Wednesday, 5 February 2025

Bukti Fisik dan Argumentasi Hukum

Bukti fisik merupakan jenis bukti yang dapat dilihat, diraba, atau diukur, dan umumnya dianggap sebagai salah satu bentuk bukti yang paling kuat dalam proses pembuktian. Berikut ini beberapa cara di mana bukti fisik memberikan dukungan yang konkret dan signifikan bagi argumentasi hukum:

# 1. Konkret dan Terukur

Bukti fisik, diantaranya seperti senjata, dokumen tertulis, atau rekaman video, memiliki sifat yang nyata dan dapat diukur. Hal ini berarti bahwa bukti tersebut tidak bergantung pada interpretasi subjektif, melainkan dapat dilihat dan dianalisis secara langsung. Sebagai contoh, senjata yang ditemukan di lokasi kejadian dapat diuji untuk mendapatkan DNA atau sidik jari, sehingga memberikan bukti yang jelas mengenai keterlibatan seseorang dalam kejahatan.

# 2. Mendukung Kesaksian

Bukti fisik dapat berfungsi untuk mendukung atau membantah kesaksian yang diberikan oleh saksi. Contohnya, jika seorang saksi mengklaim melihat seseorang di lokasi kejadian, rekaman video dari kamera pengawas dapat memberikan bukti visual yang menguatkan atau menentang klaim tersebut. Dengan demikian, bukti fisik dapat meningkatkan kredibilitas kesaksian atau mengungkapkan ketidakakuratan dalam pernyataan saksi.

# 3. Menunjukkan Keterkaitan

Bukti fisik dapat digunakan untuk menunjukkan keterkaitan antara terdakwa dan kejahatan yang dituduhkan. Misalnya, jika pakaian atau barang pribadi ditemukan di lokasi kejadian dan dapat dihubungkan dengan terdakwa, bukti ini dapat menjadi penunjang kuat bahwa terdakwa terlibat dalam kejahatan tersebut. Keterkaitan ini dapat dibuktikan melalui analisis forensik atau bukti lain yang mengaitkan terdakwa dengan barang bukti tersebut.

# 4. Membuktikan Kejadian atau Kronologi

Bukti fisik juga dapat membantu dalam membangun kronologi kejadian. Sebagai contoh, jejak kaki, sidik jari, atau barang bukti yang ditemukan di lokasi kejadian dapat memberikan informasi mengenai urutan peristiwa. Dengan mengumpulkan dan menganalisis bukti fisik, pengacara dapat menyusun narasi yang jelas tentang apa yang terjadi dan kapan, yang akan mendukung argumentasi hukum mereka.

# 5. Mengurangi Keraguan

Bukti fisik yang kuat memiliki kemampuan untuk mengurangi keraguan yang mungkin ada di pikiran hakim atau juri. Ketika bukti fisik yang jelas dan konkret disajikan, ini dapat memberikan keyakinan tambahan bahwa klaim yang diajukan oleh pihak penuntut atau pembela adalah benar. Sebagai contoh, jika DNA seorang terdakwa ditemukan di lokasi kejadian, ini dapat menjadi bukti yang sangat kuat bahwa mereka terlibat dalam kejahatan tersebut.

# 6. Dapat Diterima di Pengadilan

Bukti fisik biasanya lebih mudah diterima di pengadilan dibandingkan bukti yang bersifat subjektif, seperti kesaksian saksi yang mungkin dipengaruhi oleh bias atau ketidakakuratan ingatan. Pengacara dapat memanfaatkan bukti fisik untuk membangun argumen yang lebih solid dan meyakinkan, karena bukti tersebut dapat diverifikasi dan diuji.

# Kesimpulan

Secara keseluruhan, bukti fisik memberikan dukungan yang kuat dan konkret bagi argumen hukum berkat sifatnya yang dapat diukur, kemampuannya untuk mendukung atau membantah kesaksian, serta kemampuannya untuk menunjukkan keterkaitan dan membangun kronologi kejadian. Oleh karena itu, bukti fisik memegang peranan penting dalam proses hukum dan dapat menjadi faktor penentu dalam hasil suatu kasus.

salam

AHP Advokat

Tuesday, 4 February 2025

Hearsay Rule (Testimonium Auditu Excluditur)

Hearsay Rule (Testimonium Auditu Excluditur)

Aturan hearsay menyatakan bahwa pernyataan yang dibuat di luar pengadilan, yang dikenal sebagai hearsay, umumnya tidak dapat diterima sebagai bukti dalam proses hukum. Ada beberapa alasan yang mendasari hal ini, terutama terkait dengan keandalan dan validitas bukti tersebut.

