kreditor lainnya untuk dapat memperoleh pelunasan piutang dari debitor atas obyek jaminan fidusia.

Eksekusi Jaminan Fidusia

Dalam hal debitor wanprestasi, maka kreditor pemegang jaminan fidusia memiliki hak untuk mendapatkan pelunasan atas piutangnya. Eksekusi terhadap Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia dapat dilakukan dengan cara :
  • Pelaksanaan titel eksekutorial;
  • Penjualan Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia atas kekuasaan Penerima Fidusia sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan;
  • Penjualan di bawah tangan yang dilakukan berdasarkan kesepakatan Pemberi dan Penerima Fidusia jika dengan cara demikian dapat diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan para pihak.
Salam
AFH

Monday, 1 July 2019

ALTERNATIF PENGENDALIAN PIUTANG MACET

ALTERNATIF PENGENDALIAN PIUTANG MACET
 
Dalam berbisnis, piutang yang tidak berputar / macet maka menyebabkan cashflow keuangan terganggu. Tidak menjadi masalah apabila permodalan yang dimiliki kuat dan besar namun bila sebaliknya maka dengan modal yang kecil dan terbatas, perputaran bisnis / usaha yang berjalan lama kelamaan berpotensi untuk gulung tikar.
 
Guna mensikapi piutang yang macet ada beberapa langkah yang dapat diambil yakni dengan melakukan lelang obyek jaminan, pengetatan kegiatan penagihan dan dapat pula ditempuh upaya jual piutang yang disebut dengan Cessie
 
cessie dalam Pasal 613 ayat 1 KUHPerdata disebutkan sebagai penyerahan piutang-piutang atas nama dan kebendaan tak bertubuh lainnya (tak berwujud/intangible goods) yang dilakukan dengan membuat akta otentik atau akta di bawah tangan,
 
 
Menurut pendapat Subekti, Cessie adalah: “Suatu cara pemindahan piutang atas nama dimana piutang itu dijual oleh kreditur lama kepada orang yang nantinya menjadi kreditur baru, namun hubungan hukum utang piutang tersebut tidak hapus sedetikpun, tetapi dalam keseluruhannya dipindahkan kepada kreditur baru
 
Lebih lanjut mengenai cessie yakni , ayat 2 dari Pasal 613 KUHPerdata mensyaratkan penyerahan piutang tersebut diberitahukan secara resmi (beteekend) kepada debitor atau disetujui/diakui oleh debitor.
 
Salam
 
AFH
 
 
 
Kegiatan yang dilakukan Aslam Hasan & Partners
  1. Legal Due Diligence / Legal Audit dan memberikan Legal Opini untuk setiap transaksi yang akan, sedang maupun telah dilakukan oleh Klien
  2. Menjadi Penasehat Hukum bagi perorangan maupun perusahaan atau lembaga lain.
  3. Kegiatan Advokat (mendampingi Klien di Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan maupun di luar Pengadilan).
  4. Membantu membuat, menyusun dan menyiapkan Draft Perjanjian, Surat Kuasa, Memory of Understanding (MoU)
  5. Menyiapkan segala upaya penyelesaian hukum baik litigasi maupun non-litigasi.
  6. Menyelesaikan perselisihan/sengketa dibidang Pidana, Perdata, Tata Usaha Negara, Ketenagakerjaan dan Kepailitan
  7. Membantu pengurusan perijinan-perijinan yang berhubungan dengan perusahaan dan lain-lain.
  8. Membantu membuat permohonan kredit bank, Kelayakan Usaha, penanganan dan penyelesaian kredit bermasalah, peningkatan jaminan serta eksekusi jaminan.
  9. Khusus dibidang ketenagakerjaan kami menangani penyelesaian perselisihan perburuhan, pembuatan peraturan perusahaan (PP), membuat Kesepakatan Kerja Bersama (KKB), termasuk mendampingi dalam berbagai negosiasi.
Salam
AFH
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

