Wednesday, 19 December 2018

Ketika Direktur Utama Perusahaan Memberikan Jaminan Aset Pribadi Miliknya Untuk Fasilitas Kredit Dari Bank


Ketika Direktur Utama Perusahaan Memberikan Jaminan Aset Pribadi Miliknya Untuk Fasilitas Kredit Dari Bank

Dalam pemberian fasilitas kredit dimana pihak debitor diwakili oleh Direktur Utamanya yang bertindak untuk dan atas nama perseroan didalam menandatangani setiap perjanjian kredit yang ada dan disaat bersamaan dirinya selaku Dirut juga menjaminkan aset pribadi miliknya untuk kepentingan perseroan, bagaimanakah kedudukan hukum / status hukum dari jaminan yang diberikan oleh dirut tersebut bila dirinya mengundurkan diri? Apakah jaminan yang diberikan turut lepas dan tidak mengikat atau jaminan tetap menjadi hak Bank selaku kreditor sampai pinjaman lunas?

Problematika seperti diatas cukup jamak terjadi dalam kegiatan bisnis selama ini, status hukum dari subyek hukum dalam persoalan diatas akan menjadi dilematik dan ruwet bila masing-masing pihak saling mencampuradukkan persoalan yang ada. Yang perlu dijadikan pegangan agar persoalan diatas tetap menjadi jelas dan bukan merupakan isu yang pelik maka sedari awal sudah harus diketahui bahwa Seorang Dirut yang mewakili perseroan dalam suatu perbuatan hukum tetap dipandang sebagai 1 subyek Hukum. Dan disaat yang bersamaan dirinya juga memberikan jaminan kebendaan untuk jaminan fasilitas kredit juga dipandang sebagai 1 subyek Hukum (Kedudukan dirinya sebagai pemberi jaminan kebendaan).

Jadi dalam proses pemberian fasilitas kredit ada 3 subyek Hukum yang terlibat. Yakni Debitor, Kreditor dan Pemberi Jaminan. Seorang Dirut yang mewakili Debitor bila diberhentikan/ mengundurkan diri maka kedudukan dirinya selaku subyek hukum pemberi jaminan kebendaan tetaplah melekat dan tidak hapus selama pinjaman yang diberikan oleh Kreditor belum dilunasi oleh Debitor.
 
Salam
AFH

Sunday, 16 December 2018

Perlindungan Hukum Pihak Ketiga Atas Sita Jaminan terhadap Obyek Agunan Miliknya Oleh Pengadilan yang telah dibebani Jaminan Fidusia dan Hak Tanggungan

Perlindungan Hukum Pihak Ketiga Atas Sita Jaminan terhadap Obyek Agunan Miliknya Oleh Pengadilan yang telah dibebani Jaminan Fidusia dan Hak Tanggungan
Suatu kajian yang cukup menarik yang ditemukan oleh penulis selaku Advokat dalam praktek dilapangan selama ini dimana Obyek jaminan milik kreditor sebut saja" kreditor A "yang telah dibebani dengan jaminan fidusia dan Hak tanggungan nyatanya dapat disita jaminan oleh pengadilan akibat perseteruan antara Tergugat selaku debitor (dari Kreditor A) dengan penggugat selaku juga kreditor dari debitor (dari Kreditor A) sebut saja Kreditor B.

Apa upaya hukum / saluran hukum yang dapat ditempuh oleh kreditor A guna mengamankan obyek jaminannya?

Secara garis besar saja penulis selaku Advokat menjabarkan jalan keluarnya yakni bahwa berdasarkan praktik dilapangan dalam hal terdapat pihak-pihak (pihak ketiga) yang memiliki kepentingan atas obyek sengketa maka dapat mengajukan gugat perlawanan dalam bentuk derden verzet.

Derden Verzet dilakukan apabila putusan pengadilan merugikan pihak ketiga dalam hal ini kreditor A atas penguasaan obyek jaminan miiknya. Tujuan dari derden verzet ini adalah untuk agar supaya pengadilan menerbitkan penetapan yang berisi perintah pengangkatan sita terhadap obyek sengketa.

Terhadap obyek jaminan yang telah dibebani dengan Hak Tanggungan dan Jaminan Fidusia maka dengan merujuk pada ketentuan dari pasal 1ayat 1 UU Hak Tanggungan serta pasal 1 ayat 2 UU Jaminan Fidusia serta pasal 27 UU jaminan Fidusia bahwa kreditor A selaku pemegang Hak Tanggungan dan Jaminan Fidusia mempunyai hak preferen atas obyek jaminannya.

