Pastikan hak-hak ketenagakerjaan
terpenuhi sesuai ketentuan perundang-undangan.
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
adalah upaya terakhir yang bisa ditempuh jika ada masalah dalam hubungan
industrial. Para pihak yang berkepentingan perlu mencegah
semaksimal mungkin terjadinya PHK. Kondisi perekonomian acapkali tidak terduga
sehingga PHK sulit dihindari.
Menurut Presiden KSPI, Said Iqbal, ada tujuh penyebab PHK yang layak diwaspadai. Penyebab pertama, perusahaan menutup usahanya di Indonesia. Kejadian terbaru menimpa PT Ford Motor Indonesia. Perusahaan otomotif ini sudah memastikan hengkang dari Indonesia dan mem-PHK puluhan karyawannya. Ada pula yang menutup bidang tertentu seperti yang dilakukan PT Panasonic Lighting di Cikarang, Bekasi.
Peyebab kedua umumnya karena rasionalisasi atau restrukturisasi perusahaan. Perusahaan tidak menutup bisnisnya. Langkah yang ditempuh adalah restrukturisasi atau melakukan merger dengan perusahaan lain. Perusahaan yang melakukan rasionalisasi atau restrukturisasi cenderung mengurangi karyawan terutama pada bagian-bagian yang tidak produktif.
Menurut Presiden KSPI, Said Iqbal, ada tujuh penyebab PHK yang layak diwaspadai. Penyebab pertama, perusahaan menutup usahanya di Indonesia. Kejadian terbaru menimpa PT Ford Motor Indonesia. Perusahaan otomotif ini sudah memastikan hengkang dari Indonesia dan mem-PHK puluhan karyawannya. Ada pula yang menutup bidang tertentu seperti yang dilakukan PT Panasonic Lighting di Cikarang, Bekasi.
Peyebab kedua umumnya karena rasionalisasi atau restrukturisasi perusahaan. Perusahaan tidak menutup bisnisnya. Langkah yang ditempuh adalah restrukturisasi atau melakukan merger dengan perusahaan lain. Perusahaan yang melakukan rasionalisasi atau restrukturisasi cenderung mengurangi karyawan terutama pada bagian-bagian yang tidak produktif.
Pengunduran diri pekerja
menjadi sebab ketiga PHK. Dalam konteks
ini, pekerja secara sukarela memutuskan hubungan dengan perusahaan. Dalam
beberapa putusan pengadilan, pekerja yang tidak masuk beberapa hari
berturut-turut tanpa alasan yang jelas bisa dikategorikan mengundurkan diri.
Keempat, PHK atas penetapan atau putusan Pengadilan Hubungan Industrial (PHI). Misalnya, perusahaan tidak mau mempekerjakan lagi pekerja/buruh, mengacu UU Ketenagakerjaan. PHK model ini lebih disebabkan oleh putusan hakim yang mengabulkan keinginan pengusaha.
Kelima, PHK karena pekerja/buruh masuk usia pensiun. Saat ini usia pensiun ditetapkan 56 tahun. Kadang, ada perusahaan yang menawarkan program pensiun dini kepada pekerja seperti yang dilakukan PT Mitsubishi (KRM) yang berlokasi di Pulogadung, Jakarta Timur.
Keenam, PHK akibat kontrak kerja berakhir. Biasanya dialami pekerja yang berstatus kontrak atau outsourcing. PHK karena kontrak kerjanya habis sangat dipengaruhi oleh kapasitas produksi perusahaan, ketika permintaan pasar tinggi maka perusahaan akan menggenjot produksinya. Sehingga membutuhkan pekerja tambahan, tapi ketika permintaan pasar rendah maka produksi turun dan dampaknya menyasar pada kontrak kerja si pekerja apakah diperpanjang atau tidak.
Ketujuh, PHK terjadi karena disharmonis atau perusahaan tidak mau lagi mempekerjakan pekerja. Hubungan tak harmonis banyak penyebabnya, semisal keikutsertaan pekerja dalam aksi mogok, atau karena kualitas kerjanya menurun.
Jika PHK tak bisa dihindari, maka para pihak punya hak dan kewajiban. Said mengimbau agar pekerja memperjuangkan hak-haknya seperti pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak seperti yang diatur dalam UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Besaran yang dituntut minimal sejalan dengan amanat undang-undang. Bahkan dimungkinkan lebih sesuai hasil perundingan buruh-pengusaha. Dan, jangan lupa manfaat jaminan-jaminan sosial seperti Jaminan Hari Tua (JHT). “Serta berhak mendapat Jaminan Kesehatan yang diselenggarakan BPJS Kesehatan selama enam bulan setelah PHK,” kata Iqbal dalam jumpa pers di Jakarta, Senin (15/2) kemarin.