MASIH MENGENAI VERZET

Verzet

Verzet yang merupakan salah satu upaya hukum tehadap putusan diluar hadirnya tergugat dapat dilakukan dalam tempo waktu 14 hari setelah putusan verztek diberitahukan atau disampaikan kepada pihak tergugat karena ketidak hadirannya secara patut dan sah. Syarat untuk dapat mengajukan verzet yakni:
  1. Adanya putusan verztek;
  2. Jangka waktu untuk mengajukan adalah tidak boleh melewati dari 14 hari dan jika ada eksekusi maka tidak boleh lebih dari 8 hari. Jangka waktu pengajuan ini harus benar-benar diperhatikan dan menjadi syarat utama karena sedikit lewatnya waktu yang ditentukan maka pengajuan verzet akan ditolak;
  3. Verzet diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri di wilayah hukum dimana pihak penggugat mengajukan gugatannya
Salam

AFH

Kegiatan yang dilakukan Aslam Hasan & Partners
  1. Legal Due Diligence / Legal Audit dan memberikan Legal Opini untuk setiap transaksi yang akan, sedang maupun telah dilakukan oleh Klien
  2. Menjadi Penasehat Hukum bagi perorangan maupun perusahaan atau lembaga lain.
  3. Kegiatan Advokat (mendampingi Klien di Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan maupun di luar Pengadilan).
  4. Membantu membuat, menyusun dan menyiapkan Draft Perjanjian, Surat Kuasa, Memory of Understanding (MoU)
  5. Menyiapkan segala upaya penyelesaian hukum baik litigasi maupun non-litigasi.
  6. Menyelesaikan perselisihan/sengketa dibidang Pidana, Perdata, Tata Usaha Negara, Ketenagakerjaan dan Kepailitan
  7. Membantu pengurusan perijinan-perijinan yang berhubungan dengan perusahaan dan lain-lain.
  8. Membantu membuat permohonan kredit bank, Kelayakan Usaha, penanganan dan penyelesaian kredit bermasalah, peningkatan jaminan serta eksekusi jaminan.
  9. Khusus dibidang ketenagakerjaan kami menangani penyelesaian perselisihan perburuhan, pembuatan peraturan perusahaan (PP), membuat Kesepakatan Kerja Bersama (KKB), termasuk mendampingi dalam berbagai negosiasi.
Salam
AFH
 

PERLAWANAN PIHAK KETIGA-MEMPERTAHANKAN HAK

PERLAWANAN PIHAK KETIGA-MEMPERTAHANKAN HAK-
Setiap hak harus dipertahankan kecuali bila memang hak yang dimilikinya memang mau dilepaskan, terhadap hak kepemilikan atas suatu barang yang nyata-nyatanya secara yuridis dimiliki oleh pihak Kreditor, nyatanya dalam praktek masih ada pihak Debitor yang menjamin ulangkan obyek jaminan tersebut kepada Kreditor lain, disaat wanprestasi dan obyek jaminan tersebut hendak disita oleh Kreditor (sebut saja kreditor B) melalui gugatan di pengadilan  maka ada suatu kepentingan hukum dari kreditor awal yang perlu diselamatkan bila piutangnya ingin aman. Dalam hukum acara perdata kita ada upaya yang dapat dilakukan yakni melalui Derden Verzet.
Derden Verzet adalah salah satu upaya hukum untuk mempertahankan hak di muka persidangan yang dilakukan oleh pihak ketiga (bukan pihak berperkara) karena merasa berkepentingan atas objek yang dipersengketakan. Pihak ketiga diluar pihak-pihak yang berperkara ini perlu / merasa berkepentingan untuk terlibat karena Obyek yang dipersengketakan akan disita atau dijual atau dilelang, maka dirinya berusaha untuk mempertahankan objek tersebut dengan alasan tidak hanya obyek sengketa merupakan hak miliknya tetapi juga dapat didasarkan pada hak-hak lainnya, seperti hak pakai, HGB, HGU, hak tanggungan, hak sewa, dan lain-lain.
Pihak ketiga dalam proses ini harus dapat membuktikan bahwa dirinya mempunyai alas hak atas barang yang dipersengketakan dan apabila ia berhasil membuktikan, maka ia akan dinyatakan sebagai pelawan yang benar demikian pula sebaliknya maka pelawan akan dinyatakan sebagai pelawan yang tidak benar atau pelawan yang tidak jujur
Salam
AFH
Kegiatan yang dilakukan Aslam Hasan & Partners
  1. Legal Due Diligence / Legal Audit dan memberikan Legal Opini untuk setiap transaksi yang akan, sedang maupun telah dilakukan oleh Klien
  2. Menjadi Penasehat Hukum bagi perorangan maupun perusahaan atau lembaga lain.
  3. Kegiatan Advokat (mendampingi Klien di Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan maupun di luar Pengadilan).
  4. Membantu membuat, menyusun dan menyiapkan Draft Perjanjian, Surat Kuasa, Memory of Understanding (MoU)
  5. Menyiapkan segala upaya penyelesaian hukum baik litigasi maupun non-litigasi.
  6. Menyelesaikan perselisihan/sengketa dibidang Pidana, Perdata, Tata Usaha Negara, Ketenagakerjaan dan Kepailitan
  7. Membantu pengurusan perijinan-perijinan yang berhubungan dengan perusahaan dan lain-lain.
  8. Membantu membuat permohonan kredit bank, Kelayakan Usaha, penanganan dan penyelesaian kredit bermasalah, peningkatan jaminan serta eksekusi jaminan.
  9. Khusus dibidang ketenagakerjaan kami menangani penyelesaian perselisihan perburuhan, pembuatan peraturan perusahaan (PP), membuat Kesepakatan Kerja Bersama (KKB), termasuk mendampingi dalam berbagai negosiasi.
Salam
AFH
 