Dengan demikian terhadap obyek jaminan HT dan Fidusia karena telah dibebankan sebagai jaminan kebendaan maka tidak dapat diletakkkan sita jaminan.

Salam
Aslam Hasan

 

Perlunya Alat-Alat Bukti Pendukung Lainnya.


Perlunya Alat-Alat Bukti Pendukung Lainnya.

Dalam tahapan pemeriksaan alat bukti di perkara perdata, alat bukti surat merupakan alat bukti yang pertama kali diperiksa. Alat bukti surat dalam bentuk akta otentik memiliki kekuatan pembuktian yang cukup dan sempurna namun tidaklah menentukan.
Alat bukti surat bila dibantah oleh pihak lawan maka pihak yang mengajukan alat bukti tersebut haruslah berupaya sekeras mungkin untuk mempertahankannya melalui saluran hukum yang ada yakni dengan mengajukan alat-alat bukti lainnya yang bisa terdiri dari Saksi, Persangkaan, Pengakuan ataupun Sumpah.
Oleh karenanya alat bukti surat bukan satu-satunya alat bukti yang utama, alat pembuktian lainnya seputar perbuatan hukum tetap perlu dan bisa menjadi sesuatu yang menentukan.
Salam
Aslam Hasan

Monday, 12 November 2018

Kekuatan Pembuktian Dalam Persidangan!!


Kekuatan Pembuktian Dalam Persidangan!!
Agenda pembuktian merupakan tahapan yang sangat krusial didalam proses suatu persidangan, kurangnya persiapan oleh masing-masing pihak dalam menyiapkan alat bukti dalam mendukung setiap argumen-argumentasi hukumnya dapat dipastikan hasil akhirnya akan mengecewakan, bagaimana tidak mengecewakan bila satu-satunya alat bukti yang dimiliki ternyata dapat dibantah / ditolak oleh pihak lawan apalagi alat bukti tersebut tidak didukung oleh alat bukti yang lain maka dapat dipastikan tidak ada alasan hukum dan dasar hukum untuk menguatkan dalil dalil yang dimiliki, hasil akhir bila selaku penggugat maka gugatannya akan ditolak atau setidak-tidaknya dinyatakan tidak dapat diterima di satu sisi bagi tergugat maka eksepsinya diterima dan gugatan penggugat ditolak.
Sedikit meriview kembali alat bukti dalam perkara perdata diatur dalam pasal 164 HIR dan 284 Rbg serta 1886 KUHPerdata. Ada lima alat bukti yakni:
1.Alat bukti surat;
2.Keterangan Saksi;
3.Persangkaan;
4.Pengakuan;
5. Sumpah
Salam
AFH

Thursday, 8 November 2018

Fotocopy Surat Sebagai Alat Bukti Dalam Pemeriksaan Perdata


Fotocopy Surat Sebagai Alat Bukti Dalam Pemeriksaan Perdata
 
Dalam proses pemeriksaan perkara perdata di tahapan pembuktian, alat bukti surat merupakan alat bukti yang pertama kali diperiksa yang nyatanya seringkali dalam praktek asli dari alat bukti surat tersebut dikarenakan satu dan lain hal tidak dapat dimajukan ke muka persidangan, yang ada dan siap untuk dimajukan adalah hanya fotocopy dan itupun fotocopy dari fotocopy..Bagaimana kekuatan pembuktiannya??
 
Menurut hemat penulis selaku advokat kekuatan alat bukti tersebut sebaiknya dikembalikan saja kepada penilaian hakim, dalam tahapan pembuktian baik selaku penggugat maupun tergugat sekiranya tidak hanya menyiapkan 1 alat bukti saja seperti diatas tapi diupayakan dapat disiapkan beberapa alat bukti lainnya / alat bukti pendukung lainnya dari fotocopy tersebut sehingga dapat membantu Hakim didalam memberikan pertimbangan yang cukup untuk menilai setiap alat bukti maupun dokumen pendukungnya yang diajukan di muka persidangan sekaligus meminimalisir adanya putusan yang menyatakan alat bukti yang diajukan tidak sah
Salam
 
AFH


 

PELATIHAN LEGAL OFFICER


PELATIHAN LEGAL OFFICER

Pelaksanaan INHOUSE dikantor Peserta |

| Rp 800.000,- per peserta – PASTI JALAN

LATAR BELAKANG

 

Kedudukan seorang Legal Officer yang cukup penting dimana dirinya bertugas tidak hanya mengurus semua legalitas usaha perusahaan yang meliputi perizinan, perjanjian-perjanjian bisnis serta permasalahan hukum yang terjadi di dalam dan luar perusahaan.