Keandalan Bukti: Aturan ini dirancang untuk memastikan bahwa hanya bukti yang dapat dipertanggungjawabkan dan bisa diuji kebenarannya yang diizinkan dalam pengadilan. Bukti yang dapat diuji kebenarannya adalah bukti yang bisa diperiksa dan diverifikasi melalui proses hukum, termasuk pemeriksaan silang oleh pihak-pihak yang terlibat.

Keterbatasan Pemeriksaan Silang: Hearsay dianggap tidak dapat diandalkan karena pernyataan tersebut tidak bisa diuji melalui pemeriksaan silang. Pemeriksaan silang adalah proses di mana seorang pengacara dapat mengajukan pertanyaan kepada saksi untuk menguji keakuratan, konsistensi, dan kredibilitas dari pernyataan yang diberikan. Dalam kasus hearsay, saksi yang membuat pernyataan tersebut tidak hadir di pengadilan untuk memberikan penjelasan atau membela pernyataannya, sehingga menurunkan kemampuan pihak lain untuk menilai kebenaran dari pernyataan tersebut.

Risiko Kesalahan: Mengingat hearsay melibatkan pernyataan yang disampaikan oleh pihak ketiga yang tidak hadir, terdapat risiko bahwa informasi yang disampaikan mungkin tidak akurat atau bisa dipengaruhi oleh bias. Hal ini berpotensi menyebabkan kesalahan dalam penilaian fakta-fakta relevan dalam sebuah kasus.

Rujukan Penulisan:
1. Dr. Neel Mani Tripathi
2. Advokat Aslam Fetra Hasan

salam

AHP Advokat

Penerapan Alat Bukti Asli Pembuktian

Pentingnya Penerapan Alat Bukti Tertulis Asli Dalam Proses Hukum 

Dalam sistem proses  peradilan perdata, dalam hukum acara pembuktian prinsip keaslian alat bukti memiliki peranan yang sangat penting guna memastikan keadilan dan akurasi dalam pengambilan keputusan. Sesuai dengan prinsip ini, setiap bukti yang diajukan di pengadilan haruslah yang paling akurat dan dapat diandalkan. Sebagai contoh, dalam kasus kontrak tertulis, dokumen asli wajib disajikan sebagai bukti, bukan hanya mengandalkan kesaksian saksi mengenai isi dokumen tersebut.

Pengadilan berhak menolak bukti sekunder, seperti fotokopi, kecuali ada alasan yang sah yang mengakibatkan tidak tersedianya dokumen asli, seperti kehilangan atau penghancuran. Oleh karena itu, pengacara memiliki tanggung jawab untuk menjaga dan melindungi dokumen asli yang berkaitan dengan perkara yang ditangani. Apabila dokumen asli tidak dapat disajikan, pengacara harus berusaha untuk mendapatkan salinan yang disertifikasi, yang diakui sebagai salinan resmi dan dapat dipercaya.

Dengan menekankan bukti yang tidak terdistorsi dan dapat dipertanggungjawabkan, penerapan prinsip bukti terbaik ini memiliki tujuan untuk menjaga integritas proses hukum. Ini memastikan bahwa keputusan yang diambil oleh pengadilan didasarkan pada fakta yang jelas dan akurat, sehingga menciptakan keadilan bagi semua pihak yang terlibat dalam proses hukum.

Rujukan Penulisan:
1. Dr. Neel Mani Tripathi
2. Advokat Aslam Fetra Hasan

Salam

AHP Advokat


Saturday, 1 February 2025

Aturan Hukum Mengenai Hibah Tanah

Aturan Hukum mengenai Hibah Atas Tanah : Bagian 1

Dasar Hukum

  1. Pasal 26 UU No 5 Tahun 1960
  2. Pasal 37 Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997
  3. Pasal 112 Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997
  4.  Pasal 1666-1693 KUH Perdata

Dengan merujuk kepada ketentuan dalam Pasal 26 UU No 5 Tahun 1960, Hibah merupakan salah satu alas hak untuk memindahkan kepemilikan hak milik. Lebih lanjut pengaturannya sebagaimana dimuat dalam Pasal 37 Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 jo pasal Pasal 112 Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997.

