Friday, 20 November 2015

KEPEMILIKAN PROPERTY OLEH WNA

Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Ferry Mursyidan Baldan mengatakan, kepemilikan hak pakai warga negara asing (WNA) dibatasi pada lokasi strategis.

Hal ini diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 41 Tahun 1996 tentang pemilikan Rumah Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing dan Peraturan Menteri Negara/Kepala BPN Nomor 7 Tahun 1996 tentang Persyaratan Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing.

"WNA tidak boleh menyewa ataupun membeli lokasi strategis seperti tempat wisata, termasuk menyewa bangunan 'second', kecuali kalau membangun baru," kata Ferry disela-sela kongres Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia (PP INI) XXII di Makassar, Jumat (20/11).

Dalam regulasi itu, lanjut Ferry, selain diatur masa kepemilikan, juga nilai properti yang dapat dimiliki WNA. Sebagai gambaran, untuk harga properti seperti apartemen yang dapat dimiliki oleh WNA dibatasi hanya yang harganya Rp5 miliar hingga Rp10 miliar saja.

Pembatasan termasuk untuk kepemilikan satu unit atau paling banyak dua unit yang boleh dimiliki orang asing dengan jangka waktu 30 tahun dan dapat diperpanjang selama 20 tahun. Kemudian diperbaharui selama 30 tahun, sehingga total waktunya 80 tahun.

Sedang hak pakai bagi WNA untuk rumah hunian dibatasi satu unit saja dengan jangka kepemilikan hak pakai 25 tahun dan dapat diperpanjang lagi selama 25 tahun, sehingga total waktunya adalah 50 tahun. "Apabila WNA yang memiliki properti meninggal dunia, maka dapat diwariskan kepada ahli warisnya," katanya.

Menyinggung mengenai ada calon bupati/walikota yang memanfaatkan kampanye sertifikat tanah gratis kepada calon pemilih, Ferry mengatakan, itu sah-sah saja."Justru itu akan membantu masyarakat jika memang terpilih dan dapat mewujudkan janjinya. Kan sebenarnya memang pemerintah juga menyiapkan sertifikat tanah gratis melalui Prona," katanya.

Selain itu, Ferry mengatakan, kebijakan pemerintah dalam regulasi kepemilikan properti bagi WNA dapat merangsang penambahan devisa."Dengan adanya kebijakan itu, diharapkan dapat mengalir dana dari luar negeri ke Indonesia (devisa) sepanjang WNA memenuhi persyaratannya," katanya.

Ia mengatakan, peraturan tersebut juga memberikan manfaat lebih pada pembangunan nasional. "Bagi WNA yang memiliki properti di Indonesia itu hanya memiliki hak pakai dengan beberapa syarat seperti WNA itu kehadirannya di Indonesia memberikan manfaat bagi pembangunan nasional," katanya.

Selain Ferry, dalam Pra Kongres XXII PP INI di Makassar itu, juga dihadiri Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly. Kegiatan tersebut dihadiri sedikitnya 800 orang perwakilan notaris dari .....

Sumber:
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt564f40a7ab1dc/menteri-agraria--kepemilikan-properti-oleh-wna-dibatasi

Salam

A.f.Hasan

Monday, 16 November 2015

MK Tolak Gugatan Kewenangan Polri Terbitkan SIM

JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) menegaskan, kewenangan Polri mengurus dan menerbitkan ‎Surat Izin Mengemudi (SIM), Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK), dan Bukti Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB) telah sesuai konstitusi dan tidak bertentangan dengan UUD 1945.
Hal itu sebagaimana putusan MK atas uji ‎materi sejumlah pasal di ‎‎Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian RI (UU Polri) dan UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ)‎.
"Mengadili, menolak permohonan para pemohon secara seluruhnya," kata Ketua Majelis Hakim Konstitusi, Arief Hidayat saat membacakan amar putusan di Ruang Sidang Utama Gedung MK, Jakarta, Senin (16/11/2015).
Majelis Hakim menilai, permohonan pemohon tidak beralasan menurut hukum. Majelis Hakim dalam pertimbangannya berpendapat, tidak ada pelanggaran konstitusional pada kewenangan Polri dalam menerbitkan SIM, STNK, dan BPKB.
"Kepengurusan SIM dan STNK adalah bagian dari pengamanan yang dilakukan kepolisian," ucap Arief.
Anggota Majelis Hakim Konstitusi, Manahan Sitompul menambahkan, bahwa Mahkamah berpendapat registerasi dan identifikasi kendaraan bermotor dan menerbitkan SIM, STNK, dan BPKB merupakan persoalan kewenangan. Menurut Mahkamah, sudah tepat kewenangan itu diberikan kepada Polri.
"Menerbiatkan SIM harus dlihat pula dari relevansinya, terutama dalam keahlian forensik jika terjadi kejahatan," ucap Manahan.

