Thursday, 11 February 2021

Perihal Eksekusi Pengosongan Obyek Lelang

Perihal Eksekusi Pengosongan Obyek Lelang


Eksekusi Pengosongan atas tanah/tanah dan rumah yang masih ditempati/dikuasai oleh tersita/terlelang, maka pelaksanaan pengosongan merujuk kepada ketentuan Pasal 200 (11) HIR atau Pasal 218 ayat (2) RBg. 

Apabila terlelang /tersita tidak bersedia untuk menyerahkan tanah/tanah dan rumah itu secara sukarela dalam keadaan kosong dan baik, maka dilakukan upaya paksa. Pihak terlelang dan keluarganya beserta barang-barang yang berada di dalam objek lelang akan dikeluarkan secara paksa. 

Pengadilan atau pemenang lelang atau pemohon eksekusi dapat meminta bantuan dari lembaga Kepolisian dengan melibatkan Aparat Pemerintah setempat (Muspika).

Salam
AHP|ADVOKAT

Tuesday, 9 February 2021

Transaksi Jual-Beli Property

 Transaksi Jual-Beli Property

Pengaturan tentang Jual beli terdapat pada Bab kelima, Pasal 1457 KUH Perdata "Jual beli adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu barang, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang dijanjikan" dan menurut Subekti dalam bukunya Aneka Perjanjian (1995:  

1) “... adalah suatu perjanjian bertimbal balik dalam mana pihak yang satu (si penjual) berjanji untuk menyerahkan hak milik atas suatu barang, sedang pihak yang lainnya (si pembeli) berjanji untuk membayar harga yang terdiri atas sejumlah uang sebagai imbalan dari perolehan hak milik tersebut”

Dalam transaksi jual beli ini menurut KUH Perdata diatas adalah belum terdapat adanya pemindahan/peralihan hak milik. Hak milik baru berpindah /beralih dengan dilakukannya suatu perbuatan hukum atau perbuatan yuridis yang disebut sebagai ”penyerahan”.

Dalam transaksi jual beli property maka bentuk penyerahan dilakukan dengan perbuatan yang disebut ”balik nama” dihadapan PPAT. 

Salam

AHP|ADVOKAT


Friday, 22 January 2021

Aturan Hukum Prosedur & Persyaratan Pendirian PT. PMA Di Indonesia

Aturan Hukum Prosedur & Persyaratan Pendirian PT. PMA Di Indonesia

Penanaman modal / Investasi asing dalam turut serta berusaha di Indonesia dapat dilakukan dengan menggunakan modal asing 100% atau sebagian modal dalam negeri dengan mendirikan PT Penanaman Modal Asing (PT PMA)

PT Penanaman Modal Asing, yang seringkali disingkat sebagai “PT PMA” dapat dilakukan dengan kepemilikan saham pada saat pendirian perusahaan atau pembelian saham dalam perusahaan yang sudah didirikan baik PT maupun PT PMA.

Berikut beberapa peraturan yang harus diperhatikan oleh investor asing yang akan melakukan investasi di Indonesia (pendirian PT PMA) adalah sebagai berikut:

1.Daftar Negatif Investasi sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden No. 39 tahun 2014 tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup Dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan Di Bidang Penanaman Modal (“Daftar Negatif Investasi”), yang mengatur:

a.daftar bidang usaha yang tertutup untuk investasi (baik untuk investor domestik maupun asing); dan

b.daftar bidang usaha yang terbuka bagi investor asing, adapun bidang usaha tersebut tunduk pada beberapa pembatasan.

2. Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI). Peraturan ini menjelaskan secara rinci mengenai lingkup masing-masing bidang usaha berdasarkan nomor KBLI. Peraturan ini cukup penting dan harus dijadikan perhatian bagi investor asing untuk mengecek apakah pendirian PT PMA mereka di Indonesia tunduk pada pembatasan berdasarkan Daftar Negatif Investasi.

3. Pedoman dan prosedur perizinan dan non perizinan investasi modal asing di Indonesia yang dimuat dalam peraturan kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Indonesia (BKPM), No. 5 Tahun 2013 yang telah diubah dengan peraturan BKPM No. 12 Tahun 2013 tentang Pedoman dan Tata Cara Perizinan dan Nonperizinan Penanaman Modal (“Perka BKPM”).

