Monday, 9 May 2016

PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL


PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL
Berikut ini diuraikan beberapa pengertian, Jenis, Bentuk dari Perselisihan Hubungan Industrial dengan mengacu pada ketentuan UU No.2 Tahun 2004
Perselisihan Hubungan Industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan
 
JENIS-JENIS PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL
 
Perselisihan hak adalah perselisihan yang timbul karena tidak dipenuhinya hak akibat adanya perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, perjanjian kerja, peraturan perusa-haan, atau perjanjian kerja bersama.
 
Perselisihan kepentingan adalah perselisihan yang timbul dalam hubungan kerja karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pembuatan, dan/atau perubahan syarat-syarat kerja yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, atau peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
 
Perselisihan pemutusan hubungan kerja adalah perselisihan yang timbul karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan oleh salah satu pihak.
 
 Perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh adalah perselisihan antara serikat pekerja/serikat buruh dengan serikat pekerja/serikat buruh lain hanya dalam satu perusahaan, karena tidak adanya persesuaian paham mengenai keanggotaan, pelaksanaan hak, dan kewajiban keserikatpekerjaan
 
BENTUK-BENTUK PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL
Perundingan bipartit adalah perundingan antara pekerja/ buruh atau serikat pekerja/serikat buruh dengan pengusaha untuk menyelesaikan perselisihan hubungan industrial.
 
Mediasi Hubungan Industrial yang selanjutnya disebut mediasi adalah penyelesaian perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih mediator yang netral.
 
Konsiliasi Hubungan Industrial yang selanjutnya disebut konsiliasi adalah penyelesaian perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja atau perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih konsiliator yang netral.
 
Arbitrase Hubungan Industrial yang selanjutnya disebut arbitrase adalah penyelesaian suatu perselisihan kepentingan, dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan, di luar Pengadilan Hubungan Industrial melalui kesepakatan tertulis dari para pihak yang berselisih untuk menyerahkan penyelesaian perselisihan kepada arbiter yang putusannya mengikat para pihak dan bersifat final.
 
PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL
 Pengadilan Hubungan Industrial bertugas dan berwenang memeriksa dan memutus :
  1. di tingkat pertama mengenai perselisihan hak;
  2. di tingkat pertama dan terakhir mengenai perselisihan kepentingan;
  3. di tingkat pertama mengenai perselisihan pemutusan hubungan kerja;
  4. di tingkat pertama dan terakhir mengenai perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan
Sumber:
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL
 
Salam

Adv. Aslam Fetra Hasan S.H.,C.L.A
HP/WA: 081905057198
BBM: 227D528D
Email: a.f.hasanlawoffice@gmail.com
Blog: hukumacara1.blogspot.co.id
 
 

Tuesday, 5 April 2016

EKSEKUSI JAMINAN FIDUSIA

PERIHAL EKSEKUSI JAMINAN FIDUSIA
Dalam kegiatan pembiayaan kredit, pengikatan jaminan  atas pembiayaan yang diberikan oleh Kreditur kepada debitur dapat berupa Gadai, Hak Tanggungan atau Fidusia.

Fidusia pengaturannya terdapat dalam Undang-Undang No 42 Tahun 1999. Didalam Undang-Undang tersebut pengertian dari Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda sedangkan untuk Jaminan Fidusia pengertiannya adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak bewujud dan benda tidak bergerak khususnya Bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksuddalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan Pemberi Fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan uang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada Penerima Fidusia terhadap kreditor lainnya.
 