 
 
 
 

Saturday, 29 June 2019

PERIHAL LELANG

PERIHAL LELANG

Lelang Eksekusi
Terhadap obyek jaminan kredit yang dibebani oleh jaminan Hak Tanggungan,apabila debitor cedera janji maka pihak Kreditor dapat melaksanakan haknya atas obyek jaminan kredit yang diikat Hak Tanggungan melalui:

1. Menjual obyek hak tanggungan dengan mekanisme parate eksekusi dengan merujuk dalam pasal 6 UU Hak Tanggungan;
2. Pelaksanaan titel eksekutorial yang terdapat dalam sertifikat Hak Tanggungan;
3. Penjualan di bawah tangan

Untuk eksekusi obyek jaminan hak tanggungan melalui lelang yang telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku maka eksekusi terhadap obyek jaminan tersebut tidak dapat dibatalkan. Dan dengan merujuk pada putusan Mahkamah Agung dalam perkara nomor 1068/K/Pdt/2008:
1. Lelang yang dilakukan berdasarkan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap tidak dapat dibatalkan;
2.Apabila dikemudian hari ada putusan yang bertentangan dengan putusan yang berkekuatan hukum tetap yang menjadi dasar lelang, maka pihak yang bersangkutan dapat menuntut ganti-rugi atas obyek sengketa dari pemohon lelang

Salam AFH

Kegiatan yang dilakukan Aslam Hasan & Partners

Legal Due Diligence / Legal Audit dan memberikan Legal Opini untuk setiap transaksi yang akan, sedang maupun telah dilakukan oleh Klien


Menjadi Penasehat Hukum bagi perorangan maupun perusahaan atau lembaga lain.


Kegiatan Advokat (mendampingi Klien di Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan maupun di luar Pengadilan).


Membantu membuat, menyusun dan menyiapkan Draft Perjanjian, Surat Kuasa, Memory of Understanding (MoU)


Menyiapkan segala upaya penyelesaian hukum baik litigasi maupun non-litigasi.


Menyelesaikan perselisihan/sengketa dibidang Pidana, Perdata, Tata Usaha Negara, Ketenagakerjaan dan Kepailitan


Membantu pengurusan perijinan-perijinan yang berhubungan dengan perusahaan dan lain-lain.


Membantu membuat permohonan kredit bank, Kelayakan Usaha, penanganan dan penyelesaian kredit bermasalah, peningkatan jaminan serta eksekusi jaminan.


Khusus dibidang ketenagakerjaan kami menangani penyelesaian perselisihan perburuhan, pembuatan peraturan perusahaan (PP), membuat Kesepakatan Kerja Bersama (KKB), termasuk mendampingi dalam berbagai negosiasi.


