OPINI HUKUM
Perihal: Penafsiran Unsur “Patut Diduga” dalam Tindak Pidana Penadahan
Dasar Hukum: Pasal 480 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
I. LATAR BELAKANG
Pasal 480 KUHP mengurai tindak pidana penadahan, berupa perbuatan membeli, menyimpan, menyembunyikan, atau memperjualbelikan suatu barang yang diperoleh dari kejahatan, dengan syarat bahwa pelaku mengetahui atau patut diduga bahwa barang tersebut berasal dari suatu tindak pidana.
Praktiknya, frasa “patut diduga” menimbulkan dinamika interpretatif karena KUHP tidak memberikan batasan atau definisi yang jelas. Persoalan ini memunculkan pertanyaan mengenai standar minimal kehati-hatian (due diligence) yang wajib dilakukan oleh pembeli supaya tidak terjerat tindak pidana penadahan.
Salah satu situasi yang acap kali menjadi sorotan yakni ketika seseorang membeli barang dengan harga jauh di bawah harga pasar, tanpa ada kejelasan asal usul atau bukti kepemilikan sah dari pihak penjual.
II. PERMASALAHAN HUKUM
Apakah pembelian suatu barang dengan harga yang tidak wajar dapat dijadikan dasar untuk membuktikan terpenuhinya unsur “patut diduga” dalam Pasal 480 KUHP?
III. ANALISIS HUKUM
Unsur “patut diduga” terkait Pasal 480 KUHP tidak menuntut adanya pengetahuan aktual dari pelaku tentang histotical barang yang berasal dari kejahatan, melainkan adanya standar objektif kehati-hatian yang harus dimiliki oleh orang pada umumnya dalam kondisi yang serupa.
Dalam hal seseorang membeli barang dengan harga yang jauh lebih murah dari harga pasaran normal, maka secara hukum dapat dikualifikasikan bahwa terdapat indikasi kuat yang seharusnya menimbulkan kecurigaan.
Fakta-fakta seperti berikut ini lazim dijadikan indikator pemenuhan unsur “patut diduga” diantaranya:
-
Harga barang tidak wajar dibanding harga pasarannya,
-
Transaksi dilakukan secara terburu-buru atau sembunyi-sembunyi,
-
Tidak disertai dokumen legalitas barang (nota, bukti kepemilikan),
-
Penjual tidak dapat menjelaskan asal usul barang secara logis.
Dengan kata lain, pelaku dapat dianggap lalai secara hukum (culpa lata) apabila tidak melakukan pemeriksaan memadai atas kondisi transaksi yang tidak lazim tersebut.
Namun demikian, unsur kehati-hatian perlu diterapkan dalam menilai kondisi objektif yang mungkin membenarkan harga murah, seperti:
-
Barang hasil lelang atau likuidasi,
-
Barang dengan cacat fungsi atau rusak,
-
Barang bekas dengan umur ekonomis rendah,
-
Diskon musiman yang dibuktikan dengan dokumen sah.
IV. KESIMPULAN
-
Pembelian barang dengan harga yang jauh dibawah harga pasarannya dapat dijadikan dasar pembuktian terhadap terpenuhinya unsur “patut diduga” sebagaimana dimaksud dalam Pasal 480 KUHP.
-
Penilaian atas unsur “patut diduga” bersifat objektif dan didasarkan pada prinsip kehati-hatian yang seharusnya diterapkan dalam transaksi jual beli.
-
Ketidakmampuan pembeli untuk menjelaskan mengapa ia tidak mencurigai kondisi transaksi yang tidak lazim dapat digunakan sebagai alat bukti adanya kelalaian hukum yang dapat dikenakan pertanggungjawaban pidana.
V. SARAN HUKUM
-
Pihak yang melakukan pembelian barang, apapun itu barangnya harus melakukan pemeriksaan kelayakan (due diligence) dengan cara:
-
Meminta dokumen asal-usul barang,
-
Membandingkan harga pasar,
-
Merekam atau menyimpan bukti transaksi.
-
-
Aparat Penegak hukum sebaiknya tidak hanya menilai dari aspek harga, tetapi juga memperhatikan konteks keseluruhan transaksi dan dokumen supaya tidak terjadi kriminalisasi terhadap pembeli yang beritikad baik.
-
Diperlukan pengaturan tambahan atau pedoman teknis dari otoritas penegakan hukum untuk memperjelas parameter “patut diduga” guna mendukung penerapan yang konsisten dan adil di lapangan.
Salam
Tim Advokat
Sumber: Advokat Aslam Fetra Hasan
No comments:
Post a Comment