Dalam pemaparan kali ini pembahasan hanya difokuskan pada upaya eksekusi terhadap benda yang diikat dengan Fidusia. Eksekusi atas obyek jaminan fidusia dapat dilakukan dengan:
  • Pelaksanaan titel eksekutorial oleh Penerima Fidusia
  • Penjualan Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia atas kekuasaan Penerima Fidusia sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan
  • Penjualan di bawah tangan yang dilakukan berdasarkan kesepakatan Pemberi dan Penerima Fidusia jika dengan cara demikian dapat diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan para pihak
  • Pelaksanaan penjualan dibawah tangan dilakukan setelah lewat waktu 1 (satu) bulan sejak diberitahukan secara tertulis oleh Pemberi dan atau Penerima Fidusia kepada pihak-pihak yang berkepentingan dan diumumkan sedikitnya dalam 2 (dua) surat kabar yang beredar di daerah yang bersangkutan
  • Pemberi Fidusia wajib menyerahkan Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia dalam rangka pelaksanaan eksekusi Jaminan Fidusia
  • Dalam hal Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia terdiri atas benda perdagangan atau efek yang dapat dijual di pasar atau di bursa, penjualannya dapat dilakukan di tempat-tempat tersebut sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku
  • Dalam hal hasil eksekusi melebihi nilai penjaminan, Penerima Fidusia wajib mengembalikan kelebihan tersebut kepada Pemberi Fidusia
  • Apabila hasil eksekusi tidak mencukupi untuk pelunasan utang, debitor tetap bertanggung jawab atas utang yang belum terbayar
 
Sumber:
Undang-Undang Jaminan Fidusia No 42 Tahun 1999
Salam
Advokat Aslam Fetra Hasan S.H.,C.L.A
HP: 081905057198
BBM: 227d528d
Email: a.f.hasanlawoffice@gmail.com
Blog: hukumacara1.blogspot.co.id
 
 

Friday, 1 April 2016

LEMBAGA KEUANGAN MIKRO-BAGIAN 2-


MENGENAL LEMBAGA KEUANGAN MIKRO
-BAGIAN 2-

KETENTUAN PEMBERIAN SANKSI DAN PIDANA DALAM PENGELOLAAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO ‘’LKM’’

Didalam  pengelolaan Lembaga Keuangan Mikro diperlukan sikap kehati-hatian. Adapun  beberapa sanksi administrasi dan ketentuan pidana yang dapat dikenakan bagi pengelola Lembaga Keuangan Mikro sebagaimana diatur didalam Undang-Undang No. 1 Tahun 2013 yakni:

Setiap LKM yang melanggar ketentuan:

 Pasal 6 :

LKM dilarang dimiliki, baik langsung maupun tidak langsung, oleh warga negara asing dan/atau badan usaha yang sebagian atau seluruhnya dimiliki oleh warga negara asing atau badan usaha asing

 Pasal 8

LKM hanya dapat dimiliki oleh:
  • warga negara Indonesia;
  • badan usaha milik desa/kelurahan;
  • Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota; dan/atau
  • koperasi.
 
Pasal 11

Kegiatan usaha LKM meliputi jasa pengembangan usaha dan pemberdayaan masyarakat, baik melalui Pinjaman atau Pembiayaan dalam usaha skala mikro kepada anggota dan masyarakat, pengelolaan Simpanan, maupun pemberian jasa konsultasi pengembangan usaha.

Pasal 12 ayat (2)

Kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah wajib dilaksanakan sesuai dengan fatwa syariah yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional, Majelis Ulama Indonesia

Pasal 13 ayat (1),

Untuk melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah LKM wajib membentuk dewan pengawas syariah

 Pasal 14

Dalam melakukan kegiatan usaha, LKM dilarang:
  • menerima Simpanan berupa giro dan ikut serta dalam lalu lintas pembayaran;
  • melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing;
  • melakukan usaha perasuransian sebagai penanggung;
  • bertindak sebagai penjamin;
  • memberi pinjaman atau pembiayaan kepada LKM lain, kecuali dalam rangka mengatasi kesulitan likuiditas bagi LKM lain dalam wilayah kabupaten/kota yang sama; dan
  • melakukan usaha di luar kegiatan usaha yang ditentukan
 
Pasal 18

LKM yang tempat kedudukan dan cakupan wilayah usahanya mengalami perubahan sebagai akibat dari pemekaran wilayah harus memberitahukan kepada Otoritas Jasa Keuangan

Pasal 24

Untuk kepentingan pengguna jasa, LKM harus menyediakan informasi terbuka kepada masyarakat paling sedikit mengenai:
  • wewenang dan tanggung jawab pengurus LKM;
  • ketentuan dan persyaratan yang perlu diketahui oleh Penyimpan dan Peminjam; dan kemungkinan timbulnya risiko kerugian sehubungan dengan transaksi LKM dengan pihak lain.
 