Seorang Legal Officer bertugas

  1. Melakukan kajian-kajian yuridis terhadap seluruh aktivitas diperusahaan agar patuh terhadap terhadap setiap peraturan-peraturan hukum diperusahaan sekaligus memberikan inputan/ masukan terhadap keberlakukan suatu peraturan hukum tertentu terhadap keberlangsungan bisnis perusahaan;
  2. Melakukan tinjauan atas setiap dokumen-dokumen perjanjian yang telah dibuat dan berjalan serta yang akan terjadi;
  3. Mewakili perusahaan jika terjadi masalah di pengadilan.

 

SASARAN

Pelatihan ini akan mengupas
secara detail mengenai dan menyeluruh tentang bagaimana peran dan tugas seorang Legal Officer dalam perusahaan.

 

MATERI PELATIHAN :

1.     Profesi Legal Officer
- Peranan & Kedudukan Legal Officer
di perusahaan

2.     Teknik Penyusunan, Struktur dan Anatomi Kontrak
- Sistematika Kontrak
- Judul Kontrak & Pembuatan Kontrak
- Komparisi, Premis, Isi Kontrak & Klausul Kontrak


3.     Jenis-jenis Akta & Teknik Pembuatan Akta
- Proses Pendirian Badan Usaha (PT, CV, Fa)

4.     Jenis-jenis Badan Usaha & Dokumen Pelengkapnya
- Proses Pengurusan Izin-izin Perusahaan (NPWP, SIUP, TDP)
- Keterangan
Domisili Perusahaan

5.     Teknik Pembuatan Opini Yuridis
- Transaksi Bisnis
- Isi Legal Opinion

6.     Pengurusan Hak-hak Atas Tanah
- Tata Cara Pendaftaran & Persyaratan Hak-hak Atas Tanah

7.     Proses Pengurusan Pengikatan Jaminan Kredit
- Pengurusan Akta Perjanjian Pemberian
Fasilitas Kredit (PPFP)
- Jaminan Bank
- Hak Tanggungan & Fidu
sia
- Sita / Eksekusi
melalui Fiat Eksekusi ataupun parate eksekusi secara umum

8.     Kontrak Kerja (KK), Peraturan Perusahaan (PP) & PKB
- Hubungan Kerja & Perjanjian Kerja
- Teknik Perundingan

9.     Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
- Perundingan Bipartit, Mediasi, Konsiliasi, Arbitrase
- Pemutusan hubungan Kerja (PHK)

FASILITATOR :

  • Advokat
  • Akademisi Fak. Hukum
  • Tenaga Ahli

METODE PELATIHAN :

  • Presentation
  • Interaktif Discussion
  • Group Discussion
  • Case Study

 

INFORMASI DAN PENDAFTARAN :

 Informasi dan Pendaftaran:
A.F. Hasan
Email: a.f.hasanlawoffice@gmail.com
HP/WA: 081905057198


 

 

Thursday, 1 November 2018

Mengenai Klausul Baku


Mengenai Klausul Baku
Seringkali fasilitas umum seperti di supermarket, tempat parkir, wahana rekreasi keluarga, tempat fitness, pasar dan tempat-tempat umum lainnya selalu menyediakan loker / ruang khusus untuk tempat penitipan barang dimana setiap pengunjung yang hadir dapat menitipkan barang bawaannya dan oleh petugas yang menjaga diberikan kartu/ tiket/karcis penitipan.
Bila kita jeli, dalam karcis/ kartu/ tiket penitipan tersebut terdapat beberapa klausul diantara yang sering dijumpai adalah "bahwa pemilik barang bertanggung jawab sendiri atas setiap kerusakan, kehilangan dan segala risiko atas barang-barang miliknya".
Nahh..apakah klausul tersebut yang merupakan salah satu bentuk pengalihan tanggung jawab pengelola tempat (pelaku usaha) penitipan termasuk dalam klausul baku? Menjawab pertanyaan tersebut menurut sudut pandang penulis selaku Advokat maka klausul tersebut dapat dikategorikan sebagai klausul baku yang bertentangan dengan pasal 18 huruf a UU No 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen maka klausul tersebut yang menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha sehingga berimplikasi untuk batal demi hukum.
Setiap kerusakan, kehilangan yang ada terhadap barang-barang yang dititipkan merupakan tanggung jawab juga dari pelaku usaha dan akibat kerusakan atau kehilangan atas barang2 yang dititipkan tersebut pihak pemilik memiliki hak untuk mengajukan ganti rugi kepada pelaku usaha.
Salam
Aslam Hasan