Sumber:
http://www.skanaa.com/en/news/detail/mk-tolak-gugatan-kewenangan-polri-terbitkan-sim/okezone

A.F. Hasan
Email: a.f.hasanlawoffice@gmail.com
HP: 081905057198
PIN BB: 74F84658


PERSOALAN KEWENANGAN PENERBITAN SIM, STNK, BPKB

Yusril: Penerbitan SIM oleh Kemenhub Tidak Akan Efektif

By Oscar Ferri on 22 Okt 2015 at 16:00 WIB
Liputan6.com, Jakarta - Pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra mengatakan, kewenangan penerbitan Surat Izin Mengemudi (SIM), Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK), dan Bukti Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB) sudah tepat di tangani Polri. Sebab, kewenangan itu menyangkut efektifitas dan sisi historis.

‎"Dalam identifikasi dan registrasi kendaraan bermotor, kewenangan pada Polri semata-mata soal efektifitas dan historis penyelenggaraan negara," ujar Yusril di ruang sidang utama Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Kamis (22/10/2015).

Yusril hadir menjadi ahli dari kepolisian. Dia diminta memberikan pandangannya dalam sidang uji materi sejumlah pasal ‎‎Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian RI (UU Polri) dan UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ)‎.‎ Dalam uji materi ini dipermasalahkan soal kewenangan penerbitan SIM, STNK, dan BPKB.

‎Menurut Yusril, jika kewenangan penerbitan itu dilimpahkan ke pihak lain, misalnya Kementerian Perhubungan, seperti yang diutarakan para pemohon, maka tidak akan efektif. Sebab, Kemenhub tidak punya aparat langsung di daerah.

‎"Kalau dikasih ke Kemenhub tidak akan efektif. Karena tidak punya aparat di daerah-daerah. Dinas Perhubungan di daerah bukan netwrok Kemenhub, tapi Pemda. Jadi negara akan alami kesulitan identifikasi kendaraan bermotor," jelas dia.

Bisa Dibatalkan
Yusril menilai uji materi ini lebih kepada konstitusional komplain. Bukan objek konstitusional yang harus diuji ke MK. Apalagi uji materi ini tidak punya batu uji dalam UUD 1945, sebab kewenangan itu hanya diatur oleh undang-undang.

Karena tak punya batu uji, Yusril berpendapat, kemungkinan besar uji materi ini akan ditolak MK. Sebab, tidak cukup alasan pasal-pasal yang diuji bertentangan dengan UUD 1945, karena memang tidak mengatur mengenai kewenangan itu.

"Artinya itu pilihan. Pilihan pembuat undang-undang mau dikasih ke siapa. Dan pembuat undang-undang sudah memberikan registrasi dan identifikasi kendarana ini diberikan ke Polri. Registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor itu tidak diatur oleh UUD 1945. Tidak ada batu uji. Jadi kemungkinan ini ditolak. Karena MK itu menguji konstitusionalitas‎," papar dia.

Lagi pula, lanjut Yusril, ‎registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor sangat penting, untuk mencegah agar orang-orang tidak sembarangan dalam berkendara.

"Jadi orang-orang tidak sembarangan membawa kendaraan. Karena dia harus punya SIM. Kalau pun kita tidak puas dengan polisi, itu bukan kewenangan untuk diuji MK. Itu masalah implementasi," tegas Yusril.

Koalisi untuk Reformasi Polri yang terdiri dari Indonesia Legal Roundtable (ILR) diwakili Erwin Natosmal Oemar, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) diwakili Julius Ibrani, dan lainnya menggugat sejumlah pasal dalam UU Kepolisian dan UU LLAJ ke MK.