Ketua Umum Pengurus Pusat Automotif Mesin dan Komponen, Heriyanto, mencatat sejak semester kedua 2015 sampai Januari 2016 terjadi penurunan kapasitas produksi di sektor industri otomotif. Itu berdampak pada penggunaan tenaga kerja baik perekrutan baru atau perpanjangan kontrak kerja. “Akibat penurunan itu banyak pekerja tidak diperpanjang kontraknya,” tukasnya.
Penurunan kapasitas produksi di industri otomotif, kata Heri, terjadi karena permintaan pasar dalam negeri menurun karena daya beli masyarakat lemah. Ia menilai kebijakan pemerintah menerbitkan PP Pengupahan tidak tepat. Ia mengingatkan produk industri otomotif di Indonesia masih mengandalkan pasar domestik ketimbang luar negeri.
Lalu, berapa sebenarnya jumlah karyawan yang di-PHK tahun ini? Iqbal menengarai sudah mencapai 10 ribu orang dalam periode Januari-Maret 2016 saja. Jumlah itu gabungan PHK di industri elektronik, farmasi, garmen, migas dan otomotif. Angka taksiran Iqbal jauh di atas angka yang disebut pemerintah, 1.377 orang. Iqbal percaya daya beli yang kurang penyebab perusahaan kolaps. Penyebab daya beli buruh kurang karena gaji mereka rendah, dan Iqbal percaya ada kaitannya dengan PP No. 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan.
Keempat, PHK atas penetapan atau putusan Pengadilan Hubungan Industrial (PHI). Misalnya, perusahaan tidak mau mempekerjakan lagi pekerja/buruh, mengacu UU Ketenagakerjaan. PHK model ini lebih disebabkan oleh putusan hakim yang mengabulkan keinginan pengusaha.
Kelima, PHK karena pekerja/buruh masuk usia pensiun. Saat ini usia pensiun ditetapkan 56 tahun. Kadang, ada perusahaan yang menawarkan program pensiun dini kepada pekerja seperti yang dilakukan PT Mitsubishi (KRM) yang berlokasi di Pulogadung, Jakarta Timur.
Keenam, PHK akibat kontrak kerja berakhir. Biasanya dialami pekerja yang berstatus kontrak atau outsourcing. PHK karena kontrak kerjanya habis sangat dipengaruhi oleh kapasitas produksi perusahaan, ketika permintaan pasar tinggi maka perusahaan akan menggenjot produksinya. Sehingga membutuhkan pekerja tambahan, tapi ketika permintaan pasar rendah maka produksi turun dan dampaknya menyasar pada kontrak kerja si pekerja apakah diperpanjang atau tidak.
Ketujuh, PHK terjadi karena disharmonis atau perusahaan tidak mau lagi mempekerjakan pekerja. Hubungan tak harmonis banyak penyebabnya, semisal keikutsertaan pekerja dalam aksi mogok, atau karena kualitas kerjanya menurun.
Jika PHK tak bisa dihindari, maka para pihak punya hak dan kewajiban. Said mengimbau agar pekerja memperjuangkan hak-haknya seperti pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak seperti yang diatur dalam UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Besaran yang dituntut minimal sejalan dengan amanat undang-undang. Bahkan dimungkinkan lebih sesuai hasil perundingan buruh-pengusaha. Dan, jangan lupa manfaat jaminan-jaminan sosial seperti Jaminan Hari Tua (JHT). “Serta berhak mendapat Jaminan Kesehatan yang diselenggarakan BPJS Kesehatan selama enam bulan setelah PHK,” kata Iqbal dalam jumpa pers di Jakarta, Senin (15/2) kemarin.
Ketua Umum Pengurus Pusat Automotif Mesin dan Komponen, Heriyanto, mencatat sejak semester kedua 2015 sampai Januari 2016 terjadi penurunan kapasitas produksi di sektor industri otomotif. Itu berdampak pada penggunaan tenaga kerja baik perekrutan baru atau perpanjangan kontrak kerja. “Akibat penurunan itu banyak pekerja tidak diperpanjang kontraknya,” tukasnya.
Penurunan kapasitas produksi di industri otomotif, kata Heri, terjadi karena permintaan pasar dalam negeri menurun karena daya beli masyarakat lemah. Ia menilai kebijakan pemerintah menerbitkan PP Pengupahan tidak tepat. Ia mengingatkan produk industri otomotif di Indonesia masih mengandalkan pasar domestik ketimbang luar negeri.