Wednesday, 31 October 2018

Sekali Lagi Mengenai Pengajuan Gugatan Perbuatan Melawan Hukum

Sekali Lagi Mengenai Pengajuan Gugatan Perbuatan Melawan Hukum


Dalam mengkonsep suatu surat gugatan atas dasar perbuatan melawan hukum dengan mengacu pada pasal 1365 KUHPerdata, pihak penggugat wajib perlu secara jelas dan detail untuk dapat menguraikan dalam surat gugatannya mengenai syarat-syarat yang harus ada / termuat dalam pasal 1365 KUHPerdata tsb yang meliputi:
1. Bentuk perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh tergugat;
2.Bentuk kesalahan yang dilakukan oleh tergugat; serta
3.Hubungan kausal antara perbuatan tergugat dengan kerugian yang dialami oleh penggugat
Konsekuensi bilamana kurang / tidak diuraikannya syarat-syarat diatas maka terdapat kans oleh pihak tergugat untuk mengajukan eksepsi dengan dalih gugatan penggugat adalah kabur (Obscuur libel) sehingga gugatan penggugat harus dinyatakan tidak dapat diterima
Salam
Aslam Hasan

Tuesday, 30 October 2018

Pemeriksaan Perkara Pidana dengan Acara Biasa


Pemeriksaan Perkara Pidana dengan Acara Biasa

1.     Penunjukan hakim atau majelis hakim dilakukan oleh KPN setelah Panitera mencatatnya di dalam buku register perkara seterus¬nya diserahkan kepada Ketua Pengadilan Negeri untuk menetapkan Hakim/ Majelis yang menyidangkan perkara tersebut.

2.     Ketua Pengadilan Negeri dapat mendelegasikan pembagian perkara kepada Wakil Ketua terutama pada Pengadilan Negeri yang jumlah perkaranya banyak.

3.     Pembagian perkara kepada Majelis/ Hakim secara merata dan terhadap perkara yang menarik pehatian masyarakat, Ketua Majelisnya KPN sendiri atau majelis khusus.

4.     Sebelum berkas diajukan ke muka persidangan, Ketua Majelis dan anggotanya mempelajari terlebih dahulu berkas perkara.

5.     Sebelum perkara disidangkan, Majelis terlebih dahulu mempelajari berkas perkara, untuk mengetahui apakah surat dakwaan telah memenuhi-syarat formil dan materil.

6.     Syarat formil: nama, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, tempat tinggal, pekerjaan terdakwa, jenis kelamin, kebangsaan dan agama.

7.     Syarat-syarat materiil:

1.      Waktu dan tempat tindak pidana dilakukan (tempus delicti dan locus delicti);

2.      Perbuatan yang didakwakan harus jelas di¬rumuskan unsur-unsurnya;

3.      Hal-hal yang menyertai perbuatan-perbuatan pidana itu yang dapat menimbulkan masalah yang memberatkan dan meringankan.

8.     Mengenai butir a dan b merupakan syarat mutlak, apabila syarat-syarat tersebut tidak ter¬penuhi dapat mengakibatkan batalnya surat dakwaan (pasal 143 ayat 3 KUHAP).

9.     Dalam hal Pengadilan berpendapat bahwa perkara menjadi kewenangan pengadilan lain maka berkas perkara dikembalikan dengan penetapan dan dalam tempo 2 X 24 jam, dikirim kepada Jaksa Penuntut Umum dengan perintah agar diajukan ke Pengadilan yang berwenang (pasal 148 KUHAP).