Mereka menggugat kewenangan kepolisian dalam menerbitkan SIM, STNK, dan BPKB sebagaimana tertuang dalam Pasal 15 ayat (2) huruf b dan huruf c UU Polri serta Pasal 64 ayat (4) dan ayat (6), Pasal 67 ayat (3), Pasal 68 ayat (6), Pasal 69 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 72 ayat (1) dan ayat (3), Pasal 75, Pasal 85 ayat (5), Pasal 87 ayat (2) dan Pasal 88‎ UU LLAJ. (Rmn/Sun)

Sumber:
http://m.liputan6.com/news/read/2346661/yusril-penerbitan-sim-oleh-kemenhub-tidak-akan-efektif

Salam
Hasan
A.F. Hasan
Email: a.f.hasanlawoffice@gmail.com
HP: 081905057198
PIN BB: 74F84658


Sunday, 8 November 2015

UJI MATERIl PRAPERADILAN


Praperadilan
Chairul Huda: Aturan Gugurnya Praperadilan Multitafsir
Saturday 07 Nov 2015 08:14:01

JAKARTA, Berita HUKUM - Setelah melalui sidang keempat, rangkaian sidang pemeriksaan perkara uji materiil Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan Undang-Undang Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK) memasuki tahap akhir, pada Kamis (5/11).

Dalam sidang tersebut, Pemohon mengadirkan Chairul Huda, pakar hukum pidana dari Universitas Muhammadiyah Jakarta. Chairul menyampaikan keahliannya di hadapan Majelis Hakim yang dipimpin Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Arief Hidayat.

Chairul menyampaikan pendapatnya terkait dalil Pemohon yang menyatakan Pasal 82 ayat (1) huruf d KUHAP bertentangan dengan UUD 1945 karena bersifat multitafsir. Chairul membenarkan dalil tersebut. Sebab, kata Chairul, dalam praktiknya memang banyak menimbulkan penafsiran. Pasal 82 ayat (1) huruf d KUHAP menyatakan, dalam hal suatu perkara sudah mulai diperiksa oleh pengadilan negeri sedangkan pemeriksaan mengenai permintaan kepada praperadilan belum selesai, maka permintaan tersebut gugur.

“Ketentuan ini menurut pendapat saya walaupun sederhana tampaknya, tetapi menimbulkan banyak tafsiran di dalam praktik hukum. Terutama berkenaan dengan penggunaan frasa mulai diperiksa oleh pengadilan negeri,” ujar Chairul, di Ruang Sidang Pleno MK.

Chairul menjelaskan, banyaknya penafsiran terhadap Pasal 82 ayat (1) huruf d KUHAP, maka mengakibatkan munculnya persoalan dalam praktik praperadilan. Misalnya saja bila dihubungkan dengan Pasal 77 KUHAP. Pasal tersebut menentukan bahwa pengadilan negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus praperadilan. Bila dilihat dari ketentuan Pasal 77 KUHAP tersebut, Chairul mengatakan dapat diartikan bahwa praperadilan juga menjadi kewenangan pengadilan negeri.

“Kalau memang praperadilan juga menjadi kewenangan pengadilan negeri, mengapa permohonan praperadilan menjadi gugur ketika perkara mulai diperiksa di pengadilan negeri? Bukankah pemeriksaan praperadilan juga pemeriksaan di pengadilan negeri? Jadi karena menggunakan nomenklatur mulai diperiksa oleh pengadilan negeri ini, sebenarnya seolah-olah pemeriksaan di praperadilan itu bukan pemeriksaan di pengadilan negeri,” papar Chairul lagi.

Selain itu, ketentuan mengenai gugurnya praperadilan dalam Pasal 82 ayat (1) huruf d KUHAP juga akan menjadi multitafsir ketika dihubungkan dengan Pasal 147 KUHAP. Pasal 147 KUHAP menyatakan, setelah pengadilan negeri menerima surat pelimpahan perkara dari penuntut umum, ketua mempelajari apakah perkara itu termasuk wewenang pengadilan yang dipimpinnya. Sebab, jelas Chairul, kata mempelajari dalam Pasal 147 KUHAP juga memiliki pengertian memeriksa.