Lebih lanjut dijabarkan Dokumen perizinan/pendirian yang diperlukan bagi investor asing untuk pendirian PT PMA di Indonesia sebagai berikut:

  1. Izin Prinsip dari BKPM;
  2. Akta Pendirian PT PMA yang dari Notaris;
  3. Keputusan Menteri tentang pengesahan status badan hukum PT PMA dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia;
  4. NIB;
  5. NPWP dan keterangan Pengusaha Kena Pajak (PKP) dari kantor pajak;
  6. Izin Usaha dari BKPM;
  7. Tanda Daftar Perusahaan dari instansi untuk pelayanan perizinan terpadu (BPPT); dan
  8. Wajib lapor ketenagakerjaan dan laporan kesejahteraan dari sub departemen di Kementerian Ketenagakerjaan.
Salam
AHP|ADVOKAT

Monday, 14 December 2020

KLARIFIKASI ATAS FITNAH DAN PENCEMARAN NAMA BAIK TERHADAP SAUDARA ASLAM

KLARIFIKASI ATAS FITNAH DAN PENCEMARAN NAMA BAIK TERHADAP SAUDARA ASLAM


Kami selaku tim AHP|ADVOKAT akan memberikan klarifikasi dan bantahan keras atas fitnah dan pencemaran nama baik terhadap saudara Aslam yang dilakukan oleh oknum salah satu pengelola situs penjual jasa konsultasi Hukum.

Sudah jamak terjadi bilamana suatu negosiasi /penawaran kerjasama bila tidak terjadi kesepakatan maka kerjasama tidak/belum dapat dilanjutkan. 
Suatu penawaran kerjasama yang tidak deal apakah itu suatu penipuan? 

Apakah suatu negosiasi kerjasama yang tidak sepakat apakah itu suatu penawaran kerjasama yang palsu??

Alhamdulillah Allah SWT menyelamatkan kami semua oleh aksi oknum tersebut untuk lanjut bekerjasama dengannya. Belum sepakat bekerjasama saja sudah seperti itu apalagi bila sudah bekerjasama??

Setidaknya masyarakat umum sudah dapat menilai dan tetap waspada terhadap aksi aksi oknum tersebut. 

Terhadap masyarakat umum atau siapapun selaku korban pelaku fitnah dan pencemaran nama baik dapat melaporkan kepada pihak kepolisian dengan mendasarkan laporannya pada Pasal 310 ayat (1) KUHP,Pasal 311 ayat (1 KUHP), Pasal 27 ayat (3) UU ITE, Pasal 45 ayat (1) UU ITE, Pasal 36 UU ITE dan Pasal 51 ayat (2) UU ITE;

Sudah selayaknya bagi setiap pelaku tindak pidana penghinaan,pencemaran nama baik dan fitnah dijerat seberat-beratnya dengan hukuman yang berlapis.

Salam

Sunday, 8 November 2020

Perlindungan Bagi Korban Pelaku Tindak Pidana Penghinaan,Pencemaran Nama Baik dan Fitnah

Perlindungan Bagi Korban Pelaku Penghinaan, Penistaan, dan atau Fitnah Orang Lain Menurut Hukum yang Berlaku di Indonesia




Latar Belakang
Dalam kehidupan dan interaksi sosial tidak jarang terjadi ketersinggungan yang membawa suatu penghinaan, pencemaran nama baik dan  fitnah. Ucapan secara lisan yang tidak terkontrol maupun ungkapan kebencian secara tertulis dengan maksud mencemarkan nama baik dan atau fitnah dilakukan secara serampangan tanpa berpikir panjang bahwa tindakannya dapat dijerat ancaman pidana dan denda.

Dasar Hukum Menjerat Pelaku Penghinaan,Pencemaran Nama Baik dan atau Fitnah
Bagi pelaku pencemaran nama baik dan fitnah dapat dilaporkan kepada Pihak Kepolisan dengan merujuk pada beberapa dasar hukum sbb:
Seorang pelaku fitnah dapat dijerat Pasal 311 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”):
“Barangsiapa melakukan kejahatan menista atau menista dengan tulisan, dalam hal ia diizinkan untuk membuktikan tuduhannya itu, jika ia tidak dapat membuktikan dan jika tuduhan itu dilakukannya sedang diketahuinya tidak benar, dihukum karena salah memfitnah dengan hukum penjara selama-lamanya empat tahun
Ketentuan dalam Pasal 311 ayat (1) diatas juga dikaitkan dengan ketentuan pasal sebelumnya yakni pada Pasal 310 ayat (1) KUHP, yang berbunyi sebagai berikut:
“Barangsiapa sengaja merusak kehormatan atau nama baik seseorang dengan jalan menuduh dia melakukan sesuatu perbuatan dengan maksud yang nyata akan tersiarnya tuduhan itu, dihukum karena menista, dengan hukuman penjara selama-lamanya sembilan bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp 4.500,-“