Wednesday, 19 December 2018

Ketika Direktur Utama Perusahaan Memberikan Jaminan Aset Pribadi Miliknya Untuk Fasilitas Kredit Dari Bank


Ketika Direktur Utama Perusahaan Memberikan Jaminan Aset Pribadi Miliknya Untuk Fasilitas Kredit Dari Bank

Dalam pemberian fasilitas kredit dimana pihak debitor diwakili oleh Direktur Utamanya yang bertindak untuk dan atas nama perseroan didalam menandatangani setiap perjanjian kredit yang ada dan disaat bersamaan dirinya selaku Dirut juga menjaminkan aset pribadi miliknya untuk kepentingan perseroan, bagaimanakah kedudukan hukum / status hukum dari jaminan yang diberikan oleh dirut tersebut bila dirinya mengundurkan diri? Apakah jaminan yang diberikan turut lepas dan tidak mengikat atau jaminan tetap menjadi hak Bank selaku kreditor sampai pinjaman lunas?

Problematika seperti diatas cukup jamak terjadi dalam kegiatan bisnis selama ini, status hukum dari subyek hukum dalam persoalan diatas akan menjadi dilematik dan ruwet bila masing-masing pihak saling mencampuradukkan persoalan yang ada. Yang perlu dijadikan pegangan agar persoalan diatas tetap menjadi jelas dan bukan merupakan isu yang pelik maka sedari awal sudah harus diketahui bahwa Seorang Dirut yang mewakili perseroan dalam suatu perbuatan hukum tetap dipandang sebagai 1 subyek Hukum. Dan disaat yang bersamaan dirinya juga memberikan jaminan kebendaan untuk jaminan fasilitas kredit juga dipandang sebagai 1 subyek Hukum (Kedudukan dirinya sebagai pemberi jaminan kebendaan).

Jadi dalam proses pemberian fasilitas kredit ada 3 subyek Hukum yang terlibat. Yakni Debitor, Kreditor dan Pemberi Jaminan. Seorang Dirut yang mewakili Debitor bila diberhentikan/ mengundurkan diri maka kedudukan dirinya selaku subyek hukum pemberi jaminan kebendaan tetaplah melekat dan tidak hapus selama pinjaman yang diberikan oleh Kreditor belum dilunasi oleh Debitor.
 
Salam
AFH

Sunday, 16 December 2018

Perlindungan Hukum Pihak Ketiga Atas Sita Jaminan terhadap Obyek Agunan Miliknya Oleh Pengadilan yang telah dibebani Jaminan Fidusia dan Hak Tanggungan

Perlindungan Hukum Pihak Ketiga Atas Sita Jaminan terhadap Obyek Agunan Miliknya Oleh Pengadilan yang telah dibebani Jaminan Fidusia dan Hak Tanggungan
Suatu kajian yang cukup menarik yang ditemukan oleh penulis selaku Advokat dalam praktek dilapangan selama ini dimana Obyek jaminan milik kreditor sebut saja" kreditor A "yang telah dibebani dengan jaminan fidusia dan Hak tanggungan nyatanya dapat disita jaminan oleh pengadilan akibat perseteruan antara Tergugat selaku debitor (dari Kreditor A) dengan penggugat selaku juga kreditor dari debitor (dari Kreditor A) sebut saja Kreditor B.

Apa upaya hukum / saluran hukum yang dapat ditempuh oleh kreditor A guna mengamankan obyek jaminannya?

Secara garis besar saja penulis selaku Advokat menjabarkan jalan keluarnya yakni bahwa berdasarkan praktik dilapangan dalam hal terdapat pihak-pihak (pihak ketiga) yang memiliki kepentingan atas obyek sengketa maka dapat mengajukan gugat perlawanan dalam bentuk derden verzet.

Derden Verzet dilakukan apabila putusan pengadilan merugikan pihak ketiga dalam hal ini kreditor A atas penguasaan obyek jaminan miiknya. Tujuan dari derden verzet ini adalah untuk agar supaya pengadilan menerbitkan penetapan yang berisi perintah pengangkatan sita terhadap obyek sengketa.

Terhadap obyek jaminan yang telah dibebani dengan Hak Tanggungan dan Jaminan Fidusia maka dengan merujuk pada ketentuan dari pasal 1ayat 1 UU Hak Tanggungan serta pasal 1 ayat 2 UU Jaminan Fidusia serta pasal 27 UU jaminan Fidusia bahwa kreditor A selaku pemegang Hak Tanggungan dan Jaminan Fidusia mempunyai hak preferen atas obyek jaminannya.