“Kata mempelajari dalam pasal ini (Pasal 147 KUHAP, red), dalam pengertian yang lebih umum, juga termasuk dalam pengertian memeriksa. Karena ketika ketua pengadilan negeri mempelajari surat dakwaan, pada dasarnya dia memeriksa, apakah dakwaan tersebut termasuk kompetensi relatifnya atau tidak. Nah, artinya, mulai memeriksa oleh ketua pengadilan negeri, juga boleh jadi menjadi makna mulai diperiksa di pengadilan negeri berkenaan dengan gugurnya praperadilan,” papar Chairul.

Setelah mengkaitkan Pasal 82 ayat (1) huruf d dengan beberapa pasal dalam KUHAP, Chairul menegaskan bahwa ketentuan gugurnya praperadilan dikarenakan perkara sudah mulai diperiksa oleh pengadilan negeri adalah mutitafsir. Chairul pun memberikan pandangannya, bahwa seharusnya frasa mulai diperiksa oleh pengadilan negeri dalam Pasal Pasal 82 ayat (1) huruf d KUHAP ditafsirkan setelah hakim menetapkan hari sidang dan memerintahkan penuntut umum memanggil terdakwa.

“Jadi menurut pendapat saya sekali lagi, Yang Mulia, bahwa jika frasa mulai diperiksa oleh pengadilan negeri itu ditafsirkan setelah hakim menetapkan hari sidang dan memerintahkan penuntut umum memanggil terdakwa, maka benarlah pada saat itu seseorang telah menjadi terdakwa dan kemudian secara logis seharusnya permohonannya kemudian masuk menjadi bagian dari permohonan-permohonannya yang diajukan di pokok perkaranya, tidak lagi kemudian diputus oleh hakim praperadilan,” tandasnya.

Untuk diketahui, Pemohon dalam perkara yang terdaftar dengan nomor 102/PUU-XIII/2015 ini adalah Bupati Kabupaten Morotai Periode 2012-2016, Rusli Sibua. Pemohon ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus tindak pidana suap terkait pemenangan sengketa perselisihan hasil pemilihan kepala daerah Kabupaten Morotai tahun 2011. Adapun ketentuan yang duijikan oleh Pemohon yakni Pasal 50 ayat (2) dan ayat (3) KUHAP yang mengatur hak tersangka agar perkaranya segera dimajukan ke pengadilan dan hak terdakwa agar perkaranya segera diadili oleh pengadilan. Pemohon juga menguji Pasal 82 ayat (1) KUHAP yang mengatur gugurnya permintaan praperadilan dikarenakan perkara sudah mulai diperiksa oleh pengadilan. Selain itu, Pemohon menguji Pasal 137 dan Pasal 143 ayat (1) KUHAP serta Pasal 52 ayat (1) dan ayat (2) UU KPK.

Menurut Pemohon, pasal-pasal yang diujikan tersebut telah disalahartikan dalam proses penegakkan hukum, khususnya dalam hal penanganan perkara tindak pidana suap yang disangkakan kepada Pemohon. Pemohon menceritakan, telah mengajukan permohonan praperadilan atas status tersangkanya. Namun, Pemohon menganggap ada unsur kesengajaan dari pihak KPK agar permohonan praperadilan Pemohon digugurkan.

“Mereka sengaja untuk menggugurkan praperadilan ini, karena untuk menggugurkan dengan alasan bahwa perkara sudah dilimpahkan. Padahal kami mengajukan praperadilan sebelum tersangka Bupati Rusli itu diperiksa sebagai tersangka sekalipun, dan bahkan pada tanggal tersebut juga masih belum ada pemeriksaan. Sehingga kami menilai bahwa hal ini telah dilakukan atau melanggar undang-undang atau melanggar KUHAP dan SOP KPK itu sendiri,” ujar Ahmad Rifai selaku kuasa hukum Pemohon pada sidang pendahuluan Rabu (9/9).(YustiNurulAgustin/IR/mk/bh/sya)

Sumber:
http://m.beritahukum.com/detail_berita.php?judul=Chairul+Huda%3A+Aturan+Gugurnya+Praperadilan+Multitafsir&subjudul=Praperadilan