Pasal 37 Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997: Peralihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun melalui jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hak melalui lelang hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 112 Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 sbb:

Dalam hal pewarisan disertai dengan hibah wasiat, maka: 

a. jika hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang dihibahkan sudah tertentu, maka pendaftaran peralihan haknya dilakukan atas permohonan penerima hibah dengan melampirkan:

1) sertipikat hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun atas nama pewaris, atau apabila hak atas tanah yang dihibahkan belum terdaftar, bukti pemilikan tanah atas nama pemberi hibah sebagaimana dimaksud Pasal 24 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997;

2) surat kematian pemberi hibah wasiat dari Kepala Desa/Lurah tempat tinggal pemberi hibah wasiat tersebut waktu meninggal dunia, rumah sakit, petugas kesehatan, atau intansi lain yang berwenang;

3) a) Putusan Pengadilan atau Penetapan Hakim/Ketua Pengadilan mengenai pembagian harta waris yang memuat penunjukan hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang bersangkutan sebagai telah dihibah wasiatkan kepada pemohon, atau

b) Akta PPAT mengenai hibah yang dilakukan oleh Pelaksana Wasiat atas nama pemberi hibah wasiat sebagai pelaksanaan dari wasiat yang dikuasakan pelaksanaannya kepada Pelaksana Wasiat tersebut,

atau

c) akta pembagian waris sebagaimana dimaksud dalam Pasal 111 ayat (2) yang memuat penunjukan hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang bersangkutan sebagai telah dihibah wasiatkan kepada pemohon,

4) surat kuasa tertulis dari penerima hibah apabila yang mengajukan permohonan pendaftaran peralihan hak bukan penerima hibah;

5) bukti identitas penerima hibah;

6) bukti pelunasan pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan  sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 1997, dalam hal bea tersebut terutang;

7) bukti pelunasan pembayaran PPh sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 dan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1996, dalam hal pajak tersebut terutang.

b.  jika hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang dihibahkan belum tertentu, maka pendaftaran peralihan haknya dilakukan kepada para ahli waris dan penerima hibah wasiat sebagai harta bersama

 

Selanjutnya dengan merujuk kepada ketentuan dalam KUHP Perdata pasal 1666-1693 KUH Perdata seperangkat aturan mengenai Hibah dan tatacaranya juga diatur secara rinci.Beraap pasal yang menjadi sorotan bersama.

Pasal 1666 KUH Perdata:

Penghibahan adalah suatu persetujuan dengan mana seorang penghibah menyerahkan suatu barang secara cuma-cuma, tanpa dapat menariknya kembali, untuk kepentingan seseorang yang menerima penyerahan barang itu. Undang-undang hanya mengakui penghibahan- penghibahan antara orang-orang yang masih hidup

Penjelasan:

Pasal 1666 KUH Perdata menjelaskan tentang penghibahan sebagai berikut:

1.Definisi Penghibahan: Penghibahan merupakn perjanjian di mana seorang penghibah menyerahkan barang kepada penerima hibah secara cuma-cuma, tanpa mengharapkan imbalan atau pembayaran.

2. Tanpa Dapat Menarik Kembali: bahwa penghibah tidak dapat menarik kembali barang yang telah dihibahkan setelah penyerahan dilakukan.

3. Kepentingan Penerima: Penghibahan dilakukan untuk kepentingan penerima hibah

4. Penghibahan Antara Orang Hidup: Pasal ini juga menegaskan bahwa undang-undang hanya mengakui penghibahan yang dilakukan antara orang-orang yang masih hidup.

Secara keseluruhan, Pasal 1666 KUH Perdata memberikan kerangka hukum mengenai definisi penghibahan, menekankan sifat sukarela, ketidakmampuan untuk menarik kembali, dan batasan bahwa penghibahan hanya berlaku antara orang yang masih hidup.

Salam

Tim AHP Advokat