Pasal 27

LKM wajib bertransformasi menjadi bank jika:
  • LKM melakukan kegiatan usaha melebihi 1 (satu) wilayah kabupaten/kota tempat kedudukan LKM; atau
  • LKM telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.

Pasal 29 ayat (1)

LKM wajib melakukan dan memelihara pencatatan dan/atau pembukuan keuangan sesuai dengan standar akuntansi keuangan yang berlaku

 Pasal 30

LKM wajib menyampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan:
  • laporan keuangan setiap 4 (empat) bulan; dan/atau
  • laporan lain yang ditetapkan dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.
  • LKM wajib mengumumkan laporan keuangan dalam rangka menerapkan prinsip keterbukaan.

dikenai sanksi administratif berupa:
  • denda uang;
  • peringatan tertulis;
  • pembekuan kegiatan usaha;
  • pemberhentian direksi atau pengurus LKM dan selanjutnya menunjuk dan mengangkat pengganti sementara sampai Rapat Umum Pemegang Saham atau Rapat Anggota Koperasi mengangkat pengganti yang tetap dengan persetujuan Otoritas Jasa Keuangan; atau
  • pencabutan izin usaha
 
 
KETENTUAN PIDANA

 Pasal 34

Setiap orang yang menjalankan usaha LKM tanpa izin, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun serta pidana denda paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Dalam hal kegiatan usaha LKM yang tanpa izin dilakukan oleh badan hukum yang berbentuk perseroan terbatas atau koperasi, maka penuntutan terhadap badan-badan dimaksud dilakukan baik terhadap mereka yang memberi perintah melakukan perbuatan itu atau yang bertindak sebagai pimpinan dalam perbuatan itu atau terhadap kedua-duanya.

Pasal 35

Setiap orang yang dengan sengaja memaksa LKM untuk memberikan informasi Penyimpan dan Simpanan di luar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun serta pidana denda paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

 Anggota dewan komisaris atau pengawas, direksi atau pengurus, pegawai, dan pihak terafiliasi LKM yang dengan sengaja memberikan informasi yang wajib dirahasiakan dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun serta pidana denda paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

 Pasal 36

Anggota direksi atau pengurus, atau pegawai LKM yang dengan sengaja tidak memberikan informasi yang wajib dipenuhi dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun serta pidana denda paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

 Pasal 37

Setiap direksi atau pengurus LKM yang:
  • membuat pencatatan palsu dalam pembukuan atau laporan keuangan dan/atau tanpa didukung dengan dokumen yang sah;
  • menghilangkan atau tidak memasukkan informasi yang benar dalam laporan kegiatan usaha, laporan keuangan, atau rekening LKM; dan
  • mengubah, mengaburkan, menyembunyikan, menghapus, dan/atau menghilangkan suatu pencatatan dalam pembukuan atau dalam laporan keuangan, dan dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun serta pidana denda paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
 
 
Anggota dewan komisaris atau pengawas, direksi atau pengurus, dan/atau pegawai LKM yang dengan sengaja:
 
meminta atau menerima suatu imbalan, baik berupa uang maupun barang untuk keuntungan pribadi atau keluarganya:
  1. dalam rangka orang lain mendapatkan uang muka atau fasilitas Pinjaman atau Pembiayaan dari LKM;
  2. dalam rangka memberikan persetujuan bagi orang lain untuk melaksanakan penarikan dana yang melebihi batas Pinjaman atau Pembiayaan pada LKM;

b. tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan LKM terhadap ketentuan dalam Undang- Undang ini dan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku bagi LKM dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun serta pidana denda paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Pasal 38

Pemegang saham atau pemilik LKM yang dengan sengaja menyuruh dewan komisaris atau pengawas, direksi atau pengurus, anggota koperasi, atau pegawai LKM untuk melakukan atau tidak melakukan tindakan yang mengakibatkan LKM tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan LKM terhadap ketentuan dalam Undang-Undang ini dan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku bagi LKM, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun serta pidana denda paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).