Salam


A.F. Hasan
Email: a.f.hasanlawoffice@gmail.com
HP: 081905057198
PIN BB: 74F84658

Tuesday, 27 October 2015

Gugatan Rp 3 Miliar terhadap Hermes Hotel Ditolak

  • Selasa, 27 Okt 2015 06:49 WIB
  • http://mdn.biz.id/n/194627/
  • Gugatan Rp 3 Miliar terhadap Hermes Hotel Ditolak
MedanBisnis - Banda Aceh. Pengadilan Negeri (PN) Banda Aceh menolak sebagian dari gugatan Rp 3 miliar yang diajukan mantan General Menager (GM) Hermes Palace Hotel, Octowandi, terhadap manajemen Hermes Hotel. Mejelis hakim Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) pada PN Banda Aceh menolak sebagian gugatan Octowandi karena tidak berdasar hukum sehingga tidak dapat dikabulkan.
Dalam amar putusannya yang dibacakan ketua majelis hakim, Senin (26/10), hanya memutuskan Hermes Palace Hotel membayar penggugat, yakni Octowandi Rp 310,5 juta. Majelis hakim berpendapat, pembayaran gugatan Rp 3 miliar yang diajukan penggugat kepada tergugat tidak dapat dikabulkan dan sesuai dengan kentetuan yang ada.

"Kami menilai gugatan atas manajemen fee tersebut kabur dan tidak memiliki kekuatan hukum yang sah, sehingga harus dikesampingkan," ujar majelis hakim diketui Ahmad Nachrawi didampingi Tarmizi dan Yuheri Salaman.

Namun, kata Nachrawi, pihak manajemen Hermes Hotel harus membayar uang konfensi atau pesangon sebagian dan uang penghargan masa kerja sebagian dengan total Rp 310,5 juta kepada pihak tergugat.

Kuasa hukum Octowandi, Ramli Husen SH mengaku akan pikir-pikir terlebih dahulu atas putusan majelis hakim yang hanya mengabulkan sebagain gugatan kliennya. "Dalam waktu 14 hari, kita masih pikir-pikir karena yang kita gugat itu mencapai Rp 3 miliar lebih, tetapi yang dikabulkan hanya Rp 310 juta," ujarnya.

Namun, tambah Ramli, jika kliennya sudah pulang dari Jakarta maka pihaknya akan berkonsultasi apakah akan mengajukan kasasi atau menerima putusan. "Ya, kita berumbuk dululah," katanya.

Sementara itu penasihat hukum Hermes Hotel, Refman Basri MH mengaku siap membayar atas putusan majelis hakim tersebut. "Dari awal kita sudah bersedia untuk membayar sebesar itu, tetapi dia (Octowandi-red) bersikukuh meminta harus dibayar Rp 3 miliar," ujar Refman kepada wartawan. Refman pun mengaku tidak keberatan jika pihak Octowandi mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung, terlebih karena pihaknya juga memiliki bukti-bukti untuk mengajukan kasasi. "Kita menunggu saja, kalau menerima kita bayar, kalau mereka kasasi kita juga sangat siap," tandasnya. (dedi irawan)
Sumber:
http://www.medanbisnisdaily.com/m/news/read/2015/10/27/194627/gugatan-rp-3miliar-terhadap-hermes-hotel-ditolak/

Salam
A.F. Hasan
Email: a.f.hasanlawoffice@gmail.com
HP: 081905057198
PIN BB: 74F84658

Monday, 26 October 2015

PRESIDEN TEKEN PP PENGUPAHAN

PP No.78 Tahun 2015

Menteri Ketenagakerjaan, M. Hanif Dhakiri, menginformasikan Presiden Joko Widodo sudah menandatangani RPP Pengupahan. Bahkan sudah diundangkan Menteri Hukum dan HAM. PP itu diberi No. 78 Tahun 2015. Menteri Dhakiri menjelaskan Presiden meneken PP No. 78 Tahun 2015 itu pada Jum’at (23/10) lalu.

Menteri Dhakiri mengatakan PP Pengupahan merupakan mandat dari UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Ia bersyukur karena setelah 12 tahun tertunda akhirnya beleid itu bisa diterbitkan.

