Thursday, 26 June 2025

Proses Penegakan Hukum Pidana dan Perdata bagi Pelaku Perusakan Lingkungan Hidup

Proses Penegakan Hukum Pidana dan Perdata bagi Pelaku Perusakan Lingkungan Hidup

Pelaku dan akibat dari perusakan lingkungan hidup bukan hanya menimbulkan dampak ekologis, tetapi juga sosial dan ekonomi. Oleh karena itu, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH) mengatur mekanisme penegakan hukum atas perusakan lingkungan melalui tiga jalur: administratif, perdata, dan pidana. Artikel ini akan mengupas lebih lanjut proses penegakan hukum perdata dan pidana.

1. Penegakan Hukum Pidana Lingkungan

UU PPLH membuka ruang sanksi pidana terhadap individu dan/atau korporasi yang terbukti secara sah dan menyakinkan melakukan pencemaran atau perusakan lingkungan. Berikut pasal-pasal kunci:

Pasal 98: Pidana untuk Perbuatan Sengaja

Setiap orang yang dengan sengaja:

  • Melakukan perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu lingkungan hidup, atau
  • Mengakibatkan kerusakan lingkungan,

Dipidana:

  • penjara 3 tahun hingga 10 tahun,
  • denda Rp3 miliar hingga Rp10 miliar.

Jika perbuatan tersebut mengakibatkan orang luka berat atau mati, sanksinya meningkat menjadi:

  • penjara 5 tahun hingga 15 tahun,
  • denda Rp5 miliar hingga Rp15 miliar.

Pasal 99: Pidana karena Kelalaian

Jika perusakan atau pencemaran dilakukan karena kelalaian, maka pelaku tetap dipidana:

  • penjara 1 tahun hingga 3 tahun,
  • denda Rp1 miliar hingga Rp3 miliar.

Jika akibat kelalaian itu menyebabkan korban luka berat atau mati, maka ancaman hukuman menjadi:

  • penjara 3 tahun hingga 9 tahun,
  • denda Rp3 miliar hingga Rp9 miliar.

Pasal 109: Tanpa Izin Lingkungan

Setiap orang yang menjalankan usaha atau kegiatan tanpa izin lingkungan:

  • dipidana penjara paling lama 3 tahun,
  • dan/atau denda paling banyak Rp3 miliar.

Proses Penegakan Pidana

Penegakan pidana dilakukan oleh aparat penegak hukum (penyidik, jaksa, dan hakim). Proses umumnya meliputi:

  1. Pelaporan/Pengaduan masyarakat atau hasil temuan pengawasan.
  2. Penyelidikan dan Penyidikan oleh PPNS Lingkungan atau Kepolisian.
  3. Penuntutan oleh Kejaksaan.
  4. Sidang pidana di pengadilan negeri.
  5. Putusan pengadilan yang dapat berupa pidana badan, pidana denda, atau pidana tambahan seperti pemulihan lingkungan.

2. Penegakan Hukum Perdata Lingkungan

Selain jalur pidana, korban atau masyarakat yang dirugikan oleh perusakan lingkungan dapat mengajukan gugatan perdata.

Pasal 87: Gugatan Ganti Rugi dan Tindakan Tertentu

  • Pemerintah, masyarakat, atau organisasi lingkungan dapat menggugat pelaku pencemaran/perusakan lingkungan.
  • Gugatan bisa diajukan untuk ganti rugi dan/atau pemulihan lingkungan hidup.

Pasal 88: Tanggung Jawab Mutlak (Strict Liability)

Pelaku yang menimbulkan pencemaran atau kerusakan bertanggung jawab mutlak (tanpa perlu pembuktian unsur kesalahan), apabila kegiatan yang dilakukan berisiko tinggi terhadap lingkungan.

Contoh kegiatan: penambangan, penggunaan B3, dan pembukaan lahan skala besar.

Proses Penegakan Perdata

  1. Pendaftaran gugatan ke pengadilan negeri.
  2. Persidangan perdata dengan pembuktian:
    • bahwa terjadi kerusakan atau pencemaran,
    • bahwa kerugian terjadi akibat aktivitas tergugat.
  3. Putusan pengadilan yang bisa memerintahkan ganti rugi materiil dan/atau tindakan pemulihan lingkungan.
  4. Eksekusi putusan perdata oleh juru sita jika tidak dilaksanakan sukarela.

Penutup

Penegakan hukum atas perusakan lingkungan kini tidak hanya bersifat administratif. Negara memberi kewenangan luas untuk menindak secara pidana dan perdata. Efektivitas penegakan hukum ini bergantung pada sinergi aparat penegak hukum, pengawasan yang tegas, serta keberanian masyarakat untuk melapor dan menggugat

Salam
Tim Hukum AHP ADVOKAT
Ahli: Advokat Aslam Fetra Hasan