Salam

Advokat Aslam Fetra Hasan S.H.,C.L.A
HP: 081905057198
BBM: 227d528d
Email: a.f.hasanlawoffice@gmail.com
Blog: hukumacara1.blogspot.co.id


Thursday, 31 March 2016

LEMBAGA KEUANGAN MIKRO -BAGIAN 1-

MENGENAL LEMBAGA KEUANGAN MIKRO

Lembaga keuangan mikro ‘’LKM’’ pengaturannya terdapat didalam UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEUANGAN MIKRO

Pengertian Lembaga Keuangan Mikro menurut peraturan adalah lembaga keuangan yang khusus didirikan untuk memberikan jasa pengembangan usaha dan pemberdayaan masyarakat, baik melalui pinjaman atau pembiayaan dalam usaha skala mikro kepada anggota dan masyarakat, pengelolaan simpanan, maupun pemberian jasa konsultasi pengembangan usaha yang tidak semata-mata mencari keuntungan lebih lanjut tujuan didirikannya LKM bertujuan untuk:
  • meningkatkan akses pendanaan skala mikro bagi masyarakat;
  • membantu peningkatan pemberdayaan ekonomi dan produktivitas masyarakat; dan
  • membantu peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat terutama masyarakat miskin dan/atau berpenghasilan rendah.
dan kegiatan usaha LKM meliputi jasa pengembangan usaha dan pemberdayaan masyarakat, baik melalui Pinjaman atau Pembiayaan dalam usaha skala mikro kepada anggota dan masyarakat, pengelolaan Simpanan, maupun pemberian jasa konsultasi pengembangan usaha.

KEPEMILIKAN
LKM hanya dapat dimiliki oleh:
  • warga negara Indonesia;
  • badan usaha milik desa/kelurahan;
  • Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota; dan/atau
  • koperasi
Dalam melakukan kegiatan usaha, LKM dilarang:
  • menerima Simpanan berupa giro dan ikut serta dalam lalu lintas pembayaran;
  • melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing;
  • melakukan usaha perasuransian sebagai penanggung;
  • bertindak sebagai penjamin;
  • memberi pinjaman atau pembiayaan kepada LKM lain, kecuali dalam rangka mengatasi kesulitan likuiditas bagi LKM lain dalam wilayah kabupaten/kota yang sama; dan
  • melakukan usaha di luar kegiatan usaha yang ditetapkan  

PERAN OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK)
Dalam hal LKM mengalami kesulitan likuiditas dan solvabilitas yang membahayakan keberlangsungan usahanya, Otoritas Jasa Keuangan dapat melakukan tindakan agar:
  • pemegang saham atau anggota koperasi menambah modal;
  • pemegang saham mengganti dewan komisaris atau pengawas dan/atau direksi atau pengurus LKM;
  • LKM menghapusbukukan Pinjaman atau Pembiayaan yang macet dan memperhitungkan kerugian LKM dengan modalnya;
  • LKM melakukan penggabungan atau peleburan dengan LKM lain;
  • kepemilikan LKM dialihkan kepada pihak lain yang bersedia mengambil alih seluruh kewajiban;
  • LKM menyerahkan pengelolaan seluruh atau sebagian kegiatan LKM kepada pihak lain; atau
  • LKM menjual sebagian atau seluruh harta dan/atau kewajiban LKM kepada LKM atau pihak lain.
Sumber:
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEUANGAN MIKRO
 Salam