Salah satu substansi yang menarik perhatian adalah penetapan upah minimum. M. Hanif Dhakiri menegaskan penetapan upah minimum ke depan harus menggunakan formula yang diamanatkan PP. “Penetapan UMP 2016 oleh Gubernur nanti sudah harus menggunakan formula sebagaimana diamanatkan dalam PP tersebut," kata Hanif di Jakarta, Senin (26/10).

Hanif menilai PP Pengupahan merupakan terobosan dalam dunia ketenagakerjaan di Indonesia. Sebab sebelumnya penetapan upah minimum kerap diwarnai politisasi dan membuat kenaikan upah tidak rasional dan menimbulkan ketidakpastian.

Menurut Hanif, kebijakan upah minimum sebagai bentuk hadirnya negara untuk melindungi buruh agar tidak masuk dalam upah murah. Selaras itu Hanif mengimbau seluruh Gubernur untuk menyesuaikan dan memproses penetapan upah minimum provinsi (UMP) 2016 dengan menggunakan formula yang tercantum dalam PP Pengupahan. Formulanya,  menggunakan inflasi dan pertumbuhan ekonomi nasional sebagai variabel utama dalam penghitungan kenaikan UMP. Targetnya, UMP dapat ditetapkan dan diumumkan secara serentak setiap 1 November oleh Gubernur.

Presiden KSPI, Said Iqbal, mengatakan berbagai elemen serikat buruh seperti KSPI, KSBSI, KSPSI dan KP-KPBI telah membentuk Komite Aksi Upah (KAU) yang tujuannya menggelar kegiatan dalam rangka mendorong agar pemerintah membatalkan PP Pengupahan dan formula penghitungan upah minimum yang hanya menggunakan variabel pertumbuhan ekonomi dan inflasi nasional.

Iqbal menyebut serikat buruh menolak PP Pengupahan karena hak berunding upah minimum yang selama ini dilakukan lewat mekanisme tripartit di Dewan Pengupahan ditiadakan. Proses penghitungan upah minimum yang diatur lewat PP pengupahan hanya menggunakan inflasi dan pertumbuhan ekonomi nasional sebagai variabelnya.

Iqbal mengingatkan di semua negara industri maju, pihak terkait seperti buruh dilibatkan dalam membahas upah minimum. Bahkan di Indonesia sejak masa pemerintahan Soeharto buruh dilibatkan dalam perundingan kenaikan upah minimum.

Iqbal melihat buruh hanya dilibatkan oleh pemerintah dalam menentukan komponen kebutuhan hidup layak (KHL) yang ditinjau dalam jangka waktu lima tahun. “Dengan mengacu pada formula itu maka KHL juga tidak akan digunakan dalam menentukan kenaikan UMP,” kata Iqbal.

Lewat formula yang diatur dalam PP Pengupahan, data inflasi dan pertumbuhan ekonomi nasional yang diterbitkan BPS akan digunakan untuk menghitung kenaikan UMP. Survei KHL sebagaimana dilakukan oleh Dewan Pengupahan selama ini sebelum merekomendasikan kenaikan upah minimum tidak akan digunakan.

Menurut Iqbal, PP Pengupahan menunjukkan ketidakberpihakan pemerintah terhadap pekerja. Pemerintah masih menggunakan upah murah. Jika dibandingkan dengan negara tetangga, upah minimum di Indonesia jauh tertinggal. Misalnya UMP 2015 di Jakarta Rp2,7 juta, sedangkan di Malaysia 3,2 juta, Filipina 3,6 juta dan Thailand 3,4 juta. Iqbal memperkirakan dengan menggunakan formula sebagaimana yang ada di PP Pengupahan maka kenaikan upah minimum setiap tahun tidak akan lebih dari 10 persen.

Merespon PP Pengupahan, kata Iqbal, serikat pekerja akan menggelar demonstrasi massal dengan sasaran Istana Negara. Demonstrasi itu rencananya digelar akhir bulan ini dan akan melibatkan 50 ribu buruh. “Kami menuntut PP Pengupahan dicabut. Kalau tidak dicabut maka kami akan terus menggelar demonstrasi............

Sumber:
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt562df6827f161/presiden-teken-pp-pengupahan

Salam



Informasi:
A.F. Hasan
Email: a.f.hasanlawoffice@gmail.com
HP: 081905057198
PIN BB: 74F84658