DALUWARSA PHK
Sejumlah buruh mempersoalkan aturan daluwarsa (lewat waktu) pengajuan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Pemohonnya, sepuluh buruh yang berasal dari Jabotabek yakni Muhammad Hafidz, Wahidin, Chairul Eillen Kurniawan, Solihin, Labahari, Afrizal, Deda Priyatna, Muhammad Arifin, Abdul Ghofar, dan Surahman.
Mereka memohon pengujian Pasal 171 UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Pasal 82 UU Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI). Alasannya, ketentuan itu dinilai merugikan hak buruh, seperti kehilangan hak pesangon dan hak-hak lainnya. Sebab, praktiknya aturan daluwarsa ini ditafsirkan keliru oleh Mahkamah Agung (MA) dengan cara memukul rasa semua jenis PHK.
Menurut pemohon, aturan daluwarsa PHK hanya terbatas pada tiga hal. Pertama, pelanggaran berat (pidana) dalam Pasal 158 ayat (1) yang telah dibatalkan MK. Kedua, PHK setelah 6 bulan sejak pekerja ditahan oleh polisi yang diatur Pasal 160 ayat (3). Ketiga, PHK karena mengundurkan diri seperti diatur Pasal 162 UU Ketenagakerjaan. Dengan kondisi ini setelah satu tahun, pengajuan PHK bisa daluwarsa.
“Persoalannya, praktiknya semua pengajuan kasasi semua jenis PHK ditolak hakim agung dengan alasan daluwarsa. Padahal, daluwarsa PHK hanya berlaku tiga kondisi itu, yang lain tidak ada daluwarsa, seperti di PHI,” ujar salah satu pemohon, Muhammad Hafidz usai sidang pemeriksaan pendahuluan di Gedung MK, Rabu (30/9).
Pasal 171 UU Ketenagakerjaan menyebut pekerja/buruh yang di-PHK tanpa penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial seperti dimaksud Pasal 158 ayat (1), Pasal 160 ayat (3), dan Pasal 162 dan tidak dapat menerima PHK tersebut, dapat mengajukan gugatan ke lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial paling lama paling lama 1 tahun sejak tanggal dilakukan PHK.
Sedangkan Pasal 82 UU PPHI menyebutkan gugatan oleh pekerja/buruh atas PHK seperti dimaksud Pasal 159 dan Pasal 171 UU Ketenagakerjaan dapat diajukan hanya dalam tenggang waktu 1 tahun sejak diterima atau diberitahukannya keputusan (PHK) dari pihak pengusaha.
Hafidz melanjutkan atas dasar itu, dirinya bersama sembilan buruh lain mengajukan uji materi dua pasal yang mengatur daluwarsa PHK itu. Dalam persidangan perdana ini, Anggota Majelis Panel Suhartoyo menyarankan agar kedua pasal itu jangan dihapus, tetapi dimaknai secara bersyarat yakni satu tahun sejak putusan pidana berkekuatan hukum baru pengusaha bisa mem-PHK.
“Tetapi, kalau saran seperti itu pasal yang diuji jadi berbeda, menjadi pengujian Pasal 163 UU Ketenagakerjaan, sehingga permohonan ini harus dirumuskan ulang,” kata Hafidz dalam sidang pendahuluan ini diketuai Anwar Usman beranggotakan Suhartoyo dan Patrialis Akbar.
Meski begitu, pihaknya tetap meminta MK membatalkan Pasal 171 UU Ketenagakerjaan dan Pasal 82 UU PPHI karena bertentangan dengan UUD 1945. “Jadi, kita minta PHK dengan alasan apapun tidak ada daluwarsa untuk mengajukan
Sumber:
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt560ba2a1dff73/buruh-minta-mk-cabut-aturan-daluwarsa-phk
Tinjauan
PHK merupakan salah satu objek perselisihan hubungan industrial. Perselisihan PHK merupakan perselisihan yang ada sebagaimana konsekuensi dari ketidaksesuaian pendapat tentang cara pengakhiran hubungan kerja antara pemberi kerja dengan penerima kerja
pengajuan gugatan dengan objek PHK ke pengadilan hubungan industrial diatur dalam ketentuan sbb:
Pasal 82 UU No 2 Tahun 2004
Gugatan oleh pekerja/buruh atas pemutusan hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 159 dan Pasal 171 Undang-undang nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, dapat diajukan hanya dalam tenggang waktu 1 (satu) tahun sejak diterimanya atau diberitahukannya keputusan dari pihak pengusaha.
Ps.159 UU No 13 Tahun 2013
Apabila pekerja/buruh tidak menerima pemutusan hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 158 ayat (1), pekerja/buruh yang bersangkutan dapat mengajukan gugatan ke lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.
Pasal 171 UU No 13 Tahun 2013
Pekerja/buruh yang mengalami pemutusan hubungan kerja tanpa penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 158 ayat (1), Pasal 160 ayat (3), dan Pasal 162, dan pekerja/buruh yang bersangkutan tidak dapat menerima pemutusan hubungan kerja tersebut, maka pekerja/oburuh dapat mengajukan gugatan ke lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial dalam waktu paling lama 1 (satu) tahun sejak tanggal dilakukan pemutusan hubungan kerjanya.
Salam
A.F.Hasan S.H
HP: 081905057198
Email: a.f.hasanlawoffice@gmail.com
Pin BB: 74f84658
No comments:
Post a Comment