Aslam Fetra Hasan S.H.,C.L.A
HP: 081905057198
BBM: 227d528d
Blog: hukumacara1.blogspot.co.id

Wednesday, 23 March 2016

PENYELESAIAN SENGKETA DALAM PERLINDUNGAN KONSUMEN


PERLINDUNGAN KONSUMEN

Memahami perlindungan konsumen diperlukan pemahaman terhadap suatu peraturan yang berlaku, peraturan/ketentuan terhadap perlindungan konsumen diatur didalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1999. Undang-Undang No 8 Tahun 1999 terdiri dari 65 pasal dan 15 Bab, disahkan di Jakarta pada tanggal 20 April 1999 dan diundangkan pada tanggal 20 April 1999

Dalam pembahasan, disini kami akan memaparkan cara-cara penyelesaian sengketa sebagaimana dimuat didalam Undang- Undang Perlindungan Konsumen

Setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha atau melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum.

Penyelesaian sengketa konsumen dapat ditempuh melalui pengadilan atau diluar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa.

Penyelesaian sengketa bagi setiap konsumen yang dirugikan dapat ditempuh melalui upaya pengadilan maupun diluar pengadilan

 Gugatan atas pelanggaran pelaku usaha dapat dilakukan oleh:
  1. seorang konsumen yang dirugikan atau ahli waris yang bersangkutan;
  2. kelompok konsumen yang mempunyai kepentingan yang sama;
  3. lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat yang memenuhi syarat,yaitu berbentuk badan hukum atau yayasan, yang dalam anggaran dasarnya menyebutkan dengan tegas bahwa tujuan didirikannya organisasi tersebut adalah untuk kepentingan perlindungan konsumen dan telah melaksanakan kegiatan sesuai dengan anggaran dasarnya;
  4. pemerintah dan/atau instansi terkait apabila barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau dimanfaatkan mengakibatkan kerugian materi yang besar dan/atau korban yang tidak sedikit.
Apabila penyelesaian sengketa konsumen ditempuh melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen maka
  1. Dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak menerima putusan badan penyelesaian sengketa konsumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 pelaku usaha wajib melaksanakan putusan tersebut.
  2. Para pihak dapat mengajukan keberatan kepada Pengadilan Negeri paling lambat 14 (empatbelas) hari kerja setelah menerima pemberitahuan putusan tersebut.
  3. Pelaku usaha yang tidak mengajukan keberatan dalam jangka waktu yang ditetapkan dianggap menerima putusan badan penyelesaian sengketa konsumen
 Penetapan sanksi bagi pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimuat didalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen dapat berupa sanksi administratif maupun pidana

Aslam Fetra Hasan S.H.,C.L.A
HP: 081905057198
BBM: 227d528d
Email: a.f.hasanlawoffice@gmail.com
Blog: hukumacara1.blogspot.co.id



Monday, 21 March 2016

MENGENAL INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK


MENGENAL INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

 Informasi dan transaksi Elektronik pengaturannya dapat ditemukan dalam Undang- Undang No. 11 Tahun 2008 yang terdiri dari 13 Bab dan 54 pasal, disahkan di Jakarta pada tanggal 21 April 2008 dan diundangkan di Jakarta pada tanggal 21 April 2008

 Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya sedangkan Transaksi Elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan Komputer, jaringan Komputer, dan/atau media elektronik lainnya. Media elektronik lainnya termasuk disini adalah handphone

Beberapa hal mengenai ketentuan informasi dan transaksi elektronik dapat dikemukakan sebagai berikut:
  • Bahwa ketentuan didalam perundang-undangan mengenai informasi dan transaksi elektronik pemberlakuannya  untuk setiap Orang yang melakukan perbuatan hukum di wilayah hukum Indonesia maupun di luar wilayah hukum Indonesia, yang memiliki akibat hukum di wilayah hukum Indonesia dan/atau di luar wilayah hukum Indonesia dan merugikan kepentingan Indonesia.
  • Mengenai permasalahan pembuktian dapat dikemukakan bahwa Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik  (Dokumen Elektronik adalah setiap Informasi Elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui Komputer atau Sistem Elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol atau perforasi yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya)dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hokum yang sah
  • Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dianggap sah sepanjang informasi yang tercantum di dalamnya dapat diakses, ditampilkan, dijamin keutuhannya, dan dapat dipertanggungjawabkan sehingga menerangkan suatu keadaan

Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik tidak berlaku untuk:
  • surat yang menurut Undang-Undang harus dibuat dalam bentuk tertulis; dan
  • surat beserta dokumennya yang menurut Undang-Undang harus dibuat dalam bentuk akta notaril atau akta yang dibuat oleh pejabat pembuat akta.
Tanda Tangan Elektronik memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah selama memenuhi persyaratan sebagai berikut:
  • data pembuatan Tanda Tangan Elektronik terkait hanya kepada Penanda Tangan;
  • data pembuatan Tanda Tangan Elektronik pada saat proses penandatanganan elektronik hanya berada dalam kuasa Penanda Tangan;
  • segala perubahan terhadap Tanda Tangan Elektronik yang terjadi setelah waktu penandatanganan dapat diketahui;
  • segala perubahan terhadap Informasi Elektronik yang terkait dengan Tanda Tangan Elektronik tersebut setelah waktu penandatanganan dapat diketahui
  • terdapat cara tertentu yang dipakai untuk mengidentifikasi siapa Penandatangannya; dan
  • terdapat cara tertentu untuk menunjukkan bahwa Penanda Tangan telah memberikan persetujuan terhadap Informasi Elektronik yang terkait.

PERBUATAN YANG DILARANG
  • Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.
  • Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan perjudian.
  • Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.
  • Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan pemerasan dan/atau pengancaman.
SANKSI
  • Hukuman pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
  • Dalam hal tindak pidana menyangkut kesusilaan atau eksploitasi seksual terhadap anak dikenakan pemberatan sepertiga dari pidana pokok.

PERBUATAN YANG DILARANG
  • Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik.
  • Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
SANKSI

Hukuman pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

PERBUATAN YANG DILARANG
  • Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi.
SANKSI

Hukuman pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).

PERBUATAN YANG DILARANG

Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik milik Orang lain dengan cara apa pun.

SANKSI

Hukuman pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).

 PERBUATAN YANG DILARANG

Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan tujuan untuk memperoleh Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik.

SANKSI

Hukuman pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.700.000.000,00 (tujuh ratus juta rupiah)

 PERBUATAN YANG DILARANG
  • Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan melanggar, menerobos, melampaui, atau menjebol sistem pengamanan.
  • Sistem pengamanan adalah sistem yang membatasi akses Komputer atau melarang akses ke dalam Komputer dengan berdasarkan kategorisasi atau klasifikasi pengguna beserta tingkatan kewenangan yang ditentukan.

SANKSI

Hukuman pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah)'

 PERBUATAN YANG DILARANG
  • Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atau penyadapan atas Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik Orang lain.Yang dimaksud dengan "intersepsi atau penyadapan" adalah kegiatan untuk mendengarkan, merekam, membelokkan, mengubah, menghambat, dan/atau mencatat transmisi Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak bersifat publik, baik menggunakan jaringan kabel komunikasi maupun jaringan nirkabel, seperti pancaran elektromagnetis atau radio frekuensi
  • Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atas transmisi Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak bersifat publik dari, ke, dan di dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik Orang lain, baik yang tidak menyebabkan perubahan apa pun maupun yang menyebabkan adanya perubahan, penghilangan, dan/atau penghentian Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang sedang ditransmisikan.
  • Kecuali intersepsi yang dilakukan dalam rangka penegakan hukum atas permintaan kepolisian, kejaksaan, dan/atau institusi penegak hukum lainnya yang ditetapkan berdasarkan undang-undang
SANKSI

Hukuman pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).