Dengan demikian terhadap obyek jaminan HT dan Fidusia karena telah dibebankan sebagai jaminan kebendaan maka tidak dapat diletakkkan sita jaminan.

Salam
Aslam Hasan

 

Monday, 22 October 2018

Hukum Kepailitan–In House Training- Tempat Masing-Masing


Hukum Kepailitan–In House Training- Tempat Masing-Masing
Tujuan
Pelatihan ini mempuyai tujuan sebagai berikut :
  1. Peserta diharapkan mampu dan mengerti mengenai teori hukum kepailitan secara jelas dan memahami proses serta alur penanganan hukum kepailitan.
  2. Peserta mampu mengimplementasikan pengetahuan dan ketrampilan yang telah dipelajari dari awal terjadi proses kepailitan sampai penyelesaian masalah kepailitan.
  3. Peserta diharapkan mampu dan terampil untuk menjalani dan mengikuti setiap proses PKPU dan kepailitan terhadap individu atau perusahaan yang ada.
MATERI
Pembahasan materi dilakukan oleh pakar yang berpengalaman dibidangnya dari latar belakang praktisi (Advokat, Kurator) dan akademisi yang disajikan secara jelas, bertahap sesuai perkembangan praktek yang ada dilapangan. Adapun materi yang ditawarkan sebagai berikut :
HUKUM PKPU dan Kepailitan (Pengertian, Syarat, Mengenal PKPU Lebih Dalam, Kewenangan Penyelesaian Pailit, Pernyataan pailit, prosedur kepailitan, peranan dan Fungsi Kurator, Studi Kasus)
 
 
Hubungi:
Hasan
HP / WA: 081905057198
Email:a.f.hasanlawoffice@gmail.com
Blog:hukumacara1.blogspot.com
 
 
 

Friday, 19 October 2018

Jaminan Piutang Dalam Pemberian Fasilitas Kredit


Jaminan Piutang Dalam Pemberian Fasilitas Kredit

Piutang usaha merupakan salah satu jaminan yang dapat diberikan oleh debitor kepada kreditor sebagai jaminan atas pelunasan piutang kreditor. Yang perlu diperhatikan bagi kreditor bahwa jaminan piutang yang diberikan oleh debitor harus dapat diverifikasi kebenaran dan keabsahannya agar pelaksanaan hak dari kreditor dalam hal debitor wanprestasi dapat terlaksana dengan baik.

Ada beberapa upaya verifikasi piutang yang dapat dilakukan oleh kreditor dalam mengamankan kredit yang telah disalurkannya diantaranya:

1.   Verifikasi piutang pada dasarnya dilakukan dalam rangka mengetahui kebenaran dari underlying jaminan piutang  yang diserahkan oleh debitor kepada kreditor;

2.   Verifikasi dilakukan sebelum pencairan pinjaman diberikan; 

3.    Minimal terdapat dokumen dari debitor untuk dapat dilakukan verifikasi oleh kreditor baik berupa copy invoice yang masih berlaku disertai dengan perjanjian2 yang terkait dengan pencairan pinjaman;

4.  Cara melakukan verifikasi salah satunya dapat juga dilakukan dengan trade checking atau dengan menelpon kepada bowheer dan menanyakan kebenaran dari invoice yang diterbitkan;

5.  Setelah dilakukan verifikasi dan diyakini kebenarannya, maka pencairan dapat dilakukan. Namun apabila hasil verifikasi mengindikasikan bahwa underlyng dokumen pencairan berupa invoice yang diterbitkan tidak benar / tidak sesuai, maka Bank dapat menolak permohonan pencairan yang diajukan.

Salam
Aslam hasan

Monday, 8 October 2018

Memaknai Dasar Kepailitan


Memaknai Dasar Kepailitan
Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang ("UU Kepailitan dan PKPU"), disebutkan didalam pasal tersebut;
"Debitur yang mempunyai dua atau lebih Kreditur dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan Putusan Pengdilan baik atas permohonan satu atau lebih Krediturnya";
 