Lebih lanjut secara khusus pelaku fitnah juga dapat dijerat dengan UU ITE sbb:
Ancaman Pidana Pelaku Penghinaan dalam UU ITE.Perbuatan Penghinaan, Menista atau Memfitnah di laman internet,Google, Media Sosial seperti di Facebook, WhatsApp, Instagram, YouTube, Twitter, Line dan sebagainya, ancaman pidananya:

1. Pasal 27 ayat 3 UU ITE yang memiliki korelasi dengan Pasal 310 KUHP dan Pasal 311 KUHP. Pasal 27 ayat 3 UU ITE ini memuat unsur “yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik” 

Keberlakuan dan tafsir Pasal 27 ayat (3) UU ITE tidak dapat dipisahkan dari norma hukum Pasal 310 KUHP dan Pasal 311 KUHP. Salah satu pertimbangan Mahkamah Konstitusi dalam putusan perkara No. 50/PUU-VI/2008 atas judicial review pasal 27 ayat (3) UU ITE terhadap UUD 1945. Mahkamah Konstitusi menyimpulkan bahwa nama baik dan kehormatan seseorang patut dilindungi oleh hukum yang berlaku, sehingga Pasal 27 ayat (3) UU ITE tidak melanggar nilai-nilai demokrasi, hak azasi manusia, dan prinsip-prinsip negara hukum. Pasal 27 ayat (3) UU ITE adalah Konstitusional.

2. Pasal 45 ayat 1 UU ITE  Menyatakan sebagai berikut: ayat 1 “Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/ atau denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)”,

3. Pasal 36 UU ITE dikaitkan dengan Ketentuan Pasal 51 ayat (2)
"Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan perbuatan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 27 sampai Pasal 34 yang mengakibatkan kerugian bagi orang lain"

4. Pasal 51 ayat (2) UU ITE. Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana damasked dalam Pasal 36 dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah). 

Kesimpulan
1. Para korban pelaku tindak pidana pencemaran nama baik,penghinaan maupun fitnah dapat melaporkan kepada pihak kepolisian dengan mendasarkan laporannya pada Pasal 310 ayat (1) KUHP,Pasal 311 ayat (1 KUHP), Pasal 27 ayat (3) UU ITE, Pasal 45 ayat (1) UU ITE, Pasal 36 UU ITE dan Pasal 51 ayat (2) UU ITE;

2. Sudah selayaknya bagi setiap pelaku tindak pidana penghinaan,pencemaran nama baik dan fitnah dijerat seberat-beratnya dengan hukuman yang berlapis.

Salam

Sumber:
UU ITE
KUHP



PERBUATAN MELAWAN HUKUM

PERBUATAN MELAWAN HUKUM



Perbuatan Melawan Hukum diatur dalam Pasal 1365 KUHPerdata sebagai berikut: 

“Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk mengganti kerugian tersebut”; 

Ganti rugi sesuai dengan Pasal 1365 KUH Perdata, apabila unsur-unsur di bawah ini terpenuhi yakni: 

(a) adanya perbuatan yang bersifat melanggar hukum, yang menurut yurisprudensi tetap adalah: 

(i) perbuatan yang bertentangan dengan kewajiban hukum si pembuat; atau 

(ii) perbuatan yang melanggar hak subyektif orang lain; atau  

(iii) perbuatan yang melanggar kaidah tata susila; atau 

(iv)perbuatan yang bertentangan dengan asas kepatutan, ketelitian serta sikap hati-hati yang seharusnya dimiliki seseorang dalam pergaulan dengan sesama warga masyarakat atau terhadap harta benda orang lain; 

(b) adanya kerugian yang disebabkan oleh perbuatan melawan hukum; 

(c) adanya kesalahan pada si pembuat; dan 

(d)adanya hubungan kausal antara perbuatan dengan kerugian; 

Salam
Sumber gambar:

Thursday, 25 June 2020

ASAS PEMISAHAN HORISONTAL

ASAS PEMISAHAN HORISONTAL

Hukum Property di Indonesia menganut Asas pemisahan horisontal, dalam Asas ini berarti antara tanah dan bangunan yang berada diatasnya bukan merupakan satu kesatuan / terpisah. Dengan adanya pemisahan ini masing-masing bagian dari Property tersebut mempunyai pembagian hak atasnya.

Dalam prakteknya banyak ditemui tanah dengan status Hak Milik dan bangunan yang berdiri diatasnya memiliki status HGB ataupun hak pakai, beberapa didaerah perkotaan juga masih banyak ditemui tanah dengan status Hak pakai namun yang berdiri bangunan diatasnya memiliki sertifikat berupa HGB. 

Salam
AHP|ADVOKAT 

Sumber gambar:

https://mirdinatajaka.blogspot.com/2017/05/asas-perlekatan-dan-asas-pemisahan.html?m=1