 PERBUATAN YANG DILARANG

Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apa pun mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik Orang lain atau milik publik.

 SANKSI

Hukuman pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).

 PERBUATAN YANG DILARANG

Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apa pun memindahkan atau mentransfer Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik kepada Sistem Elektronik Orang lain yang tidak berhak.

 SANKSI

Hukuman pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah)'

 PERBUATAN YANG DILARANG

Terhadap perbuatan yang mengakibatkan terbukanya suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang bersifat rahasia menjadi dapat diakses oleh publik dengan keutuhan data yang tidak sebagaimana mestinya.

 SANKSI

Hukuman pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah)'

 
PERBUATAN YANG DILARANG

Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan tindakan apa pun yang berakibat terganggunya Sistem Elektronik dan/atau mengakibatkan Sistem Elektronik menjadi tidak bekerja sebagaimana mestinya.

 SANKSI

Hukuman pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

 
PERBUATAN YANG DILARANG

Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum memproduksi, menjual, mengadakan untuk digunakan, mengimpor, mendistribusikan, menyediakan, atau memiliki:
  •  perangkat keras atau perangkat lunak Komputer yang dirancang atau secara khusus dikembangkan untuk memfasilitasi perbuatan –perbutan yang dilarang dalam ketentuan perundang-undangan ITE
  • sandi lewat Komputer, Kode Akses, atau hal yang sejenis dengan itu yang ditujukan agar Sistem Elektronik menjadi dapat diakses dengan tujuan memfasilitasi perbuatan-perbuatan yang dilarang dalam ketentuan  perundang-undangan ITE
Sanksi

Hukuman pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

PERBUATAN YANG DILARANG

Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan manipulasi, penciptaan, perubahan, penghilangan, pengrusakan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dengan tujuan agar Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik tersebut dianggap seolah-olah data yang otentik.

 SANKSI

pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah).

 PERBUATAN YANG DILARANG

Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan perbuatan –perbuatan yang dilarang didalam ketentuan perundang-undangan ITE yang mengakibatkan kerugian bagi Orang lain.

SANKSI

Hukuman pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah).

 PERBUATAN YANG DILARANG

Setiap Orang dengan sengaja melakukan perbuatan yang dilarang sebagaimana dimaksud ketentuan perundang-undangan ITE di luar wilayah Indonesia terhadap Sistem Elektronik yang berada di wilayah yurisdiksi Indonesia.

 SANKSI TAMBAHAN
  • Dalam hal perbuatan yang dilarang ditujukan terhadap Komputer dan/atau Sistem Elektronik serta Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik Pemerintah dan/atau yang digunakan untuk layanan publik dipidana dengan pidana pokok ditambah sepertiga.
  • Dalam hal perbuatan yang dilarang ditujukan terhadap Komputer dan/atau Sistem Elektronik serta Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik Pemerintah dan/atau badan strategis termasuk dan tidak terbatas pada lembaga pertahanan, bank sentral, perbankan, keuangan, lembaga internasional, otoritas penerbangan diancam dengan pidana maksimal ancaman pidana pokok masing-masing Pasal ditambah dua pertiga
  • Dalam hal tindak pidana dilakukan oleh korporasi dipidana dengan pidana pokok ditambah dua pertiga.

PENYELESAIAN SENGKETA
  • Setiap Orang dapat mengajukan gugatan terhadap pihak yang menyelenggarakan Sistem Elektronik dan/atau menggunakan Teknologi Informasi yang menimbulkan kerugian.
  • Masyarakat dapat mengajukan gugatan secara perwakilan terhadap pihak yang menyelenggarakan Sistem Elektronik dan/atau menggunakan Teknologi Informasi yang berakibat merugikan masyarakat, sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan
Sumber:
Undang- Undang No. 11 Tahun 2008


Salam
Adv. Aslam Hasan S.H.,C.L.A
Advokat & Legal Auditor
HP: 081905057198
Email: a.f.hasanlawoffice@gmail.com