Lalu, berapa sebenarnya jumlah karyawan yang di-PHK tahun ini? Iqbal menengarai sudah mencapai 10 ribu orang dalam periode Januari-Maret 2016 saja. Jumlah itu gabungan PHK di industri elektronik, farmasi, garmen, migas dan otomotif. Angka taksiran Iqbal jauh di atas angka yang disebut pemerintah, 1.377 orang. Iqbal percaya daya beli yang kurang penyebab perusahaan kolaps. Penyebab daya beli buruh kurang karena gaji mereka rendah, dan Iqbal percaya ada kaitannya dengan PP No. 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan.
sumber
UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
Kajian:
Dari pemaparan dalam pemberitaan diatas
dapat ditarik suatu kesimpulan bahwasanya PHK dapat terjadi karena beberapa faktor
diantaranya:
1. Perusahaan
menutup usahanya;
2. Karena
rasionalisasi atau restrukturisasi perusahaan;
3. Pengunduran
diri pekerja;
4. PHK atas
penetapan atau putusan Pengadilan Hubungan Industrial (PHI);
5. PHK karena
pekerja/buruh masuk usia pension;
6. PHK akibat
kontrak kerja berakhir;
7. PHK terjadi
karena disharmonis atau perusahaan tidak mau lagi mempekerjakan pekerja.
Pemutusan hubungan kerja
adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang
mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh
dan pengusaha (UU Ketenagakerjaan Ps.1 (25).
- masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun, 1 (satu) bulan upah;
- masa kerja 1 (satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari 2 (dua) tahun, 2 (dua) bulan upah;
- masa kerja 2 (dua) tahun atau lebih tetapi kurang dari 3 (tiga) tahun, 3 (tiga) bulan upah;
- masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 4 (empat) tahun, 4 (empat) bulan upah;
- masa kerja 4 (empat) tahun atau lebih tetapi kurang dari 5 (lima) tahun, 5 (lima) bulan upah;
- masa kerja 5 (lima) tahun atau lebih, tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 6 (enam) bulan upah;
- masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 7 (tujuh) tahun, 7 (tujuh) bulan upah.
- masa kerja 7 (tujuh) tahun atau lebih tetapi kurang dari 8 (delapan) tahun, 8 (delapan) bulan upah
- masa kerja 8 (delapan) tahun atau lebih, 9 (sembilan) bulan upah.
- masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 2 (dua) bulan upah;
- masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 9 (sembilan) tahun, 3 (tiga) bulan upah;
- masa kerja 9 (sembilan) tahun atau lebih tetapi kurang dari 12 (dua belas) tahun, 4 (empat) bulan upah;
- masa kerja 12 (dua belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 15 (lima belas) tahun, 5 (lima) bulan upah;
- masa kerja 15 (lima belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 18 (delapan belas) tahun, 6 (enam) bulan upah;
- masa kerja 18 (delapan belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 21 (dua puluh satu) tahun, 7 (tujuh) bulan upah;
- masa kerja 21 (dua puluh satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari 24 (dua puluh empat) tahun, 8 (delapan) bulan upah;
- masa kerja 24 (dua puluh empat) tahun atau lebih, 10 (sepuluh ) bulan upah.
(4) Uang penggantian hak yang seharusnya diterima
sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) meliputi :
- cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur;
- biaya atau ongkos pulang untuk pekerja/buruh dan keluarganya ketempat dimana pekerja/buruh diterima bekerja;
- penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan ditetapkan 15% (lima belas perseratus) dari uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja bagi yang memenuhi syarat;
- hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama
(5) Perubahan perhitungan uang pesangon, perhitungan uang
penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Profil Aslam Hasan & Partners Law Office
Ruang lingkup kerja dari Aslam Hasan & Partners Law Office dalam bidang ketenagakerjaan meliputi :
- Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
- Sengketa hubungan kerja dengan
karyawan
- Beracara di Pengadilan
Hubungan Industrial
- Pembuatan draft Perjanjian
Kerja
- Review Dokumen Ketenagakerjaan
- Pelaporan Pidana untuk tindakan
fraud
Lebih lanjut, ruang lingkup kerja kami meliputi
pembuatan dokumen-dokumen hukum ketenaga kerjaan, seperti :
- Peraturan Perusahaan (PP),
- Perjanjian Kerja Bersama (PKB),
- Surat Peringatan (SP),
- Surat Pemutusan Hubungan Kerja
(PHK),
- Surat Mutasi karyawan,
- dan lain sebagainya terkait
ketenagakerjaan
Salam
Aslam Fetra Hasan S.H.,C.L.A
HP/WA:
081905057198
Email:
a.f.hasanlawoffice@gmail.com
Blog: hukumacara1.blogspot.co.id