Karena itu sesuai dengan Pasal 8 ayat (4) Undang-Undang Kepailitan dan PKPU, menyatakan:
"Permohonan pernyataan pailit harus dikabulkan apabila terdapat fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana bahwa persyaratan untuk dinyatakan pailit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) telah dipenuhi"
Sesuai dengan ketentuan pasal diatas apabila dilapangan masih disengketakan besaran utang-piutang yang ada serta masih memerlukan pembuktian lebih lanjut dalam artian belum jelas dan belum dapat dipastikan jumlah hutangnya yang sudah jatuh tempo dan dapat ditagih  maka sudah semestinya permohonan pailit ditolak apalagi didapatkan suatu fakta Pemohon Kepailitan hanya diajukan oleh satu orang Kreditur, dan dalam uraian permohonan tidak menyebut adanya Kreditur lain yang memiliki hutang telah jatuh tempo pembayarannya dan dapat ditagih,
Salam
Aslam Hasan

Pengajuan Perlawanan/Keberatan Atas Daftar Pembagian Hasil Pemberesan/Penjualan Harta Pailit Oleh Debitor Pailit!!


Pengajuan Perlawanan/Keberatan Atas Daftar Pembagian Hasil Pemberesan/Penjualan Harta Pailit Oleh Debitor Pailit!!
Setiap upaya hukum dalam proses kepalilitan dan PKPU selalu terbuka dan dapat diajukan oleh pihak-pihak yang berkeberatan namun nyatanya tidak semua pihak yang keberatan terhadap daftar pembagian hasil pemberesan/ penjualan harta pailit dapat mengajukan keberatan.Pihak manakah itu?
Sekali lagi penulis sampaikan selaku advokat yang acapkali membantu penangangan perkara-perkara kepaiitan bahwa didalam lapangan untuk penanganan perkara kepailitan tidak hanya berkutat dengan masalah waktu yang ketat namun juga aspek prosedural sangat penting. Beda sedikit maka upaya hukum yang diajukan dapat ditolak oleh majaelis Hakim.
Kali ini upaya hukum dilakukan oleh debitor pailit dalam hal Pengajuan Perlawanan/Keberatan Atas Daftar Pembagian Hasil Pemberesan/Penjualan Harta Pailit, apakah debitor pailit berwenang untuk mengajukan upaya hukum atas perkara aquo?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut dapat bersama-sama merujuk pada ketentuan pasal 192 ayat 1,ayat 2 dan ayat 3, pasal 193 ayat 1 dan pasal 196 ayat 1 UU Kepailitan dan PKPU maka dapat disimpulkan bahwa UU Kepailitan dan PKPU hanya menyebutkan keberatan/perlawanan hanya dapat diajukan oleh kreditor atau kurator sehingga dengan kata lain debitor pailit tidak memiliki kewenangan / kedudukan hukum sebagai pelawan
Salam
Aslam Hasan
 

Sunday, 30 September 2018

Renvoi Prosedur Konteks Kepailitan-Penetapan Nilai Piutang-

Renvoi Prosedur Konteks Kepailitan-Penetapan Nilai Piutang-
 
Cukup jamak renvoi prosedur mengenai bantahan adanya selisih nilai suatu piutang yang diajukan oleh debitor terhadap kreditor dengan dasar hukum mengacu pada pasal 127 ayat 1 dan pasal 132 ayat 1.
 
Dengan demikian bila mengacu kepada ketentuan 2 pasal tersebut diatas maka materi permohonan renvoi prosedur hanyalah mengenai adanya selisih nilai piutang yang terdapat dalam daftar piutang tetap.
 
Segala permohonan renvoi prosedur yang diajukan yang tidak sesuai dengan apa yang telah diatur dan ditetapkan oleh UU Kepailitan dan PKPU maka konsekuensi lebih lanjutnya adalah permohonan akan ditolak oleh majelis hakim.
 
Pasal 127 ayat(1): "(1) Dalam hal ada bantahan sedangkan Hakim Pengawas tidak dapat mendamaikan keduabelah pihak, sekalipun perselisihan tersebut telah diajukan ke pengadilan, Hakim Pengawas memerintahkan kepada kedua belah pihak untuk menyelesaikan perselisihan tersebut di pengadilan";
 
Pasal 132 ayat(1): "(1) Debitor Pailit berhak membantah atas diterimanya suatu piutang baik seluruhnya maupun sebagian atau membantah adanya peringkat piutang dengan mengemukakan alasan secara sederhana"; 
 
Salam
Aslam Hasan