10. Jaksa Penuntut Umum selambat-lambatnya dalam waktu 7 (tujuh) hari dapat mengajukan perlawanan terhadap penetapan tersebut dan dalam waktu 7 (tujuh) hari Pengadilan Negeri wajib mengirimkan perlawanan tersebut ke Pengadilan Tinggi (pasal 149 ayat 1 butir d KUHAP).

11. Pemeriksaan dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip persidangan diantaranya pemeriksaan terbuka untuk umum, hadirnya terdakwa dalam persidangan dan pemeriksaan secara langsung dengan lisan.

12. Terdakwa yang tidak hadir pada sidang karena surat panggilan belum siap, persidangan ditunda pada hari dan tanggal berikutnya.

13.  Ketidakhadiran terdakwa pada sidang tanpa alasan yang sah, sikap yang diambil:

1.      sidang ditunda pada hari dan tanggal berikutnya;

2.      memerintahkan Penuntut Umum untuk memanggil terdakwa;

3.      jika panggilan kedua, terdakwa tidak hadir lagi tanpa alasan yang sah, memerintahkan Penuntut Umum memanggil terdakwa sekali lagi;

4.      jika terdakwa tidak hadir lagi, maka memerintahkan Penuntut Umum untuk menghadirkan terdakwa pada sidang berikutnya secara paksa.

14.  Keberatan diperiksa dan diputus sesuai dengan ketentuan KUHAP.

15. Perkara yang terdakwanya ditahan dan diajukan permohonan penangguhan/ pengalihan penahanan, maka dalam hal dikabulkan atau tidaknya permohonan tersebut harus atas musyawarah Majelis Hakim.

16. Dalam hal permohonan penangguhan/ pengalihan penahanan dikabulkan, penetapan ditandatangani oleh Ketua Majelis dan Hakim Anggota.

17. Penahanan terhadap terdakwa dilakukan berdasar alasan sesuai Pasal 21 ayat (1) dan ayat (4) KUHAP, dalam waktu sesuai Pasal 26, Pasal 27, Pasal 28 dan Pasal 29 KUHAP.

18.  Penahanan dilakukan dengan mengeluarkan surat perintah penahanan yang berbentuk penetapan.

19.  Penangguhan penahanan dilakukan sesuai Pasal 31 KUHAP.

20.  Dikeluarkannya terdakwa dari tahanan dilakukan sesuai Pasal 26 ayat (3) dan Pasal 190 huruf b.

21. Hakim yang berhalangan mengikuti sidang, maka KPN menunjuk Hakim lain sebagai penggantinya.

22. Kewajiban Panitera Pengganti yang mendampingi Majelis Hakim untuk mencatat seluruh kejadian dalam persidangan.

23. Berita Acara Persidangan mencatat segala kejadian disidang yang berhubungan dengan pemeriksaan perkara, memuat hal penting tentang keterangan saksi dan keterangan terdakwa, dan catatan khusus yang dianggap sangat penting.

24. Berita Acara Persidangan ditandatangani Ketua Majelis dan Panitera Pengganti, sebelum sidang berikutnya dilaksanakan.

25. Berita Acara Persidangan dibuat dengan rapih, tidak kotor, dan tidak menggunakan tip-ex jika terdapat kesalahan tulisan.

26. Ketua Majelis Hakim/ Hakim yang ditunjuk bertanggung jawab atas ketepatan batas waktu minutasi.

27. Segera setelah putusan diucapkan Majelis Hakim dan Panitera Pengganti menandatangani putusan.

28. Segera setelah putusan diucapkan pengadilan memberi¬kan petikan putusan kepada terdakwa atau Penasihat Hukumnya dan Penuntut Umum.

Sumber:
1.Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Pidana Umum dan Pidana Khusus, Buku II, Edisi 2007, Mahkamah Agung RI, 2008, halaman 26-28.
2.“Tata Cara Pemeriksaan Administrasi Persidangan” dalam buku Tata Laksana Pengawasan Peradilan, Buku IV, Edisi 2007, Badan Litbang Diklat Kumdil MA RI, 2007, hlm. 136-138. Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor 145/KMA/SK/VIII/2007 tentang Memberlakukan Buku IV Pedoman Pelaksanaan Pengawasan di Lingkungan Badan-Badan Peradilan.
http://pn-bekasikota.go.id/2015-06-06-01-33-01/pemeriksaan-perkara-pidana-acara-biasa.html